Kamis 15 Oct 2020 15:57 WIB

Ketua Forum Rektor: Indonesia Perlu Asuransi Inovasi

Ini penting untuk dukung inovasi yang dihasilkan perguruan tinggi dan dunia industri.

Ketua Forum Rektor Indonesia (FRI), Prof Dr Arif Satria.
Foto: Dok IPB University
Ketua Forum Rektor Indonesia (FRI), Prof Dr Arif Satria.

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Ketua Forum Rektor Indonesia (FRI), Arif Satria mengungkapkan pentingnya jaminan risiko (asuransi) atas teknologi hasil penelitian, inovasi dan pengembangan dalam negeri. Hal itu diungkapkan Arif dalam acara Webinar yang bertajuk “How to Build Sustainable Collaboration between University and Industry” pada Kamis (15/10).

Acara yang juga dihadiri oleh Menteri Riset dan Teknologi/Kepala BRIN, rektor Universitas Bakrie, dan ketua I-4 ini merupakan kerja  sama antara FRI dengan Universitas Bakrie, Ikatan Ilmuwan Indonesia Internasional (I-4) dan Kementerian Riset dan Teknologi/ Badan Riset dan Inovasi Nasional Republik Indonesia (BRIN). 

Arif menambahkan, jaminan risiko atas inovasi ini penting untuk mendukung inovasi yang dihasilkan oleh perguruan tinggi dan dunia industri. “Untuk bisa masuk pasar, kadang-kadang inovasi tersebut membutuhkan riset tambahan yang membutuhkan biaya dan sumberdaya tambahan. Jika pemerintah bisa memberikan jaminan risiko (asuransi) dengan memberikan bantuan riset tambahan tersebut tentunya akan sangat bagus,”, ungkap Arif yang sekaligus menjabat sebagai rektor IPB University, dalam rilis yang  diterima Republika.co.id.

Menurutnya, asuransi inovasi akan menjadikan dunia industri  merasa aman (secure) karena ada jaminan bahwa inovasi yang dilakukan oleh perguruan tinggi itu akan masuk dan menguntungkan pasar.

Selain munculnya gagasan asuransi inovasi, Arif juga menyampaikan delapan  strategi lainnya untuk pengembangan inovasi dan kerja sama industri. Pertama, perlunya sinergi program kerja sama riset dan inovasi antarlembaga riset pemerintah, lembaga riset swasta, perguruan tinggi, dunia usaha.

Kedua, implementasi teknologi baru melalui pilot plant.

Ketiga, perlunnya insentif bagi industri yang R&D nya bekerja sama dengan perguruan tinggi, seperti tax deduction.

Keempat, pemberian insentif kepada unit R&D dan peneliti yang produknya komersial di industri.

Kelima, perlunya audit teknologi yang dinilai tidak laik untuk industri.

Keenam, perlunya mendorong pusat-pusat inovasi pada wilayah pusat pertumbuhan industri.

Ketujuh, perlu membentuk forum mediasi antara perguruan tinggi dan industri. Hal ini  untuk memediasi konflik perguruan tinggi dan industri.

Kedelapan, pembentukan Science Techno Park di daerah. “Hal ini untuk mendorong pengembangan teknologi dan inovasi di setiap daerah,” papar Arif Satria.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement