Sabtu 17 Oct 2020 22:09 WIB

Dosen IPB: Hutan sebagai Sumber Pangan dan  Sandang

Hutan juga menjadi sumber  papan  dan lapangan kerja.

Sejumlah wisatawan menikmati panorama Yogyakarta dari ketinggian di obyek wisata alam Puncak Becici di kawasan Hutan Mangunan, Dlingo, Bantul, DI Yogyakarta, Rabu (10/5).
Foto: Antara/Aditya Pradana Putra
Sejumlah wisatawan menikmati panorama Yogyakarta dari ketinggian di obyek wisata alam Puncak Becici di kawasan Hutan Mangunan, Dlingo, Bantul, DI Yogyakarta, Rabu (10/5).

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Hutan bisa diibaratkan sebagai rumah besar dari semua proses biologis yang dapat menghasilkan hasil hutan nabati dan hewani.  Dengan demikian, hutan dipastikan dapat menjadi sumber ketahanan dan penyediaan pangan. Hal ini karena hutan bisa secara langsung menyediakan karbohidrat yang berasal dari tumbuhan alami yang ada atau melalui penyediaan ruang untuk menjadi sumber produksi pangan dalam bentuk agroforestri, sylvofishery, maupun sylvopasture.  

Dosen Departemen Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University, Prof Dr I Nengah Surati Jaya mengatakan hal ini bertepatan peringatan Hari Pangan Sedunia 16 Oktober. "Sebagai ilustrasi saat ini di Indonesia, ada luas hutan produksi sebanyak 29 juta hektar. Terkait dengan optimasi pemanfaatan lahan hutan, saat ini ada prospek multi-usaha. Di mana lahan hutan dapat dimanfaatkan secara optimal untuk berbagai macam bisnis kehutanan," kata Prof I Nengah Surati dalam rilis yang diterima Republika.co.id.

Lebih lanjut dikatakannya, bisnis kehutanan meliputi hasil hutan kayu, hasil hutan bukan kayu, jasa lingkungan, dan wisata. Apabila  10 persen dari areal dimanfaatkan untuk agroforestri, sylfopasture, Sylvofisheris, maka ada sekitar 2,9 juta hektar lahan yang bisa dimanfaatkan sebagai sumber pangan.

"Jika 10 persen dijadikan agroforestri, maka dari lahan agroforestri dapat menghasilkan sekitar  4.350.000 ton gabah atau setara 2.727.450  ton beras. Hasil ini dapat menghidupi sekira 65 juta penduduk per tahun dengan asumsi besaran konsumsi 114 gram per hari per orang. Itu baru dari agroforestri, belum lagi dari sumber karbohidrat yang secara alami ada di hutan seperti ubi kayu, talas, sagu dan lain-lain," katanya.

Prof I Nengah menambahkan, jika per hektar lahan bisa menyerap dua sampai tiga orang tenaga kerja, maka akan ada sekira sekitar 5,8 sampai 8,7 juta tenaga kerja yang dapat diserap.  Serapan ini baru dari hutan negara, belum termasuk dari hutan atau kebun milik rakyat yang mendekati angka 1,5 juta hektar.  Jika hutan milik rakyat dimasukkan dan 25 persen digunakan sebagai agroforestri maka akan ada tambahan sumber pangan untuk menghidupi sekitar 8,5 juta jiwa.    

Sementara, sumber pangan lainnya dari hutan yang sudah nyata potensinya adalah sagu, nipah, biji kesambi dan biji kepuh. Bahkan, sagu sudah menjadi sumber pangan utama di masyarakat Indonesia Bagian Timur.

Lebih lanjut dikatakannya, hutan selain kayu, juga memiliki potensi lain baik yang merupakan hasil hutan bukan kayu (HHBK) nabati maupun hewani dapat menjadi sumber pangan potensial.  HHBK nabati seperti damar, gaharu, kemenyan, getah tusam, minyak atsiri, cendana, kulit kayu manis, durian, kemiri, pala, vanili, buah merah, rebung bambu, kayu kuning, jelutung pinang, gambur, akar wangi, brotowali, anggrek hutan, rotan, dan kina. Produk tersebut belum termasuk HHBK hewani seperti babi hutan, kelinci, kanci, rusa, buaya, arwana, kupu-kupu, sarang burung wallet, ulat sutera dan lebah madu.

"Jadi, tidak bisa dipungkiri bahwa hutan sebagai sumber ketahanan dan penyedia pangan sudah sangat jelas bisa diwujudkan.  Sebagian masyarakat kita bahkan masih mengandalkan sumber pangan dari hutan. Dalam perspektif ke depan, adanya kebijakan multi usaha kehutanan,  sumber pangan dari hutan tidak semata-mata bisa diproduksi dalam skala kecil secara sub-sisten untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari saja, tetapi dapat menjadi skala bisnis," tandasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement