Jumat 16 Oct 2020 00:45 WIB

Pengembangan Biodiesel Strategis bagi Perekonomian

Penggunaan biodiesel tak lepas dari tuntutan penurunan emisi gas rumah kaca.

Petugas menunjukkan sampel bahan bakar B30 saat peluncuran uji jalan Penggunaan Bahan Bakar B30 untuk kendaraan bermesin diesel di Kementerian ESDM, Jakarta, Kamis (13/6). Uji jalan kendaraan berbahan bakar campuran biodiesel 30 persen pada bahan bakar solar atau B30 dengan menempuh jarak 40 ribu dan 50 ribu kilometer tersebut bertujuan untuk mempromosikan kepada masyarakat bahwa penggunaan bahan bakar itu tidak akan meyebabkan performa dan akselerasi kendaraan turun.
Foto: Prayogi/Republika.
Petugas menunjukkan sampel bahan bakar B30 saat peluncuran uji jalan Penggunaan Bahan Bakar B30 untuk kendaraan bermesin diesel di Kementerian ESDM, Jakarta, Kamis (13/6). Uji jalan kendaraan berbahan bakar campuran biodiesel 30 persen pada bahan bakar solar atau B30 dengan menempuh jarak 40 ribu dan 50 ribu kilometer tersebut bertujuan untuk mempromosikan kepada masyarakat bahwa penggunaan bahan bakar itu tidak akan meyebabkan performa dan akselerasi kendaraan turun.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Penyaluran Dana Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) Edi Wibowo mengatakan pemerintah mendukung penuh pengembangan bahan bakar nabati (BBN) biodiesel. Pemanfaatan biodiesel penting untuk energi berkelanjutan sekaligus mendorong perekonomian nasional.

“Sebagai bagian dari ekosistem sawit nasional, BPDPKS mendukung pengembangan BBN cair berbahan dasar sawit, karena bernilai strategis dan manfaatnya sangat banyak bagi masyarakat Indonesia,” ujar Edi Wibowo, Kamis (16/10).

Menurut Edi, pemanfaatan sumber bahan baku dari dalam negeri dapat mengurangi impor minyak yang pada akhirnya mengurangi defisit perdagangan RI. Salah satu sumber energi yang akan terus dikembangkan, kata dia, adalah biofuel berbasis minyak sawit mentah (CPO).

Dalam sebuah webinar Strategi dan Peluang Mengelola BBN Berbasis Biohidrokarbon Untuk Kemaslahatan Bangsa, Edi mengatakan dampak positif implementasi pemanfaatan biodiesel melalui insentif pendanaan BPDPKS mulai dari 2015 sampai Juni 2020 dapat mengurangi efek gas rumah kaca sekitar 37,50 juta ton CO2 dari penggunaan biodiesel sebesar 25,08 juta kiloliter.

Kemudian, pajak yang dibayar kepada negara bisa mencapai sebesar Rp 4,13 triliun, penghematan devisa sekitar Rp 127,79 triliun, peningkatan nilai tambah industri hilir sawit Rp 36,12 triliun, hingga penyerapan tenaga kerja dalam jumlah besar.

Ketua Umum Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (Aprobi) Parulian Tumanggor mengatakan, penggunaan biodiesel di Indonesia sudah berjalan sejak 2006. Latar belakang dari penggunaan biodiesel di Indonesia adalah fakta bahwa Indonesia telah menjadi net importir minyak mentah serta berlimpahnya produksi CPO.

“Kita harus bersyukur menjadi produsen CPO terbesar di dunia, karena tidak semua negara bisa menanam sawit, sehingga cinta sawit itu perlu kita terapkan kemudian, cinta penggunaan BBN juga makin diketatkan,” ujar Tumanggor.

Penggunaan biodiesel juga tidak lepas dari tuntutan penurunan emisi gas rumah kaca sesuai kesepakatan dalam Protokol Kyoto. Di sisi lain, produksi sawit di Indonesia juga merupakan potensi yang besar dalam mewujudkan ketahanan energi.

“Kita bisa menggunakan produk nabati menjadi energi nasional dan juga perlu menuntaskan kemiskinan melalui sawit ini. Inilah beragam alasan kuat mengapa biodiesel perlu diimplementasikan di Indonesia,” katanya.

Tumanggor mengapresiasi peran Presiden Joko Widodo dalam mencanangkan B30, B40, hingga B100. “Masyarakat atau pengguna tidak perlu khawatir. Kualitas B30 sudah teruji dengan cukup baik,” kata Tumanggor.

Aprobi saat ini memiliki 19 perusahaan anggota yang membeli membeli CPO untuk diproduksi menjadi unsur nabati FAME (fatty acid methyl ester) yang kemudian dicampurkan dengan solar. Produk akhir ini dikirimkan ke stasiun bahan bakar yang sudah ditentukan oleh Kementerian ESDM dan PT Pertamina. Terkait insentif yang didapatkan Aprobi, Tumanggor mengatakan dana tersebut bukan dari APBN, tetapi dari BPDPKS yang dihimpun dari dana para eksportir sawit.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement