Jumat 16 Oct 2020 20:18 WIB

Berkas Suap Fatwa MA, Djoko dan Andi ke Penuntutan

Pelimpahan berkas perkara red notice dilakukan JAM Pidsus ke Kejari Jaksel.

Rep: Bambang Noroyono/ Red: Agus Yulianto
Kapuspenkum Kejagung Hari Setiyono (tengah)
Foto: Antara/Reno Esnir
Kapuspenkum Kejagung Hari Setiyono (tengah)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (JAM Pidsus) resmi melimpahkan berkas perkara tersangka Djoko Tjandra dan Andi Irfan Jaya ke penuntutan di Kejaksaan Negeri  Jakarta Pusat (Kejari Jakpus), Jumat (16/10). Pelimpahan tersebut, menandakan perkara dugaan suap, dan gratifikasi kepada jaksa Pinangki Sirna Malasari yang sudah didakwa, bakal segera disorongkan ke Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (PN Tipikor).

Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung (Kejakgung) Hari Setiyono menerangkan, pada hari yang sama (16/10), penyidikan di JAM Pidsus, juga melimpahkan berkas perkara dari Bareskrim Polri, terkait dugaan suap penghapusan red notice Djoko Tjandra. Dalam kasus red notice itu, selain Djoko Tjandra, kepolisian menetapkan tersangka Tommy Sumardi, dan dua jenderal, Irjen Pol Napoleon Bonaparte, dan Brigjen Pol Prasetijo Utomo.

Dalam kasus red notice, pelimpahan berkas perkara, dilakukan tim penuntutan JAM Pidsus ke Kejari Jakarta Selatan (Jaksel). “Khusus pelimpahan berkas perkara Djoko Tjandra, (kasus) terkait dugaan suap red notice yang ditangani di Bareskrim Polri, dan dugaan suap, gratifikasi yang ditangani JAM Pidsus, akan dilakukan penggabungan,” ujar Hari dalam keterangan resmi yang diterima wartawan di Jakarta, Jumat (16/10). 

Hari menerangkan, penggabungan tersebut, mengingat pemberi suap, dan gratifikasi, adalah orang yang sama. Yakni Djoko Tjandra.

Status tersangka Djoko Tjandra di JAM Pidsus, terkait pemberian suap, gratifikasi, dan permufakatan jahat dalam rencana penerbitan fatwa bebas dari Mahkamah Agung (MA). Djoko Tjandra adalah terpidana dua tahun penjara dalam kasus korupsi hak tagih utang Bank Bali 1999 yang merugika keuangan negara senilai Rp 904 miliar. 

Namun, sebelum MA memvonisnya pada 2009, Djoko Tjandra berhasil kabur ke luar negeri. Upaya penerbitan fatwa dari MA itu, untuk memutihkan status hukumnya, dari vonis MA 2009.

Dalam rencana penerbitan fatwa MA tersebut, Djoko Tjandra menyiapkan dana 100 juta dolar AS atau sekira Rp 150-an miliar. Uang tersebut, rencananya untuk menyogok Jaksa Agung, dan Ketua MA. Terkait pengurusan fatwa tersebut, melibatkan jaksa Pinangki dan politikus Nasdem, Andi Irfan. 

Djoko Tjandra, menjanjikan uang 1 juta dolar (Rp 15 miliar), agar rencana penerbitan fatwa tersebut, dapat terealisasi. Sebagai panjar, Djoko Tjandra sudah memberikan uang kepada Pinangki, senilai 500 ribu dolar (Rp 7,5 miliar) lewat perantara Andi Irfan.

Sementara terkait suap red notice, Djoko Tjandra memberikan uang kepada Tommy Sumardi senilai Rp 10 miliar. Uang tersebut, sebagai ‘modal’ bagi Tommy, agar mengurus penghapusan red notice Djoko Tjandra dalam daftar pencarian orang (DPO) Interpol, dan Imigrasi. 

Penghapusan red notice tersebut, dilakukan agar Djoko Tjandra, dapat masuk ke Indonesia meskipun dengan status buronan. Penghapusan red notice tersebut, terealisasi, pada Mei-Juni 2020 dan Djoko Tjandra berhasil masuk ke Pontianak, dan Jakarta dari Malaysia, sepanjang Juni 2020.

Sebagai kompensasi dari penghapusan red notice tersebut, Tommy Sumardi, menggunakan uang pemberian dari Djoko Tjandra, senilai Rp 7 miliar dalam pecahan dolar Singapura dan AS, untuk diberikan kepada Irjen Napoleon. Pemberian tersebut, terekam dalam CCTV Lantai 11 TNCC Mabes Polri yang menjadi lokasi kerja Napoleon selaku Kadiv Hubinter Polri. Tommy, juga menggunakan uang pemberian dari Djoko Tjandra, senilai 20 ribu dolar (Rp 296 juta) untuk Brigjen Prasetijo atas perannya memperkenalkan Napoleon.

Untuk tersangka Brigjen Prasetijo, dalam dakwaan perkara surat jalan, dan dokumen palsu, juga disebutkan adanya kompensasi berupa janji kepemilikan saham di beberapa unit usaha Djoko Tjandra di Indonesia. Tapi belum diketahui, berapa saham yang dijanjikan tersebut. 

Namun, yang pasti, tersangka Brigjen Prasetijo, pun menjadi tersangka lainnya, bersama pengacara Anita Dewi Kolopaking, terkait pembuatan surat jalan, dan dokumen palsu agar Djoko Tjandra, dapat masuk ke Indonesia.

Dari rangkaian skandal korupsi Djoko Tjandra ini, sementara di JAM Pidsus, pun Bareskrim menetapkan sementara tujuh orang tersangka. Penanganan di JAM Pidsus, sudah menyorongkan Pinangki ke kursi terdakwa. Dari hasil penyidikan di Bareskri, juga sudah menyorongkan Djoko Tjandra, Prasetijo, dan Anita Kolopaking ke kursi terdakwa terkait surat, dan dokumen perjalanan palsu. 

Adapun untuk kasus suap, gratifikasi, juga permufakatan jahat fatwa MA, serta red notice, menyisakan para tersangka yang kini dalam penahanan untuk segera disorongkan ke persidangan. Hari melanjutkan, terkait kasus tersebut, menengok perkaranya, besar kemungkinan bakal disidangkan di PN Tipikor Jakpus. Akan tetapi, belum ditentukan kapan persidangan dakwaannya, akan dilakukan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement