Senin 19 Oct 2020 16:30 WIB

Haruskah Ada Liga Pilkada 2020?

Alasan munculnya klaster baru menjadi penyebab tidak keluarnya izin dari kepolisian.

Rep: Fitriyanto/ Red: Muhammad Akbar
Fitriyanto
Foto: istimewa
Fitriyanto

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sedianya penggemar basket di tanah air, hari ini sedang dihibur oleh pebasket idolanya yang tampil di babak playoff IBL 2020. Namun sayang, liga basket tertinggi di tanah air ini urung dilanjutkan.

Penyebabnya pihak kepolisian tidak memberi izin buat kegiatan olahraga yang seharusnya digelar 13-27 Oktober 2020 di Mahaka Arena, Kelapa Gading, Jakarta. Hal serupa juga terjadi pada penyelenggaraan kompetisi sepak bola Liga 1 yang belum dapat dipastikan kapan akan bisa digelar kembali.

Pembatalan itu dilakukan karena angka infeksi Covid-19 masih tinggi sehingga pihak kepolisian tidak memberikan lampu hijau untuk kegiatan olahraga di Indonesia. Pembatalan ini tentu sungguh disayangkan.

Padahal persiapan sudah dilakukan secara matang, baik pihak penyelenggara maupun pemain dan tim. Rencananya, playoff IBL ini digelar dengan sistem bubble atau gelembung, dimana liga dipusatkan pada satu lokasi saja.

Dari segi persiapan tim, sejumlah aktivitas latihan sudah dilakukan dengan mengikuti protokol kesehatan yang dilanjut dengan mengumpulkan pemain untuk menjalani tes usap (swab test) sebelum pemain bergabung dalam asrama klub.

Demi bisa menjalani latihan, sejumlah klub (khususnya yang ada di Jakarta) harus rela berpindah tempat latihan. Ketika Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) jilid dua, Satria Muda Pertamina, Pelita Jaya Bakrie, Amartha Hangtuah hingga NSH Jakarta memilih mengungsi ke luar ibu kota agar tetap latihan demi menyambut kompetisi digulirkan kembali.

Begitu juga dengan pihak penyelenggara IBL. Berkaca pada digulirkan hingga tuntasnya kompetisi NBA telah memberikan optimisme besar. Rancangan IBL mengadopsi apa yang sudah dilakukan NBA dengan menggunakan sistem bubble atau gelembung juga sudah dimatangkan.

Dalam sistem bubble ini, Tim NBA mengumpulkan semua tim yang ikut dalam sebuah lokasi di Disney Land yang ada kawasan Orlando, Florida, Amerika Serikat. Para pemain sebelum masuk diwajibkan tes usap.

Meskipun sempat terganggu kerusuhan sosial serta mogok bermain dilakukan oleh beberapa klub NBA namun sistem bubble itu tetap berjalan dengan mengantarkan LA Lakers sebagai juara NBA pada 12 Oktober 2020. Lalu kabar lebih menggembirakan, pihak NBA mengumumkan selama sistem bubble dijalankan sekitar 2,5 bulan ternyata tidak ada satupun pemain yang terpapar Covid-19.

Sayangnya sistem yang sudah disusun secara detail oleh IBL itu tetap tidak dikasih restu oleh pihak kepolisian. Alasan munculnya klaster baru menjadi penyebab. Padahal gelembung IBL 2020 bisa dijadikan pilot project pelaksanaan event olahraga di tengah pandemi Covid-19. Dengan menerapkan protokol kesehatan dan kewajiban menjalani tes usap sebelum dan selama pertandingan serta lokasi yang “terisolasi” tentunya menjadi ikhtiar tersendiri.

Lantas, jika di tengah jalan ada yang terkena Covid-19, IBL juga sudah menyiapkan skenario. Salah satunya menempatkan klinik 24 jam. Jika ada klaster IBL, barulah kompetisi dihentikan. Tapi sekarang, ketika keputusan kepolisian sudah bulat, maka tidak akan ada standar bagi penyelenggaraan olahraga di tengah pandemi Covid-19.

Pada sistem bubble ala NBA itu sudah banyak ditiru. Terbaru, sebagaimana disampaikan oleh Erick Thohir selaku board member FIBA, kelanjutan sisa laga Kualifikasi FIBA Asia 2021 yang akan digelar bulan November (seharusnya Timnas Basket Putra Indonesia akan melakoni laga away ke Thailand dan Korea Selatan) akan berlangsung dengan sistem bubble, yang belum ditentukan dimana tempatnya.

Selain itu, kejuaraan bulu tangkis seri Asia 2020 kini sedang diwacanakan dengan sistem serupa. Beberapa liga sepak bola pun ada yang menginginkan sistem ini. Begitu juga dengan kompetisi sepak bola yang sudah digulirkan di Eropa.

Di sinilah diperlukan keberanian dari pemerintah Indonesia untuk dapat mengambil sikap. Ketika panduan protokol kesehatan untuk latihan dan pertandingan sudah disiapkan maka sudah seharusnya izin pertandingan itu dijalankan. Ini penting untuk dijadikan bahan evaluasi. Apakah kita akan menunggu hingga vaksin ditemukan baru diizinkan sebuah pertandingan?

Sebagaimana penggalan lirik lagu Fix You milik Coldplay yang berbunyi.”If you never try, you’ll never know” (Tanpa pernah dicoba maka Anda tak akan pernah tahu).

Di sinilah mitigasi itu harus dilaksanakan tanpa pandang kepentingan. Jika pilkada yang menghamburkan triliunan rupiah uang rakyat bisa begitu diizinkan, tapi mengapa untuk olahraga yang bisa mendatangkan income justru harus ditangguhkan? Atau jangan-jangan agar industri olahraga ini bergeliat perlu diubah namanya menjadi Liga Pilkada 2020?

Ah, sudahlah!

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement