Selasa 20 Oct 2020 23:21 WIB

Kemenperin Dorong Industri Pengolahan Sagu Tumbuh

Mendongkrak industri pengolahan sagu akan wujudkan ketahanan pangan nasional

Rep: Iit Septyaningsih/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Pengembangan pangan lokal menjadi salah satu program yang sedang digaungkan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo sebagai upaya diversifikasi pangan di tengah Pandemi Covid 19. Beberapa jenis komoditas pangan lokal menjadi andalan untuk dikembangkan saat ini seperti ubi kayu, ubijalar, talas, ganyong, porang, sagu dan lainnya.
Foto: istimewa
Pengembangan pangan lokal menjadi salah satu program yang sedang digaungkan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo sebagai upaya diversifikasi pangan di tengah Pandemi Covid 19. Beberapa jenis komoditas pangan lokal menjadi andalan untuk dikembangkan saat ini seperti ubi kayu, ubijalar, talas, ganyong, porang, sagu dan lainnya.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mendorong tumbuhnya industri pengolahan sagu demi mendorong hilirisasi komoditas potensial tersebut. Upaya strategis ini diyakini bakal mendongkrak nilai tambah sagu sekaligus mewujudkan ketahanan pangan nasional.

“Hilirisasi produk sagu diharapkan mampu meningkatkan nilai tambah bagi masyarakat dan penyerapan tenaga kerja. Sekaligus meningkatkan potensi pajak dan pendapatan asli daerah, yang pada akhirnya akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi di wilayah tersebut,” kata Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita dalam acara Pekan Sagu Nusantara (PSN) bertema 'Sagu Pangan Sehat untuk Indonesia Maju' di Jakarta, Selasa (20/10).

Menperin menyebutkan, saat ini sebanyak 50,33 persen total luas tanaman sagu Indonesia berada di Pulau Papua. Pemerintah telah menjadikan program peningkatan pengelolaan sagu nasional sebagai salah satu program prioritas. 

“Hal itu sejalan dengan kebijakan Bapak Presiden Joko Widodo dalam melakukan pembangunan Indonesia melalui wilayah pinggiran,” jelas dia. Agus melanjutkan, pemerintah memasukkan pengolahan sagu dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024. 

Itu berarti, pemerintah memandang sagu sebagai bagian penting dan strategis bagi ketahanan pangan nasional. Terutama menghadapi krisis pangan seperti yang diprediksi oleh Food and Agriculture Organization of the United Nations (FAO). 

Agus menyampaikan, sagu merupakan tanaman asli Indonesia yang dapat menjadi alternatif pangan nasional. Sejak zaman dahulu, sagu telah menjadi pangan utama masyarakat kawasan timur Indonesia. Bahkan, kini telah banyak bentuk produk turunan dari sagu seperti glukosa, yang dihasilkan melalui pemanfaatan pati dan dapat dijadikan ethanol dan fruktosa dalam industri makanan dan minuman. 

Ia menambahkan, pandemi Covid-19 juga memberikan pembelajaran bagi semua pihak bahwa ketahanan pangan sangatlah penting. “Di tengah pandemi saat ini, ketahanan pangan nasional menjadi tantangan besar bagi pemerintah untuk terus berupaya memastikan pasokan pangan yang sehat kepada masyarakat,” tuturnya.

Maka masa pandemi dinilai menjadi momentum baik guna membangun kedaulatan pangan melalui program diversifikasi produk dan konsumsi. “Pengembangan sagu sebagai salah satu pangan pokok perlu diakselerasi. Sebab, selain berbasis kearifan lokal, hilirisasi sagu juga dapat menjaga ketahanan pangan nasional,” ujar Agus. 

Kemudian, dalam rangka Pekan Sagu Nusantara 2020, Menperin pun memberikan apresiasi kepada pemerintah daerah dan para pelaku Industri Kecil Menengah (IKM) yang telah mengembangkan sagu dengan berbagai inovasi menjadi makanan dan aneka produk turunannya. 

“Kami berharap sagu sebagai pangan sehat dapat terus disosialisasikan dan dikembangkan melalui program pembangunan sagu yang dilakukan secara terpadu dari hulu sampai hilir dengan melibatkan seluruh stakeholder dan terus digulirkan menjadi program yang berkelanjutan untuk memaksimalkan potensi sagu untuk mendukung ketahanan pangan dan energi,” ujarnya. 

Gubernur Provinsi Papua Barat Dominggus Mandacan menyampaikan, potensi pengembangan sagu di provinsi tersebut masih luar biasa. Dari 510 ribu hektare lahan sagu, yang digarap baru sekitar 20 ribu hektare atau setara 3,93 persen, selebihnya berupa hutan sagu. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement