Kamis 22 Oct 2020 17:45 WIB

Sri Mulyani Andalkan APBN untuk Pulihkan Permintaan

Pelemahan permintaan ditandai dengan konsumsi rumah tangga yang kontraksi 5,51 persen

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Nidia Zuraya
Menteri Keuangan Sri Mulyani.
Foto: Dok. Kementerian Keuangan
Menteri Keuangan Sri Mulyani.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Pemerintah menaruh harapan besar pada kebijakan fiskal dalam sisa 2,5 bulan ini untuk dapat mengakselerasi pemulihan ekonomi. Khususnya dari sisi permintaan yang mengalami tekanan akibat perlambatan aktivitas ekonomi pada masa pandemi Covid-19.

Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan, pelemahan permintaan ditandai dengan konsumsi rumah tangga yang mengalami kontraksi 5,51 persen pada kuartal kedua. Berbagai kebijakan dibuat dan dilaksanakan untuk mendorong daya beli masyarakat. Salah satunya melalui Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) ke masyarakat dan dunia usaha dengan total anggaran Rp 695,2 triliun.

Baca Juga

"Kami berharap, APBN dalam waktu hanya 2,5 bulan bisa betul-betul dimaksimalkan untuk bisa meningkatkan pemulihan ekonomi, terutama dari sisi demand," tuturnya dalam Rapat Koordinasi Nasional Pengendalian Inflasi 2020 secara virtual, Kamis (22/10).

Prioritas pemerintah untuk mendorong permintaan bukan tanpa sebab. Sri menjelaskan, postur Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia didominasi dengan konsumsi rumah tangga, yaitu lebih dari 57 persen. Ketika komponen ini mengalami perlambatan, bahkan kontraksi, pertumbuhan ekonomi Indonesia pun ikut mengalami tren serupa.

Ketika permintaan sudah mulai meningkat, Sri menjelaskan, pemerintah juga fokus ke sisi ketersediaan. Pemberian insentif ke dunia usaha dilakukan dalam bentuk pajak maupun kredit modal kerja. Sejalan dengan itu, menjaga daya beli masyarakat dilakukan untuk memberikan kepastian kepada para produsen.

Keseimbangan antara suplai dan permintaan ini yang disebutkan Sri sebagai prioritas pemerintah bersama dengan Bank Indonesia (BI). "Sehingga akhirnya target inflasi akan tetap terjaga pada tingkat yang diinginkan," katanya.

Berbagai langkah masih ditunjang dengan kebijakan-kebijakan di Kementerian/ Lembaga (K/L). Misalnya, pembangunan food estate di sektor pertanian dan upaya lain di sektor perdagangan maupun industri yang selama ini menjadi tulang punggung perekonomian Indonesia.

Untuk Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM), Sri mengatakan, pemerintah telah memberikan perhatian khusus. Di antaranya dengan mengalokasikan Rp 123,46 triliun dalam PEN untuk diserap dalam berbagai bentuk program seperti restrukturisasi kredit.

Presiden Joko Widodo juga telah memberikan Bantuan Presiden (Banpres) produktif ke hampir 12 juta UMKM dari target 15 juta UMKM penerima. "Hal ini menggambarkan, usaha kecil menengah yang selama ini menjadi backbone dan sekaligus faktor pengaman dalam gejolak ekonomi, mendapatkan perhatian luar biasa dari pemerintah," tutur Sri.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement