Selasa 20 Oct 2020 06:38 WIB

Tak Ada Salaman di Pertemuan Menhan Austria dan Prabowo

Presiden Austria ikut berkomentar rencana Prabowo membeli 15 jet Eurofighter Typhoon.

Rep: Der Standard/DW/ Red: Erik Purnama Putra
Menteri Pertahanan Letjen (Purn) Prabowo Subianto.
Foto: Antara/M Risyal Hidayat
Menteri Pertahanan Letjen (Purn) Prabowo Subianto.

REPUBLIKA.CO.ID, WINA -- Waktunya telah telah tiba pada Selasa (20/10) pagi, begitu media utama Austria, Der Standard pada Senin (19/10), melaporkan agenda pertemuan Menteri Pertahanan (Menhan) Austria Klaudia Tanner dan Menhan RI Letjen (Purn) Prabowo Subianto di Kementerian Pertahanan (Kemenhan) Austria, Kota Wina. Tentu saja, keduanya bertemu untuk membahas penjualan 15 jet Eurofighter Typhoon Tranche 1 yang kini tidak digunakan lagi oleh Angkatan Udara Austria, dan ternyata diminati Indonesia.

Media tersebut menyatakan, pertemuan Tenner dan Prabowo yang dijadwalkan berlangsung sejam, berjalan tidak seperti biasanya. Karena keduanya tidak menjalani sesi jabat tangan di depan kamera. Adapun Kemenhan Austria hanya mengirimkan siaran pers kepada media. Hanya saja, Prabowo yang menjalani tur Eropa dikabarkan juga tertarik dengan tawaran membeli pesawat lain, seperti Rafale (Prancis) dan Gripen (Swedia).

Tindakan seperti itu dilakukan Austria, lantaran tamu negara yang datang memiliki masa lalu bermasalah. Prabowo yang memainkan peran sentral di militer sebagai menantu penguasa pada saat itu, diduga terlibat dalam berbagai pelanggaran hak asasi manusia (HAM). Prabowo yang memimpin Kopassus dikenal pernah terlibat penembakan di Timor Timur. Kantor Kemenhan Austria telah mendapat informasi lengkap tentang masa lalu Prabowo.

Juru bicara pertahanan Partai Hijau yang menjadi oposisi, David Stögmüller mengatakan, pihaknya mempertimbangkan rekam jejak tamunya tersebut. Dia menyinggung harus ada pertimbangan bagi Kemenhan Austria untuk menjual armada pesawat tempur itu tidak ke Indonesia jika ada negara lain berminat.

"Pertama harus diklarifikasi apakah tidak ada negara lain yang tertarik dengan Eurofighter dan tidak ada masalah seperti di Indonesia." Stögmüller memberi catatan tambahan untuk Tanner, "Pada pengangkatannya, menteri juga harus menangani masalah hak asasi manusia yang masih ada sampai sekarang."

Presiden Austria Alexander Van der Bellen, mengaku, ikut mencermati tentang kedatangan Prabowo yang ingin membeli Typhoon. "Merupakan tugas menteri pertahanan untuk memeriksa permintaan tersebut dengan cermat dan menarik kesimpulan yang sesuai," kata Bellen.

Pada Ahad (18/10), juru bicara pertahanan Partai Kebebasan (FPÖ), Reinhard Bösch, menganggap, prospek kesepakatan penjualan pesawat dengan Jakarta "sangat rendah". Karena hal itu akan membutuhkan persetujuan tegas dari empat negara produsen Eurofighter, yaitu Jerman, Inggris, Italia, dan Spanyol, serta restu dari Amerika Serikat (AS) dan perusahaan Airbus. Bösch melanjutkan, "Bertentangan dengan pengumuman tegas mereka, Tanner belum mengenal Eurofighter hingga hari ini."

Deutsche Welle (DW) pada 2017, menurunkan laporan, Menhan Austria kala itu Hans Peter Doskozil, mengeklaim pembelian 15 jet tempur dari Airbus seharga 2 miliar euro atau sekitar Rp 33,6 triliun pada 2003 tersebut merugikan negara. Kerugian yang dialami Austria diperkirakan mencapai 1,1 miliar euro, karena membeli pesawat dengan harga lebih mahal dari pasaran.

Beberapa politikus disebut menerima imbalan atas pembelian Typhoon. Austria pun terbelit kasus dengan konsorsium Eurofighter yang terdiri perusahaan dari Prancis, Inggris, dan Italia. Kemenhan Austria pun pada 2017, menyampaikan, rencana untuk mengandangkan Typoon pada 2020, dengan alasan biaya perawatan dan operasional tinggi.

Alhasil muncul kabar pemerintah ingin melego pesawat dengan mesin Tranche 1 tersebut ke negara yang memerlukan. gayung bersambut dengan Prabowo yang ingin membelinya untuk memperkuat armada TNI AU.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement