Rabu 14 Oct 2020 17:16 WIB

Muslim Kulit Hitam San Diego Perjuangkan Hak Suara

Hanya sedikit narapidana di Kalifornia yang tahu dirinya berhak memberikan suara.

Rep: Mabruroh/ Red: Ani Nursalikah
Muslim Kulit Hitam San Diego Perjuangkan Hak Suara. Ilustrasi
Foto: Reuters/Regis Duvignau
Muslim Kulit Hitam San Diego Perjuangkan Hak Suara. Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, KALIFORNIA -- Seorang mantan narapidana di AS Christopher Jackson mengatakan hanya sedikit dari narapidana di Kalifornia yang benar-benar tahu dirinya berhak memberikan suara. Bahkan lebih sedikit lagi dari mereka yang tahu bagaimana cara memberikan suara mereka dari balik jeruji besi.

Selama berbulan-bulan Jackson ditahan di Penjara Pusat San Diego, Kalifornia dan Fasilitas Penahanan George Bailey. Dia pernah mendaftarkan sekitar 200 rekan narapidana untuk memberikan suara menjelang pemilihan kota 2018.

Baca Juga

"Hampir semua terkejut, mengetahui warga Kalifornia dalam penahanan praperadilan dapat memberikan suara secara sah, atau bahwa suara mereka untuk anggota dewan kota atau hakim dapat memengaruhi masa depan mereka sendiri," kata Jackson, dilansir di Religion News, Rabu (14/10).

"Kami semua berada di sini dalam situasi ini, dalam tahanan, tetapi itu tidak berarti kami tidak memiliki hak suara di distrik ini,” kata Jackson.

Pekerjaan Jackson sebagai penyelenggara pemungutan suara internal didanai oleh Pillars of the Community. Sebuah kelompok advokasi peradilan pidana berbasis agama yang dipimpin oleh Muslim Kulit Hitam di tenggara San Diego. 

Pendiri Pillars of the Community, Khalid Alexander ingin melihat Amerika tanpa penjara. Langkah pertama untuk mencapai tujuan itu, adalah melindungi hak individu yang saat ini berada di penjara untuk ikut andil memberikan suara mereka. Itu sebabnya, dalam setiap siklus pemilihan selama lima tahun terakhir, kelompok tersebut telah mempekerjakan dan melatih tim narapidana praperadilan untuk mendaftarkan pemilih yang memenuhi syarat dari balik jeruji besi. 

“Semua undang-undang dan hakim ini tidak muncul begitu saja, seperti tablet yang diturunkan ke Musa,” kata Alexander yang juga seorang profesor perguruan tinggi dan penduduk asli San Diego.

"Semua ini buatan manusia. Ketika komunitas kami tidak menyadari apa yang ada di surat suara dan tidak berjuang agar semua orang dapat terlibat dalam proses politik, kamilah yang akhirnya menderita," kata Alexander.

Alexander mendirikan Pillars lebih dari satu dekade lalu dengan tujuan membantu muslim yang dulunya dipenjara di tenggara San Diego. Dia mulai mengubah Pilar menuju pekerjaan advokasi yang menargetkan sistem peradilan pidana, termasuk hak suara bagi mereka yang kehilangan haknya. Sejak itu, organisasinya telah mendaftarkan ratusan pemilih baru setiap tahun.

Kalifornia adalah salah satu negara bagian yang lebih progresif dalam hal hukuman kejahatan. Hak suara secara otomatis dikembalikan kepada individu setelah dibebaskan dari penjara dan dibebaskan dari pembebasan bersyarat. Mereka yang dalam masa percobaan dan penahanan praperadilan juga dapat memberikan suara.

Itu berarti sebagian besar dari puluhan ribu narapidana di penjara California memiliki hak yang dilindungi oleh hukum untuk memilih. Tetapi menurut ACLU California Utara, banyak yang masih menghadapi pencabutan hak secara de-facto.

"Dari pengiriman surat suara yang tertunda hingga pembatasan akses pena, tahanan praperadilan di dalam penjara secara rutin dicegah untuk menggunakan hak mereka dalam memilih," kata Direktur Operasi di Pilar Komunitas, Laila Aziz.

Di situlah organisator internal Pillars, seperti Jackson dan karyawan kontrak lainnya bekerja dari balik jeruji besi penjara. Mereka berusaha menyuarakan hak para narapidana untuk mengikuti pemilihan.

https://religionnews.com/2020/10/13/in-san-diego-black-muslims-are-working-to-expand-voting-access-in-jails/

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement