Kamis 22 Oct 2020 03:23 WIB

Penggambaran Muslim di TV Barat Dinilai Masih Keliru

Representasi Muslim di media dan hiburan masih menekankan pada terorisme

Rep: Mabruroh/ Red: Esthi Maharani
Ilustrasi Terorisme
Foto: MgIT03
Ilustrasi Terorisme

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tokoh-tokoh muslim sudah mulai banyak masuk dalam dunia perfilman di dunia hiburan. Sayangnya, masih banyak penggambaran yang keliru mengenai muslim seperti yang ditayangkan di banyak televisi di barat.

Misalnya film Thriller Hit Jed Mercurio yang dirilis pada 2018 lalu. Serial ini awalnya menggambarkan Nadia sebagai korban yang perlu diselamatkan dari suaminya, seorang teroris. Namun, plot twistnya diungkapkan bahwa tokoh perempuan tersebut adalah dalang teroris.

Netflix's Bard of Blood yang diproduksi oleh aktor Bollywood, Shahrukh Khan, juga menampilkan Muslim sebagai teroris. Kemudian adegan melepas jilbab juga sering ditampilkan di film dan TV, seolah mengisyaratkan penolakan perempuan muslim terhadap keyakinan dan mengadopsi gaya kebebasan barat. Seperti dalam drama remaja di Spanyol, Netflix, Elite.

Dilansir dari The Guardian pada Rabu (21/10), menurut laporan tahunan Tell MAMA 2017 mencatat peningkatan Anti-Muslim atau Islamophobia dengan 1.201 insiden terverifikasi, meningkat 26 persen dari tahun sebelumnya. Sedangkan pada 2018 ada 1.072 serangan terverifikasi.

Dr Nour Halabi, dosen ras, migrasi dan gerakan sosial di Universitas Leeds, mengatakan, representasi Muslim di media dan hiburan menekankan posisi mereka sebagai musuh permanen dengan penekanan khusus pada terorisme. Pada akhirnya, banyak dari representasi yang keliru ini bermuara pada struktur kekuasaan di balik layar.

Amna Saleem, penulis skenario dan penyiar di balik Beta Female--sitkom BBC Radio 4 tentang seorang wanita Skotlandia-Pakistan yang mencoba menavigasi keluarga, karier, dan pacar kulit putih-- mengatakan, kadang-kadang harus memulai dengan stereotip itu untuk memikat penonton dan lalu merevisinya.

Berdasarkan pengalamannya di industri hiburan, dia mengatakan bahwa penggambaran yang homogen masih berlaku dan telah menunjukkan kepadanya perlunya keragaman di balik layar.

"Sebagian besar representasi perempuan Muslim, bahkan oleh laki-laki Muslim, perlu direvisi. Untuk berada di industri ini ada langkah-langkah, ada hal-hal yang perlu dilakukan sebelum kamu dapat memiliki otonomi kreatif sepenuhnya. Begitulah cara kerjanya. Dari luar, banyak yang percaya bahwa penulis memiliki lebih banyak kekuatan daripada yang mereka miliki dan ini sering kali mengarah pada pendekatan reaksioner dari komunitas terhadap penulis baru, alih-alih memberi mereka ruang untuk bekerja dan berkembang," kata Amna Saleem.

Sebenarnya kata Amna Saleem tentu saja ada beberapa pertunjukkan yang bertentangan dengan arus. Di antaranya komedi Ramy Hulu yang bercerita tentang seorang laki-laki Muslim Arab-Amerika generasi pertama yang berjuang untuk menyeimbangkan keyakinannya dengan identitasnya sebagai seorang Amerika, pasca 11/9. Namun tetap ada kritikan terkait pengembangan karakter tokoh di dalamnya.

Mungkin di tahun-tahun mendatang, akan ada peningkatan dalam hal identitas muslim dan menjadi lebih kompleks dan lebih dari dua dimensi. Tetapi saat ini belum bisa, karena menurut Ofcom, hanya 1 persen profesional industri TV yang menggambarkan diri mereka sebagai Muslim, dibandingkan 16 persen yang diidentifikasi sebagai Kristen.

Representasi nyata akan ada ketika karakter dan cerita tentang Muslim bisa menjadi lebih dari sekadar baik atau buruk. Ini nantinya akan menjadi rumit dan berantakan dan tidak dapat diprediksi, dan untuk itu dibutuhkan lebih banyak penulis dan kreatif Muslim. Tentunya lebih banyak wanita yang harus memiliki otonomi kreatif yang lebih besar.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement