Rabu 21 Oct 2020 15:42 WIB

Bagaimana Video Game Digunakan untuk Kampanye Pilpres AS?

Bagaimana video game digunakan untuk kampanye pilpres AS?

Rep: deutsche welle/ Red: deutsche welle
Joe Biden
Joe Biden

Ketika presiden Amerika Serikat (AS) terpilih pada 3 November mendatang, kampanye pilpres yang sengit akan berakhir. Kampanye kali ini berbeda, karena pandemi telah mengubah situasi ekonomi dan kehidupan sosial. Namun, seperti yang selalu terjadi dalam situasi krisis, ada yang kalah dan yang menang.

Dalam situasi pandemi, industri video game mendapat keuntungan karena banyak orang menghabiskan lebih banyak waktu di rumah. Penjualan konsol game, langganan game, dan game perorangan telah meningkat tajam selama pandemi virus corona menghantam dunia.

Permainan video ''Animal Crossing: New Horizons'' yang rilis pada Maret lalu termasuk dalam tren ini. Dalam permainan ini, pemain dapat melakukan perjalanan ke pulau-pulau virtual tempat mereka bisa memancing, menggoyangkan pohon agar buahnya jatuh, membangun rumah, dan berbicara dengan hewan. Sampai saat ini, Animal Crossing telah terjual sekitar 22,4 juta kopi di seluruh dunia. Tapi, ada yang lebih menarik dari itu.

Platform untuk pesan politik

Aktivis politik dan politisi memanfaatkan permainan video untuk menciptakan kesadaran di masyarakat atas isu-isu sosial politik. Aktivis Black Lives Matter, misalnya, membuat sebuah monumen di salah satu pulau di Animal Crossing yang menampilkan potret George Floyd, Breonna Taylor, dan warga kulit hitam korban kebrutalan polisi lainnya.

Protes Black Lives Matter secara virtual juga berlangsung di permainan video popular, termasuk The Sims, Grand Theft Auto dan World of Warcraft.

Contoh lainnya, anggota Kongres AS Alexandria Ocasio-Cortez (AOC) menjalankan tur kampanye pemilu lewat karakter virtual di Animal Crossing. Di sana, AOC menyampaikan pesan pribadi kepada penduduk pulau. Pemain game juga berkesempatan memasang poster kampanye yang mendukung kandidat capres AS dari Partai Demokrat Joe Biden dan pasangannya Kamala Harris di halaman depan virtual mereka.

Namun, tidak ada poster resmi Presiden AS Donald Trump di dalam permainan tersebut. Seorang juru bicara Presiden AS mengatakan kampanye Trump akan terus menggunakan sumber dayanya untuk berkampanye di dunia nyata, "dengan orang Amerika yang sebenarnya."

Iklan di video game

Kampanye pemilu sebenarnya telah sejak lama menggunakan video game. Ini bukanlah fenomena baru. Dulu, permainan video diprogram hanya untuk tujuan itu, mengiklankan suatu partai atau kandidat dengan jangkauan terbatas.

Tetapi iklan dalam video game hanya menjadi semacam aksesori dan bukan tujuan utama permainan video tersebut, sama halnya seperti iklan di media sosial.

"Iklan komersial dalam video game tidak pernah mencapai level seperti yang diprediksi 10 tahun lalu – bahkan (levelnya) lebih rendah lagi dalam iklan politik," ujar pakar komunikasi Christoph Klimmt kepada DW.

Dia mengatakan bahwa kendala teknologi tetap menjadi masalah utama dalam menciptakan jangkauan yang lebih luas. "Mengintegrasikan iklan relatif rumit karena ini adalah produk perangkat lunak interaktif, dan karenanya butuh banyak ruang,” tambahnya.

Itulah mengapa ahli strategi kampanye berpikir dua kali apakah upaya mendapat keuntungan di video game bisa bermanfaat atau tidak.

Barack Obama yang pertama gunakan iklan dalam game

Mantan Presiden AS Barack Obama adalah yang pertama yang menggunakan iklan dalam video game saat kampanye pilpres AS tahun 2008. Baliho virtual potret dirinya muncul di 18 video game populer, termasuk game bola basket NBA Live 08 dan Burnout Paradise, hingga game balapan.

"Kami memiliki tim kampanye yang sangat pintar. Dan kami mendapat dana yang sangat banyak pada kampanye pilpres 2008 sehingga kami memiliki kebebasan finansial dan kapasitas untuk mencoba hal-hal seperti itu," kata van der Laar, ilmuwan komunikasi sekaligus manajer kampanye untuk Obama kala itu, kepada DW.

Tapi, para pemain juga agak sensitif saat memainkan game mereka. Mereka cepat mengeluh bila penggambaran pahlawan mereka tidak sesuai ekspektasi. Saat bermain game berlatar Abad Pertengahan Eropa, sebagian besar pemain memilih cerita tanpa karakter LGBT+ dan tanpa karakter Kulit Hitam. Mereka juga lebih suka game yang secara umum tidak politis.

'Game memiliki potensi politik yang sangat besar'

Komplikasi politik terhadap konten cenderung dianggap mengganggu, sehingga pengembang game akan mengabaikannya.

"Saya tidak tahu apakah ini cara terbaik untuk melayani audiens, tetapi faktanya adalah orang yang menghabiskan banyak waktu dan uang untuk permainan video, tertarik pada pengalaman bermain game yang intensif dan tidak ingin diganggu oleh kompleksitas politik dan bagaimana membuat dunia menjadi tempat yang lebih baik, "kata Klimmt.

Tapi politik dan permainan video tidak berarti harus terpisah satu sama lain, menurut Klimmt. Dia yakin ada "potensi politik yang sangat besar dalam kombinasi canggih antara pesan politik atau sosial dengan nilai hiburan dari sebuah permainan," tutupnya. (pkp/gtp)

Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan deutsche welle. Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab deutsche welle.
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement