Ahad 25 Oct 2020 00:27 WIB

Normalisasi Sudan-Israel Tunggu Restu Dewan Legislatif

Normalisasi Sudan-Israel baru berjalan resmi jika dapat persetujuan dewan legislatif

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Christiyaningsih
Perempuan Sudan memegang bendera nasional. Normalisasi Sudan-Israel baru berjalan resmi jika dapat persetujuan dewan legislatif. Ilustrasi.
Foto: EPA-EFE/MARWAN ALI
Perempuan Sudan memegang bendera nasional. Normalisasi Sudan-Israel baru berjalan resmi jika dapat persetujuan dewan legislatif. Ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, KHARTOUM -- Plt Menteri Luar Negeri Sudan Omar Gamareldin mengatakan perjanjian normalisasi diplomatik dengan Israel bisa berlaku secara resmi jika telah mendapat persetujuan dewan legislatif. Saat ini badan tersebut belum dibentuk karena Sudan masih diatur pemerintahan transisi.

"Kesepakatan normalisasi dengan Israel akan diputuskan setelah selesainya lembaga konstitusional melalui pembentukan dewan legislatif," kata Gamareldin di TV pemerintah, dikutip laman Aljazirah pada Jumat (23/10).

Baca Juga

Nantinya Dewan Sudan perlu dibentuk berdasarkan kesepakatan pembagian kekuasaan antara perwira militer dan warga sipil. Perwakilan kedua golongan itu telah menjalankan Sudan secara bersama-sama sejak mantan presiden Omar al-Bashir digulingkan pada 2019. Belum jelas kapan majelis tersebut akan terbentuk.

Sebelumnya Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump dengan bangga mengumumkan kesepakatan normalisasi diplomatik antara Israel dan Sudan. “Ini akan menjadi negara ketiga yang melakukan normalisasi, dan kami akan memiliki lebih banyak lagi negara yang akan datang,” kata Trump.

Sebelumnya pemerintahan Trump memang telah berhasil memediasi kesepakatan normalisasi diplomatik Israel dengan Uni Emirat Arab (UEA) dan Bahrain. Awal pekan ini AS memutuskan menghapus Sudan dari daftar negara pendukung terorisme. Label itu telah disandang Sudan sejak 1993.

Namun Sudan diharuskan menyetor kompensasi sebesar 335 juta dolar AS kepada Negeri Paman Sam. Sejak itu Sudan menempatkan dana tersebut di rekening penampungan khusus untuk korban serangan al-Qaeda di kedutaan besar AS di Kenya dan Tanzania pada 1998.

Dalam proses lobi terkait daftar negara sponsor terorisme, Washington diduga turut mendorong Sudan untuk membuka hubungan diplomatik dengan Israel. Perdana Menteri Sudan Abdalla Hamdok pernah mengatakan normalisasi hubungan dengan Israel adalah masalah rumit. Ia menyebut hal itu membutuhkan perdebatan luas di dalam masyarakat.

Hamdok menjelaskan kesepakatan apa pun dengan Israel berisiko merusak persatuan politik Sudan yang rapuh. "Ini adalah masalah yang memiliki banyak komplikasi lain. Ini membutuhkan diskusi mendalam di dalam masyarakat kita," ujarnya pada 27 September lalu dikutip laman Al Araby.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement