Kamis 22 Oct 2020 13:38 WIB
Cerita di Balik Berita

Jadi Saksi Lepasnya Timor Timur dari Indonesia

Ada sesak saat meninggalkan Timtim yang kini dikuasai Australia.

M Subroto, Jurnalist Republika
Foto:

Sambil menunggu pertemuan aku mengobrol dengan wartawan Timtim. Sebagian mereka masih bekerja untuk media di Jakarta. Mereka bilang, kehidupan pascajajak pendapat tak lebih baik dibandingkan saat mereka masih bergabung dengan Indonesia.

“Dulu kami jadi warga kelas dua, sekarang jadi warga kelas empat,” keluh seorang koresponden sebuah surat kabar di Jakarta. “Dulu kalau mengirim berita kami bisa titip faks di Kodim, sekarang mana bisa lagi,” timpal yang lain.

Aku tak banyak menanggapi. Presiden Habibie menurutku sudah mengambil keputusan sangat bijak untuk memberi kesempatan masyarakat Timtim memilih jalan mereka. Selama ini masalah Timtim selalu jadi ganjalan Indonesia di dunia internasional.Timtim sudah mengambil keputusan. Lebih dari 78 persen warganya menolak untuk bergabung dengan Indonesia. Sisanya yang menerima harus mengikuti yang menang.

Jalan memisahkan diri telah mereka ambil. Apa pun yang mereka pilih itu hak mereka. Bukankan kemerdekaan itu hak segala bangsa? Soal lebih makmur atau malah menjadi menderita, itu masalah lain.

Usai pertemuan, diadakan jumpa pers. Singkat saja. Dalam waktu pendek aku harus mengambil angle yang paling menarik untuk jadi bahan tulisan. Aku mencatat hal-hal yang penting dan merekamnya.

Aku masih sempat makan siang dengan terburu-buru. Harus menulis berita dengan tangan secepatnya, sehingga sampai di Kupang nanti tinggal mengirimnya melalui faksimili. Apalagi waktu Dili dua jam lebih cepat dari Jakarta.

Kami kembali dikawal menuju bandara. Iring-iringan mobil meluncur sampai ke tangga pesawat.

Tak ada kesempatan sedikitpun untuk berkeliling kota Dili. Di bandara, pesawat CN-235 sudah siap mengudara. Begitu sampai tangga pesawat, kami langsung naik, dan terbang menuju Kupang.

Ada sesak yang terasa saat meninggalkan Timtim. Provinsi yang dulu diperjuangkan dengan darah dan air mata itu kini ‘dikuasai’ Australia.  

Ini kunjungan yang sangat singkat. Dari mendarat sampai terbang lagi hanya sekitar tiga jam saja. Bukan kunjungan, ini lebih tepat disebut jadi tawanan.

Tips meliput jumpa pers

- Pelajari masalah yang akan disampaikan dalam jumpa pers

- Usahakan mendapatkan media kit sebagai bahan awal untuk menulis

- Jangan datang terlambat

- Pastikan bahwa yang disampaikan bukan off the record

- Catat dan rekam peryataan yang penting

- Pastikan angle yang akan diambil pada saat jumpa pers masih berlangsung

- Ajukan pertanyaan sesuai dengan angle yang sudah dipilih

- Jika ada pertanyaan eksklusif, sampaikan sendiri kepada narasumber setelah jumpa pers

- Catat nama dan jabatan narasumber dengan benar

- Minta nomor kontak narasumber.

Disclaimer: Retizen bermakna Republika Netizen. Retizen adalah wadah bagi pembaca Republika.co.id untuk berkumpul dan berbagi informasi mengenai beragam hal. Republika melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda baik dalam dalam bentuk video, tulisan, maupun foto. Video, tulisan, dan foto yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim. Silakan kirimkan video, tulisan dan foto ke [email protected].
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement