Selasa 27 Oct 2020 15:01 WIB

Perpanjangan Restrukturisasi Dorong Dunia Usaha Bertahan

Tanpa restrukturisasi akan terjadi permasalahan cashflow di perusahaan.

Aktivitas di kawasan bisnis (ilustrasi). Direktur riset Center of Reform on Economic (CORE) Indonesia Piter Abdullah menilai keputusan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memperpanjang kebijakan relaksasi restrukturisasi kredit akan semakin mendorong dunia usaha dan perbankan dalam bertahan di tengah pandemi Covid-19.
Foto: EPA-EFE/KIMIMASA MAYAMA
Aktivitas di kawasan bisnis (ilustrasi). Direktur riset Center of Reform on Economic (CORE) Indonesia Piter Abdullah menilai keputusan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memperpanjang kebijakan relaksasi restrukturisasi kredit akan semakin mendorong dunia usaha dan perbankan dalam bertahan di tengah pandemi Covid-19.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur riset Center of Reform on Economic (CORE) Indonesia Piter Abdullah menilai keputusan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memperpanjang kebijakan relaksasi restrukturisasi kredit akan semakin mendorong dunia usaha dan perbankan dalam bertahan di tengah pandemi Covid-19.

“Restrukturisasi dibutuhkan dunia usaha dan juga bank di tengah pandemi,” katanya di Jakarta, Selasa (27/10).

Piter menjelaskan hal itu dapat terjadi karena krisis pandemi telah menyebabkan dunia usaha mengalami permasalahan cashflow akibat penerimaan menurun sedangkan pengeluaran tetap besar. “Termasuk pengeluaran untuk membayar cicilan pokok dan bunga bank,” ujarnya.

Oleh sebab itu, ia menuturkan jika tidak dibantu dengan restrukturisasi maka berpotensi besar untuk menyebabkan kredit macet atau bermasalah. “Kalau macet tidak hanya perusahaan itu yang mengalami kesulitan tetapi bank nya juga,” tegasnya.

Piter mengatakan kredit macet tidak hanya menyebabkan pihak perbankan kehilangan keuntungan melainkan juga terjadi penurunan cadangan modal.

“Dengan landasan pemikiran itu selama pandemi masih berjangkit, kebijakan pelonggaran restrukturisasi kredit masih sangat dibutuhkan untuk melindungi dunia usaha dan bank,” katanya.

Menurut dia, melalui adanya kebijakan restrukturisasi kredit ini memang akan menurunkan keuntungan bagi pihak perbankan tapi itu lebih baik dibandingkan terjadi kredit macet.

“Lebih baik laba turun daripada kredit menjadi macet. Laba tidak hanya turun tapi bank bisa mengalami kerugian dan penurunan modal. Stabilitas perbankan bisa terganggu,” katanya.

Sebagai informasi, OJK memutuskan untuk memperpanjang kebijakan relaksasi restrukturisasi kredit selama setahun untuk membantu mendorong pemulihan ekonomi. OJK segera memfinalisasi kebijakan perpanjangan restrukturisasi ini dalam bentuk POJK termasuk memperpanjang beberapa stimulus lanjutan yang terkait.

Realisasi restrukturisasi kredit sektor perbankan per 28 September 2020 sebesar Rp 904,3 triliun untuk 7,5 juta debitur. Sementara, NPL pada September 2020 sebesar 3,15 persen menurun dari bulan sebelumnya sebesar 3,22 persen.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement