Jumat 16 Oct 2020 14:41 WIB

TB Hasanuddin: LGBT di Lingkungan TNI Sudah Ada Sejak Dulu

Legislator PDIP mengatakan kelompok LGBT di lingkungan TNI/ Polri bukanlah hal baru.

Rep: Nawir Arsyad Akbar/ Red: Bayu Hermawan
Anggota Komisi I DPR TB Hasanuddin
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Anggota Komisi I DPR TB Hasanuddin

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi I DPR RI Fraksi PDIP Mayjen TNI (Purn) TB Hasanuddin menanggapi adanya kelompok lesbian, gay, biseksual, transgender (LGBT) di kalangan TNI/Polri. Menurutnya, LGBT di kalangan aparat, khususnya TNI bukanlah berita baru.

"Sejak dulu ada isu LGBT khususnya di kalangan TNI sudah ada, walaupun tidak seheboh seperti sekarang ini. Dan fenomena LGBT merupakan kenyataan yang ada di dalam masyarakat," ujar Hasanuddin lewat keterangan tertulisnya, Jumat (16/10).

Baca Juga

Hasanuddin menilai, isu LGBT di kalangan TNI cukup sensitif dan harus dicarikan solusi yang tepat. Ini harus menjadi tugas dan tanggung jawab bagi pimpinan TNI.

Tugas pokok dan fungsi TNI, kata Hasanuddin, memang menuntut kerja sama kelompok, serta dibutuhkan ikatan dan jiwa korsa yang tinggi. Terutama, ketika bertugas di daerah khusus yang membutuhkan homogenitas sifat dan karakter dalam rangka menjaga kohesi dan kebersamaan dalam melaksanakan tugasnya.

"Saya tidak bisa membayangkan kalau kemudian di kelompok kecil itu muncul LGBT yang dapat mengganggu homogenitas , jadi sesungguhnya  LGBT tidak cocok dan terlarang di lingkungan TNI," kata Hasanuddin.

Menurutnya, di beberapa negara seperti Perancis menerapkan aturan sangat ketat terhadap anggota yang LGBT. Serta, tidak diterima di lingkungan angkatan perangnya.

"Setahu saya di TNI pun sama, saat seleksi awal sangat mendapat perhatian serius," ujar Hasanuddin.

Sebelumnya, Ketua Kamar Militer Mahkamah Agung (MA) Mayor Jenderal (Purn) Burhan Dahlan, menyebut ada kelompok lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT) di lingkungan TNI. Kelompok tersebut dipimpin seorang sersan dan anggotanya ada yang berpangkat letnan kolonel (letkol).

Burhan mengatakan, kasus kali ini berbeda dengan kasus LGBT yang pernah ia tangani pada 2008. Burhan menceritakan, pada 2008 dia menyidangkan kasus LGBT pertama di lingkungan TNI. Kala itu, dalam putusannya Burhan tidak menghukum yang bersangkutan, melainkan memerintahkan sang komandan untuk mengobatinya sampai sembuh.

Dalam kasus kali ini, kata dia, situasinya berbeda. Kasus yang lalu diakibatkan karena tekanan operasi militer. Saat ini alasannya lebih kepada fenomena pergaulan. Mereka banyak mendapatkan informasi lewat grup aplikasi pesan singkat, menonton video, dan lain sebagainya yang menurut Burhan membuat perilaku mereka menyimpang.

"Ini telah membentuk perilaku yang menyimpang termasuk di dalamnya adalah keinginan melampiaskan libidonya terhadap sesama jenis. Ini yang terjadi di lingkungan TNI dan masuk perkaranya ke peradilan militer," ujar Burhan.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement