Kamis 15 Oct 2020 19:08 WIB

KPAI: Sekolah Jangan Keluarkan Pelajar karena Ikut Demo

Jangan sampai hukuman yang hilangkan hak pendidikan anak diberikan kepada pelajar.

Rep: Inas Widyanuratikah/ Red: Andri Saubani
Sejumlah pelajar yang ditahan karena terlibat aksi penolakan Undang-Undang Cipta Kerja menunggu dijemput orang tuanya di Polda Metro Jaya, Jakarta, Rabu (14/10). Polda Metro Jaya mengamankan 561 demonstran yang didominasi oleh remaja berstatus pelajar yang diduga terlibat kerusuhan saat aksi penolakan Undang-Undang Cipta kerja. Republika/Putra M. Akbar
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Sejumlah pelajar yang ditahan karena terlibat aksi penolakan Undang-Undang Cipta Kerja menunggu dijemput orang tuanya di Polda Metro Jaya, Jakarta, Rabu (14/10). Polda Metro Jaya mengamankan 561 demonstran yang didominasi oleh remaja berstatus pelajar yang diduga terlibat kerusuhan saat aksi penolakan Undang-Undang Cipta kerja. Republika/Putra M. Akbar

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) ingatkan pemerintah daerah dan sekolah tidak memberikan sanksi berupa ancaman dikeluarkan dari sekolah bagi anak-anak yang mengikuti aksi demonstrasi. Komisioner KPAI, Retno Listyarti mengatakan, pihaknya sudah mendapatkan laporan semacam ini.

"Kami harap tidak memberikan sanksi atau mengancam DO, atau memindahkan anak ke program paket C, atau memutasi anak ke jauh ke pinggiran kota. Kami harap ini tidak ada," kata Retno, dalam telekonferensi, Kamis (15/10).  

Baca Juga

Laporan yang diterima KPAI terkait pelajar yang ikut demonstrasi ini berupa peringatan dari pesan tidak resmi di aplikasi Whatsapp. Retno menyebut, pesan ini berasal dari dinas pendidikan yang diberikan kepada sekolah.

Pesan yang menyebar di aplikasi ini diharapkan hanya bentuk emosi sesaat saja. Jangan sampai hukuman yang menghilangkan hak pendidikan anak diberikan kepada pelajar yang mengikuti aksi demonstrasi tolak UU Ciptaker.

"Mudah-mudahan pembinaannya lebih mengarah kepada perspektif anak dan masa depan anak-anak," kata Retno menambahkan.

Menurut dia, hukuman dikeluarkan dari sekolah akan sangat berdampak negatif pada pelajar-pelajar yang bersangkutan. Apalagi, jika sudah dikeluarkan dari sekolah mereka akan memiliki label negatif sehingga akan sulit mendapatkan sekolah lainnya.

"Anak-anak ini kalau dikeluarkan sekolah nanti mendapat stempel, tidak diterima di sekolah lain. Kalau tidak diterima nanti akibatnya anak-anak ini putus sekolah," kata Retno.

Sementara itu, Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Susanto mengatakan demonstrasi adalah satu mekanisme yang tidak aman bagi anak. Segala kegiatan yang berpotensi terjadi kekerasan harus dijauhkan dari anak-anak.

"Harus menghindari kekerasan, menghindari ancaman, karena bagaimanapun ini adalah anak-anak bangsa yang harus kita lindungi semaksimal mungkin," kata Susanto menegaskan.

Deputi Bidang Perlindungan Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen-PPPA) Nahar, juga menanggapi terkait anak yang terlibat dalam aksi demonstrasi tolak UU Ciptaker. Ia mengatakan, keterlibatan lingkungan penting agar anak tidak dilibatkan dalam agenda politik atau aksi demonstrasi yang tidak bersahabat dengan anak.

"Yang terpenting adalah keterlibatan kita semua, kita semua itu keluarga, lingkungan, pemerintah pusat, pemerintah daerah, kita harus mendorong lingkungan kita lebih ramah anak," kata Nahar, dalam telekonferensi, Kamis (15/10).

Seorang anak juga perlu diberikan pemahaman sejelas-jelasnya terkait sebuah isu yang beredar. "Mana ini yang terkait dengan kepentingan anak. Sehingga lebih clear, jangan sampai anak tidak tahu apa-apa kemudian digerakkan sesuai orang dewasa yang menggerakkan," kata Nahar menambahkan.

photo
Klaster Demo Penolakan UU Ciptaker - (Republika)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement