Selasa 20 Oct 2020 05:20 WIB

Selandia Baru Bentuk Parlemen Inklusif

Kandidat non-kulit putih, LGBT, dan perempuan masuk dalam parlemen.

Rep: Lintar Satria/ Red: Teguh Firmansyah
Perdana Menteri Selandia Baru Jacinda Ardern berbicara di acara malam pemilihan partai Buruh Selandia Baru di Auckland, Selandia Baru, 17 Oktober 2020. Jacinda Ardern memenangkan masa jabatan kedua dalam pemilihan umum Selandia Baru.
Foto: EPA-EFE/DAVID ROWLAND
Perdana Menteri Selandia Baru Jacinda Ardern berbicara di acara malam pemilihan partai Buruh Selandia Baru di Auckland, Selandia Baru, 17 Oktober 2020. Jacinda Ardern memenangkan masa jabatan kedua dalam pemilihan umum Selandia Baru.

REPUBLIKA.CO.ID, WELLINGTON -- Parlemen Selandia Baru tahun ini menjadi parlemen yang paling inklusif dalam sejarah negara itu. Sejumlah kandidat non-kulit putih, LGBT (lesbian, gay, biseksual, dan transgender), dan perempuan berhasil terpilih.

Partai Buruh yang berkuasa berhasil menang telak dalam pemilihan umum akhir pekan lalu. Keberhasilan Perdana Menteri Jacinda Ardern dalam menangani Covid-19 membawanya ke periode kedua.

Meskipun meraih cukup suara untuk memerintah sendiri. Ardern sedang bernegosiasi dengan mantan sekutu Partai Hijau untuk membangun koalisi yang lebih besar.

Partai Buruh meraih 64 dari 120 kursi parlemen. Artinya lebih dari setengah dari total kursi. Lebih dari separuhnya adalah kandidat perempuan.

Partai itu juga memiliki 16 anggota parlemen dari masyarakat adat Maori, pemimpin pertama asal Afrika, Ibrahim Omar, dan Vanushi Walters yang berasal dari Sri Lanka.

"Ini parlemen paling beragam dalam hal perwakilan gender, dan etnis minoritas dan suku adat," kata Profesor Paul Spoonley dari fakultas humaniora dan sosial pada Universitas Massey, seperti dikutip the Guardian, Senin (19/10).

Sekitar 10 persen dari 120 kursi Anggota Parlemen berasal dari kelompok lesbian, gay, biseksual dan transgender. Partai Hijau memenangkan 10 kursi di parlemen dan sebagian besar perempuan, tokoh adat atau kaum LGBTQ.

Spoonley mengatakan mayoritas anggota parlemen yang baru terpilih juga lebih muda. "Banyak di antara mereka adalah milenial," kata Spoonley.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement