Senin 26 Oct 2020 13:38 WIB

Amil Hingga Anak Cucu

Sah-sah saja jika orang tua, anak hingga cucu menjadi amil.

Nana Sudiana, Sekjend FOZ & Direksi IZI
Foto:

Ketiga, perbanyaklah dialog dua arah

Semua kita mafhum, bahwa mendidik anak dan generasi muda untuk menjadi atau seperti seorang amil tidak mudah. Amil sebagaimana kita tahu karakter DNA-nya adalah pejuang. Ia terbiasa berkorban untuk orang lain dan mendahulukan kepentingan yang lebih besar.

Dalam konteks kepemimpinan, menjadikan seseorang menjadi amil pada dasarnya sedang menyiapkan sebuah generasi mas'uliyah dengan pundak yang siap menahan beban dakwah. Para amil ini, diharapkan mampu memikul amanah besar dakwah.

Dakwah yang dimaksud di sini tentu saja dakwah zakat dan dakwah Islam secara umum. Para amil yang dididik ini diharapkan juga memilik ibadah yang khsuyuk, punya karakter sabar, jujur dan pemberani. Seorang Ulama menasehati: "Jadilah ahli ibadah sebelum kalian jadi amil".

Dengan situasi ini, menjadi amil tentu saja tak bisa dilimpahkan pada orang-orang yang urusan dirinya sendiri saja belum selesai. Menjadi amil dengan alasan tadi, tak mungki mampu dipikul oleh generasi rebahan, yang terlalu santai hidupnya dan tanpa motivasi yang kuat untuk membantu dan berkorban bagi sesama.   

Dengan besarnya harapan tadi, menjadi amil jelas butuh persiapan panjang serta penyiapan mental yang tak mudah. Dan untuk menguatkan mental anak-anak kita, juga generasi muda amil Indonesia, kita butuh memperkuat dialog dengan anak-anak kita ini.

Dialog ini penting untuk memastikan respon dan kepahaman anak-anak dan generasi muda akan apa yang akan dikerjakan dan dilakukan di masa yang akan datang. Dengan memperbanyak dialog, kita transfer perasaan, keinginan dan harapan secara sadar dalam bingai keyakinan yang sama bahwa masa depan itu akan lebih baik.   

Keempat, ajarkan kasih sayang sejak dini

Mendidik anak ibarat menanam pohon jambu batu. Bisa saja membutuhkan waktu lama untuk sampai memetik hasilnya. Walau lama, kita tetap menunggunya dengan sabar.

Durasi menunggu ini tak sama satu sama lainnya, bahkan bisa bertahun-tahun, itu pun tak pasti. Dan Ketika berbuah pun, di periode awal, belum semua muncul bunga dan apalagi menjadi buah yang banyak.

Lamanya waktu Ketika menunggu, tiba-tiba seolah hilang manakala pohon jambu batunya berbuah. Kira-kira begitulah perasaan kita sebagai orang tua saat mendidik anak. Penuh tantangan dan dinamika. Namun akhirnya terbayar lunas manakala anak yang kita didik berhasil dalam kehidupannya, bahkan lebih baik dari kita semua.               

Kasih sayang, baik terhadap anak maupun sesama manusia ibarat sebuah gelombang. Ia akan merambat dan mengalir melewati medan yang luas. 

Fenomena anak-anak amil yang bermasalah bila kita dalami ternyata masalahnya mereka kurang perhatian dan kasih sayang. Disadari atau tidak, kenapa kita sendiri (para amil) dan juga anak-anak dan generasi muda amil daya juangnya sering melemah, tiada lain juga bisa jadi kurangnya perhatian dan kasih sayang para sesepuh atau pendahulu gerakan zakat ini.

Dengan daya juang yang lemah, maka bisa menggangu estafet dakwah. Dengan kelemahan ini juga, proses pencapaian Langkah menuju cita-cita kebaikan di masa depan bisa semakin berat.

Pelarian anak akan kasih sayang, bisa ke banyak hal. Termasuk ke dalam hal ini adalah munculnya kecanduan anak-anak pada gawai, game online, Youtube dan lain-lain. Hal ini bisa mengakibatkan relasi yang terbangun antar generasi jadi tak normal.

Ada kesulitan komunikasi dan pada akhirnya akan merusak relasi anak-ayah atau sebaliknya. Bahkan bisa juga relasi horisontal antar generasi menjadi tak harmoni. Walau generasi hari ini secara  fisik lebih baik, didukung dengan kemajuan ekonomi dan peningkatan taraf hidup yang semakin baik, nyatanya dari sisi mental, belum tentu hal ini lebih baik.

Di saat seperti inilah orang tua tetap harus memperhatikan anak-anaknya dengan baik dan terus memastikan agar mereka secara masuliyah mentalnya sehat, kuat dan tabah serta berada dalam lingkup kedisplinan dan keyakinan yang baik akan masa depan. Kita juga harus tetap memberikan kasih sayang dan bimbingan dalam segala hal.

Kelima, pastikan mereka paham sebelum menjadi sesuatu

Ketika anak kita ingin kita dorong untuk jadi orang yang sukses dan berhasil dalam hidupnya, maka kita harus sudah menyiapkan mentalnya terlebih dahulu sebelum memberikan nasehat atau mengajarkan sesuatu. Hal ini penting agar ada kesiapan mendasar dari seorang anak terhadap ilmu, pengetahuan dan keterampilan yang akan diajarkan. Inilah yang disebut persiapan pemahaman sebelum ilmu.

Pemahaman ini penting agar Ketika anak-anak mulai menikmati proses pendidikannya, ia telah kuat jiwanya, bahkan kelak siap memimpin masyarakat di lingkungan tempat tinggal dan lingkungan lainnya yang lebih luas. Ia juga nantinya tanpa keterpaksaan akan menyerap ilmu secara maksimal dan secara konsisten akan terus belajar dengan sungguh-sungguh.

Menuntut ilmu bagi seorang anak layaknya berjihad. Selain butuh kesadaran diri yang kuat untuk belajar, ia juga harus mampu menyerap ilmu yang dipelajarinya untuk kebaikan diri dan masyarakatnya. Namanya ilmu, tentu akan mubazir bila justru tak berguna, atau malah justru membuat halyang tidak baik.

Seorang amil yang juga orang tua, tentu saja berkeinginan besar anak-anaknya sanggup menuntut ilmu dan mengenyam pendidikan hingga perguruan tinggi. Mereka bukan hanya harus soleh akhlaknya, tetapi juga menjadi seorang alim, orang yang berilmu dan mulia.

Dengan pemahaman yang baik dan tertanam dalam jiwa seorang anak, bisa jadi kelak ia akan mampu menjadi solusi atas setiap permasalahan umat. Imam Syafii berkata: "Siapa yang masa mudanya tidak digunakan menuntut ilmu, maka dia akan merasakan kehinaan sepanjang hidupnya".

Disclaimer: Retizen bermakna Republika Netizen. Retizen adalah wadah bagi pembaca Republika.co.id untuk berkumpul dan berbagi informasi mengenai beragam hal. Republika melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda baik dalam dalam bentuk video, tulisan, maupun foto. Video, tulisan, dan foto yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim. Silakan kirimkan video, tulisan dan foto ke [email protected].
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement