Senin 19 Oct 2020 13:20 WIB

Soal Pemblokiran Hoaks, Kominfo Klaim Sudah Sesuai Tahapan

Hingga saat ini tercatat ada 2.020 jumlah unggahan hoaks terkait Covid-19.

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Agus Yulianto
Dirjen Aptika Kemkominfo Semuel Abrijani Pangerapan.
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Dirjen Aptika Kemkominfo Semuel Abrijani Pangerapan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Komunikasi dan Informatika mengklaim, proses pemblokiran akun media sosial atau website yang menyebarkan kabar bohong atau hoaks sudah sesuai dengan tahapan. Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Semuel Abrijani Pangerapan mengatakan, tahapan pemblokiran dilakukan jika pembuat hoaks tidak kolaboratif dalam penurunan konten hoaks.

Namun demikian, hal itu tidak serta merta menjadi dasar pemblokiran tanpa ada bukti hukum. "Ada tahapannya, tidak serta merta pemblokiran, misal sosial media tidak bisa berkolaborasi ama kita, dan ada bukti kalau itu  hoaks dan meresahkan, ada protokolnya dan SOP nggak mungkin Pemerintah melakukan penutupan kalau nggak ada bukti tahapannya," ujar Semuel dalam konferensi pers Strategi Kominfo Menangkal Hoaks Covid-Covid-19 secara daring, Senin (19/10).

Semuel menegaskan, tanpa ada bukti cukup dan tahapannya, Pemerintah tidak bisa menutup akun atau website yang menyebarkan konten hoaks. Saat ini, kata dia, Kominfo juga mempunyai peraturan menteri (Permen) terkait tahapan pemblokiran hoaks.

"Kita ada Permen baru lebih jelas sebelum ada pemblokiran itu tahapan dikenakan sanksi administrasi seperti denda, supaya ada efek jera,  aturannya jelas, misalnya ada permintaan takedown itu harus ada bukti hukum, nggak bisa minta blokir aja, itu ada tahapannya nggak mungkin di era reformasi pemerintah tangan besi," ungkapnya.

Dia menjelaskan, saat ini, Kominfo juga sudah berkolaborasi dengan 108 instansi baik dari pemerintahan, ormas, perguruan tinggi maupun sektor swasta untuk penanganan hoaks tersebut. "Kenapa mereka dilibatkan, karena mereka punya tanggung jawab juga, ini bukan hanya tanggung jawab pemerintah tapi juga semua," katanya.

Sebelumnya, Kementerian Komunikasi dan Informatika merilis statistik data kabar bohong atau hoaks terkait penanganan Covid-19. Hingga saat ini tercatat ada 2.020 jumlah unggahan hoaks terkait Covid-19 yang ditemukan di media sosial.

"Ada sekitar 2.020 hoaks yang beredar di sosial media, dari jumlah itu ada 1.197 kategori topik hoaks, dari 2020 itu, sudah 1.759 ditakedown (diturunkan)," ujar Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Semuel Abrijani Pangerapan.

Dia mengatakan, penanganan hoaks yang beredar media sosial tersebut, Kominfo lebih banyak mengedepankan pendidikan literasi kepada masyarakat. Kominfo akan memverifikasi konten hoaks yang beredar dan meresahkan masyarakat dan mengklarifikasi dengan memberi stempel hoaks.

Dalam penanganan itu, Kominfo bekerjasama dengan berbagai pihak mulai dari instansi Pemerintah, kepolisian, sektor swasta maupun organisasi masyarakat. "Kami lebih suka memberi literasi dan pendidikan ke masyarakat, contoh misal hoaks kita stempel sehingga masyarakat bisa membandingkan," katanya.

Dia juga berharap, masyarakat lebih berhati hati dalam menerima informasi yang didapat dari media sosial. Prinsip verifikasi kebenaran informasi harus tetap dilakukan. "Perlu paham judul yang dibuat apakah provokatif mengundang emosi, masyarakat juga harus cari tau, perlu lakukan klarifikasi memeriksa fakta, dan siapa yang memberi pemberitaan ini. Kalau website baru kemaren dibuat, itu perlu dicurigai, fotonya, kadang captionnya nggak sesuai, ini bisa dilakukan aduan dan kami bisa lakukan tindakan, verifikasi," katanya.

Namun, dia mengatakan, penindakan hoaks dengan pendekatan penegakan hukum baru dilakukan jika pembuat hoaks tidak mau berkolaborasi. Selain itu, pendekatan hukum dilakukan jika hoaks Covid-19 berdampak pada ketertiban umum.

"Pertama kita lakukan pendekatan lain, kita lakukan tindakan hukum jika meresahkan dan berakibat ketertiban umum, polisi akan bertindak, kalau ada orang bertujuan menciptakan keonaran ya kena polisi," katanya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement