Rabu 21 Oct 2020 06:26 WIB

Di Muktamar Santri, PWNU Ungkap Empat Persoalan di Papua

PWNU Papua menyebut ada empat persoalan di Papua.

Rep: Fuji E Permana/ Red: Muhammad Hafil
Di Muktamar Santri, PWNU Ungkap Empat Persoalan di Papua. Foto: Salah satu masjid umat Islam di Jalan Sultan Hassanudin, Distrik Agats, Kabupaten Asmat, Papua, Rabu (7/2).
Foto: Republika/Muhyiddin
Di Muktamar Santri, PWNU Ungkap Empat Persoalan di Papua. Foto: Salah satu masjid umat Islam di Jalan Sultan Hassanudin, Distrik Agats, Kabupaten Asmat, Papua, Rabu (7/2).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Papua sekaligus anggota Majelis Rakyat Papua, Tony Wanggae menjadi narasumber Muktamar Pemikiran Santri Nusantara seri ke-5 bertema 'Santri Bicara Papua, Menjadi Papua, Menjadi Indonesia' yang diselenggarakan secara virtual pada Selasa (20/10). Ketua PWNU Papua ini mengungkapkan empat persoalan besar di Papua.

Tony mengatakan, ada empat persoalan besar yang sedang dihadapi di Papua saat ini. Empat persoalan besar ini merupakan kesimpulan hasil diskusi terfokus yang dilakukan dialog antar iman bersama forum kerukunan umat beragama (FKUB) di Papua tahun 2014.

Baca Juga

"Kami mendapat empat kesimpulan terkait persoalan utama di Papua yang menjadi dinamika sosial, keagamaan dan politik di Nusantara atau di Papua ini," kata Tony saat Muktamar Pemikiran Santri Nusantara seri ke-5, Selasa (20/10).

Ia menjelaskan, pertama, ada primordialisme kesukuan di Papua. Dengan adanya otonomi khusus di Papua sejak tahun 2001, di sana muncul primordialisme kesukuan. Jadi ada fanatisme kesukuan yang berlebihan antara masyarakat di pesisir, rawa, lembah dan pegunungan.

Kedua, ada fanatisme keagamaan di Papua. Akibatnya muncul fanatisme keagamaan dari masing-masing agama, termasuk ada fanatisme di internal agama masing-masing. Selain itu muncul paham-paham radikalisme.

"Ketiga, ada marginalisasi orang Papua. Kami melihat orang asli Papua mayoritasnya semakin terpinggirkan, baik dari sisi sosial, ekonomi dan lain lain," ujarnya.

Tony menjelaskan, persoalan keempat adalah bonus demografi di Papua. Masuknya penduduk dari luar daerah ke Papua juga menjadi pemicunya. Berdasarkan data yang ada di Papua khususnya di Jayapura saja, pertumbuhan penduduknya tertinggi sedunia yaitu 4 persen per tahun.

Pertumbuhan penduduk itu dari kelahiran dan masuknya saudara-saudara dari luar Papua ke Papua. Karena adanya otonomi khusus kemudian membuka ruang ekonomi dan sosial di Papua. Sehingga terjadi bonus demografi khususnya di kota-kota besar di Papua seperti di Jayapura, Timika dan Merauke.

"Sehingga terjadi gap, ini penyebab terjadinya dinamika sosial, adanya kecemburuan dan lain sebagainya, itu empat persoalan besar yang harus kita jawab," jelasnya.

Tony juga mengapresiasi peran Menteri Agama (Menag) Fachrul Razi. Menurutnya sangat tepat kemarin Menag melakukan sebuah program yang menyentuh hati orang Papua. Yaitu program Kita Cinta Papua Kemenag. Kemenag mendirikan kantor FKUB di Jayapura dan lain sebagainya.

Menurutnya, program Kita Cinta Papua sangat penting karena melakukan pembangunan di Papua harus menggunakan pendekatan kasih. Sebab kasih menembus batas, sehingga bisa menembus batas batas suku, agama, ras dan lain sebagainya.

"Saya pikir pendekatan yang harus dilakukan terhadap Papua adalah pendekatan kasih dalam bahasa Islam disebut rahmat, setelah kita melakukan pendekatan kasih kita bisa mengenal orang Papua," kata Tony.

Muktamar Pemikiran Santri Nusantara seri ke-5 ini digelar sebagai bagian dari rangkaian acara peringatan Hari Santri 2020 bertema 'Santri Sehat Indonesia Kuat'. Menag membuka Muktamar ini. Sejumlah narasumber yang diundang pada Muktamar seri ke-5 ini di antaranya Deputi V Kantor Staf Kepresidenan (KSP) Jaleswari Pramodhawardhani, Anggota Ombudsman Ahmad Suaedy, Ketua PWNU Papua dan Anggota Majelis Rakyat Papua Tony Wanggae, dan Dosen IAIN Jayapura Ade Yamin.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement