Senin 19 Oct 2020 12:13 WIB

Sri Mulyani: Beberapa Indikator Ekonomi Melambat Akibat PSBB

Salah satu indikator yang melambat adalah penerimaan PPN dalam negeri.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Friska Yolandha
Kementerian Keuangan mencatat, Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di DKI Jakarta yang sempat diperketat kembali selama dua pekan terakhir pada September telah memberikan dampak ke ekonomi nasional. Beberapa indikator ekonomi kembali menunjukkan tekanan setelah sempat tumbuh pada Agustus.
Foto: ANTARA/Aditya Pradana Putra
Kementerian Keuangan mencatat, Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di DKI Jakarta yang sempat diperketat kembali selama dua pekan terakhir pada September telah memberikan dampak ke ekonomi nasional. Beberapa indikator ekonomi kembali menunjukkan tekanan setelah sempat tumbuh pada Agustus.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Keuangan mencatat, Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di DKI Jakarta yang sempat diperketat kembali selama dua pekan terakhir pada September telah memberikan dampak ke ekonomi nasional. Beberapa indikator ekonomi kembali menunjukkan tekanan setelah sempat tumbuh pada Agustus.

Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebutkan, perbaikan ekonomi secara konsisten sudah terjadi sejak Juli. Tapi, tren itu kembali berbalik arah pada bulan lalu. "Di September, ada indikator ekonomi mengalami tekanan karena PSBB yang sempat dilakukan," katanya, dalam konferensi pers secara virtual, Senin (19/10).

Baca Juga

Salah satu indikator yang disebutkan Sri adalah penerimaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Dalam Negeri. Pada bulan lalu, jenis pajak ini mengalami pertumbuhan neto yang kontraksi 26,66 persen, dari sebelumnya sempat tumbuh positif 1,6 persen pada Agustus. Tekanan terhadap PPN DN dikarenakan adanya penurunan aktivitas di sektor perdagangan dan jasa konstruksi.

Penerimaan pajak dari sektor perdagangan pada September, tercatat tumbuh negatif 33,97 persen. Sebelumnya, penyusutan sektor ini sudah membalik pada Agustus yang berada di level 22,27 persen dari minus 27,73 persen pada Juli. Tekanan dalam ini karena adanya perlambatan aktivitas ekonomi saat pengetatan PSBB di ibu kota.

Kondisi serupa terjadi pada konstruksi dan real estate. Kontraksinya bahkan mencapai 48,59 persen pada bulan lalu, turun signifikan dibandingkan pertumbuhan negatif pada Juli dan Agustus yang masing-masing berada pada level 18,40 persen dan 28,77 persen.

Sri mengatakan, korelasinya terhadap PSBB yang diperketat cukup kuat. Penurunan kegiatan konstruksi dan penjualan properti menjadi salah satu faktor yang menyebabkan penerimaan pajak dari sektor ini tertekan.

Indikator lain yang sudah menggambarkan dampak pengetatan PSBB adalah mobilitas. Kemenkeu mencatat, pergerakan masyarakat pada bulan lalu terkontraksi 1,87 persen dibandingkan Agustus. 

"Diakui, dengan PSBB diperketat yang bertujuan mengendalikan kenaikan jumlah Covid-19 di DKI dan sekitarnya, berikan kontribusi penurunan pada akhir September," ucap Sri.

Penurunan aktivitas terlihat pada berbagai lokasi pusat aktivitas, seperti tempat rekreasi, farmasi, aman dan transportasi. Pengurangan pergerakan terjadi itu merupakan bagian dari strategi pemerintah untuk menangani kesehatan dan perbaikan ekonomi.

Meski beberapa indikator ekonomi menunjukkan perlambatan, Sri optimistis, pertumbuhan kuartal ketiga tetap dapat menunjukkan tren pemulihan dibandingkan kuartal kedua. "Ini tidak menghilangkan tren positif di kuartal ketiga," ujarnya.

Pemerintah memproyeksikan, pertumbuhan ekonomi pada periode Juli sampai September berada pada level minus 2,9 persen sampai minus satu persen. Sedangkan, pada kuartal sebelumnya, ekonomi Indonesia mengalami kontraksi hingga 5,3 persen. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement