Senin 26 Oct 2020 14:51 WIB

Komodo Adang Truk, Antara Konservasi dan Komersialisasi

Foto komodo hadang truk seakan tunjukkan ketidaknyamanan komodo.

Komodo. Badan Otorita Pariwisata Labuan Bajo Flores (BOPLBF) memastikan pembangunan di Loh Buaya, Pulau Rinca yang masuk dalam kawasan TN Komodo dilakukan dengan sangat hati-hati. Pengembangan Pulau Rinca dilakukan dengan mempertimbangkan keamanan dari satwa komodo.
Foto: Republika/Prayogi
Komodo. Badan Otorita Pariwisata Labuan Bajo Flores (BOPLBF) memastikan pembangunan di Loh Buaya, Pulau Rinca yang masuk dalam kawasan TN Komodo dilakukan dengan sangat hati-hati. Pengembangan Pulau Rinca dilakukan dengan mempertimbangkan keamanan dari satwa komodo.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Haura Hafizhah, Indira Rezkisari, Antara

Foto seekor komodo (Varanus komodoensis) yang berhadap-hadapan dengan truk di Pulau Rinca, Nusa Tenggara Timur (NTT), menjadi viral di media sosial. Foto tersebut seakan memperlihatkan ketidakberdayaan komodo melawan upaya komersialisasi lahannya.

Baca Juga

Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) sedang membangun salah satu kawasan super prioritas nasional (KSPN) di Pulau Rinca. Pulau itu akan disulap menjadi destinasi wisata premium dengan pendekatan konsep geopark atau wilayah terpadu yang mengedepankan perlindungan dan penggunaan warisan geologi dengan cara yang berkelanjutan, yang kemudian dikenal dengan sebutan Jurassic Park.

Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) NTT, Umbu Wulang. mengatakan pembangunan Jurassic Park di daerah konservasi komodo bisa mengganggu genetik dan ekosistem komodo. Bahkan, jika pembangunan ini dilanjutkan habitat hewan langka yaitu komodo bisa punah.

"Kami sudah protes dari tahun lalu terkait pembangunan Jurassic Park tersebut di Pulau Komodo. Ini jelas membahayakan genetik dan ekosistem komodo. Bahkan, tidak ada pembahasan analisis dampak lingkungan (AMDAL) sama sekali. Bisa dibayangkan jika pembangunan ini tetap dilanjutkan. Komodo tersebut akan punah," katanya saat dihubungi Republika.co.id di Jakarta, Senin (26/10).

Kemudian, ia melanjutkan proyek pembangunan tersebut harus segera dihentikan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Sebab, nasib komodo sekarang sudah terlihat memprihatinkan. Komodo hewan langka yang harus dilestarikan bukan untuk dipunahkan dengan cara membangun infrastruktur di dalam pulau komodo.

Ia menambahkan, pembangunan konservasi di Pulau Rinca itu akan didominasi kepentingan pariwisata. Saat ini pembangunan itu masih berlangsung. Seharusnya, pemerintah dan KLHK paham akan pengetahuan tentang komodo.

"Seperti populasi komodo seperti apa, interaksi komodo terhadap masyarakat bagaimana. Pemerintah harusnya mengerti ini. Pertanyaannya pemerintah ngerti tidak? Tapi kok tindakannya bukan malah dilestarikan malah ada pembangunan infrastruktur di Pulau Komodo?" kata dia.

Ia menegaskan KLHK harus memberhentikan proyek tersebut. Jangan

mengorbankan ekosistem komodo demi keuntungan ekonomi semata. "Dari awal saya tidak sepakat dalam hal ini. KLHK harus hentikan proyek ini. Kalau habitat komodo hilang berarti mereka gagal lestarikan hewan langkanya," kata dia.

Anggota Komisi IV DPR RI mengatakan foto komodo mengadang truk mengirimkan pesan simbolik hewan karnivora tersebut tidak nyaman dengan adanya pembangunan di sana. "Foto itu seolah-olah Komodo tidak nyaman dengan model pembangunan Jurassic Park di TN Komodo. Karena pembangunan tersebut melibatkan truk dan alat berat yang memasuki kawasan konservasi TN Komodo. Komodo terusik dengan pembangunan masif berbasis teknologi, karena mengganggu ekosistem lingkungan di TNK," kata anggota Komisi IV DPR RI Yohanis Fransiskus Lema saat dihubungi dari Kupang.

Politikus muda PDIP itu mendesak Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) untuk bersungguh-sungguh menjalankan fungsinya sebagai pertahanan terakhir konservasi di Taman Nasional (TN) Komodo di Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur. "KLHK harus menjaga TN Komodo sebagai kawasan konservasi dan rumah alami Komodo, satwa endemik, dan beragam vegetasi baik darat maupun laut," tutur dia.

Ia juga mendesak agar KLHK untuk memahami dan menjalani perannya bukan sebagai pemberi izin, tetapi penjaga konservasi TN Komodo. KLHK harus mengawal agar regulasi dan kebijakan terkait TNK tidak bertentangan dengan spirit konservasi.

KLHK juga harus memastikan agar betonisasi yang sedang dilakukan melalui pembangunan infrastruktur Geopark tidak mengganggu citra pariwisata berbasis alam sebagai jualan utama pariwisata Labuan Bajo. “KLHK harus memahami perannya bukan sebagai pemberi izin pembangunan, tetapi harus memastikan-mengawal agar konservasi TN Komodo dan kelangsungan Komodo tidak terancam oleh pembangunan infrastruktur. Jika pembangunan dan penataan TN Komodo telah salah arah, KLHK harus berani menyampaikan kepada pemerintah untuk membatalkan atau mengembalikannya kepada spirit konservasi,” tegas Ansy.

Ansy menegaskan, foto simbolik tersebut juga dapat menjadi pengingat bahwa proses pembangunan dan pengelolaan TNK harus berdasarkan prinsip konservasi. Grand design pembangunan TN Komodo harus mengutamakan konservasi Komodo, satwa endemik dan beragam vegetasi darat dan laut.

Prinsip konservasi tersebut harusnya secara konsisten dipegang teguh dalam proses pembangunan dan pengelolaan di TNK saat ini. “Tujuan dan motivasi mulia dari sebuah pembangunan juga tercermin dari prosesnya. Begitupun di TN Komodo. Fakta saat ini menunjukkan sebaliknya. Yang kita lihat, proses pembangunan TN Komodo tampak mulai meninggalkan semangat konservasi tersebut. Kita harus tetap sepakat bahwa kelangsungan hidup Komodo dan ekosistem di dalamnya adalah prioritas utama. Jangan sampai pembangunan TN Komodo menjadi pintu masuk bagi kepunahan komodo karena lingkungannya diganggu.”

 
 
 
Lihat postingan ini di Instagram
 
 
 

Sebuah kiriman dibagikan oleh Save Komodo Now (@kawanbaikkomodo) pada

Badan Otorita Pariwisata Labuan Bajo Flores (BOPLBF) memastikan pembangunan di Loh Buaya, Pulau Rinca yang masuk dalam kawasan TN Komodo dilakukan dengan sangat hati-hati. Pengembangan Pulau Rinca dilakukan dengan mempertimbangkan keamanan dari satwa komodo.

Direktur Utama BOPLBF Shana Fatina dihubungi dari Kupang, Senin (26/10), mengatakan pemerintah sangat peduli terkait pelaksanaan pembangunan di zona pemanfaatan Loh Buaya, Pulau rinca. "Pembangunan di Loh Buaya dilakukan dengan sangat hati-hati. Setiap pagi dilakukan briefing terkait keamanan dan keselamatan baik untuk para pekerja, dan juga yang paling penting adalah keamanan satwa yang ada di Loh buaya, agar jangan sampai ada satwa terganggu, sangat hati-hati dengan api," katanya.

Ia mengatakan, foto viral dari truk yang diadang komodo beberapa hari terakhir sebaiknya tidak ditafsirkan berlebihan. Sebab, penggunaan truk di lokasi itu dilakukan untuk membawa tiang pancang yang berat dan membutuhkan alat berat di lokasi itu untuk mengangkutnya.

"Sebaiknya kita tidak mengambil asumsi dari foto yang ada. Karena persepsi bisa dibangun menjadi opini, bukan fakta," tegas dia.

Ia menjelaskan, seluruh pembangunan di Loh Buaya hanya boleh dilakukan di zona pemanfaatan. Jadi pembangunan fasilitas di Loh Buaya betul-betul dilakukan dengan memperhatikan semua aspek ekologi, sebagaimana sudah direncanakan dalam kajian dampak lingkungan.

Shana menambahkan pemerintah sudah pasti mengutamakan kelestarian dan keseimbangan ekosistem dalam melaksanakan pembangunan. Semuanya sudah melalui prosedur dan kajian yang mendalam.

"Pengelolaan TN Komodo merupakan wewenang KLHK, pembangunan dilakukan oleh KemenPUPR, dan untuk mendukung pariwisata premium berkelanjutan yang didorong Kemenparekraf. Ini merupakan sinergi lintas kementerian dan lembaga. Kita pun terlibat dalam setiap prosesnya, dan memastikan bahwa semua menjaga prinsip pariwisata berkelanjutan dengan komitmen sesuai peran dan fungsi masing-masing," tutur dia.

Lebih lanjut, pihaknya juga selalu terbuka untuk berkomunikasi dengan semua stakeholder baik lokal, nasional, maupun internasional khususnya untuk menjelaskan rencana pengembangan pariwisata berkelanjutan di TN Komodo. "Dan peningkatan pariwisata di sana menjadi quality tourism dan minat khusus. Justru sekarang memungkinkan untuk pelibatan masyarakat dalam kawasan lebih aktif sebagai subyek dari konservasi dan pariwisata," tambah dia.

Saat ini Balai Taman Nasional Komodo menutup sementara resor Loh Buaya dari kunjungan wisatawan sebagai bentuk upaya penataan sarana prasanara wisata alam di sana. Kepala Balai Taman Nasional Komodo Lukita Awang Nistyantara dalam surat pengumunan yang diterima Senin pagi (26/10) mengatakan bahwa penutupan yang dimulai hari ini mempertimbangkan proses percepatan penataan dan pembangunan yang dilakukan oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).

"Menutup sementara resor Loh Buaya seksi pengelolaan Taman Nasional (SPTN) wilayah I Pulau Rinca, Taman Nasional Komodo. Dan terhitung mulai hari ini sampai dengan 30 Juni 2021 dan akan dievaluasi dua minggu sekali," katanya.

Dalam surat pengumuman itu, Lukita menjelaskan pembangunan sarana prasana di wisata alam itu terdiri dari beberapa segmen. Di antaranya seperti dermaga, pusat informasi wisata, jalan, jerambah, dan penginapan ranger serta naturalist guide.

Lukita menambahkan pembangunan sarana prasarana di lokasi itu juga akan tetap mengutama keselamatan satwa Komodo yang memang satu-satunya habitat hanya ada di daerah itu. Pihaknya merinci terdapat kurang lebih 15 komodo yang sering terlihat di sekitar lokasi dari total 60 ekor yang hidup di lembah Loh Buaya di Pulau Rinca.

Dikutip dari situs Kementerian PUPR, pembangunan di Loh Buaya saat ini adalah bagian dari penataan menyeluruh Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) Labuan Bajo di NTT. Selanjutnya, untuk melindungi Taman Nasional Komodo sebagai World Heritage Site UNESCO yang memiliki Outstanding Universal Value (OUV), Kementerian PUPR melalui Direktorat Jenderal Sumber Daya Air (Ditjen SDA) dan Ditjen Cipta Karya melaksanakan penataan kawasan Pulau Rinca dengan penuh kehati-hatian.

Kementerian PUPR bekerja sama dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) melalui Ditjen Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) yang ditandai dengan penandatanganan kerja sama pada 15 Juli 2020. Menteri PUPR Basuki Hadimuljono mengatakan, pembangunan infrastruktur pada setiap KSPN direncanakan secara terpadu baik penataan kawasan, jalan, penyediaan air baku dan air bersih, pengelolaan sampah, sanitasi, dan perbaikan hunian penduduk melalui sebuah rencana induk pengembangan infrastruktur yang mempertimbangkan aspek lingkungan, sosial dan ekonomi.

Saat ini penataan Pulau Rinca tengah memasuki tahap pembongkaran bangunan eksisting dan pembuangan puing, pembersihan pile cap, dan pembuatan tiang pancang. Untuk keselamatan pekerja dan perlindungan terhadap satwa komodo, telah dilakukan pemagaran pada kantor direksi, bedeng pekerja, material, lokasi pembesian, pusat informasi, dan penginapan ranger.

"Kami selalu didampingi ranger dari Balai Taman Nasional Komodo, sehingga proses pembangunan prasarana dan sarana tidak merusak atau mengganggu habitat komodo," kata Kepala Balai Prasarana Permukiman Wilayah Provinsi NTT Herman Tobo.

Izin Lingkungan Hidup terhadap kegiatan Penataan Kawasan Pulau Rinca di Desa Pasir Panjang, Kecamatan Komodo Kabupaten Manggarai Barat telah terbit pada 4 September 2020 berdasarkan Peraturan Menteri LHK No 16 Tahun 2012 tentang Pedoman Penyusunan Dokumen Lingkungan Hidup yang telah memperhatikan dampak pembangunan terhadap habitat dan perilaku komodo.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement