Selasa 13 Oct 2020 17:16 WIB

Pemerintah Diminta Tindak Tegas Integrator Unggas Nakal

Pelaku usaha tidak taat dalam melaksanakan kebijakan pemerintah.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Friska Yolandha
Seorang peternak mengambil telur ayam ras di Gunung Sindur, Bogor, Jawa Barat, Rabu (7/10/2020). Telur ayam ras yang menjadi salah satu penyumbang deflasi September 2020 itu dijual Rp18.500 per kilogram di tingkat pengecer.
Foto: Antara/Muhammad Adimaja
Seorang peternak mengambil telur ayam ras di Gunung Sindur, Bogor, Jawa Barat, Rabu (7/10/2020). Telur ayam ras yang menjadi salah satu penyumbang deflasi September 2020 itu dijual Rp18.500 per kilogram di tingkat pengecer.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Pusat Kajian Pertanian Pangan dan Advokasi (Pataka), Yeka Hendra Fatika meminta Kementerian Pertanian untuk melakukan tindakan tegas kepada perusahaan integrator yang tidak mematuhi aturan dalam upaya pemangkasan produksi ayam.

Ia mengatakan, berbagai kebijakan telah berkali-kali dilakukan pemerintah. Namun, harga ayam hidup terus tertekan sehingga merugikan peternak mandiri. Sekalipun, telah dilakukan upaya pengurangan pasokan ayam sebanyak 50 persen dari kapasitas produksinya.

"Pataka menilai tidak terkoreksinya harga karena ketidaktaatan pelaku usaha dalam melaksanakan kebijakan pemerintah dan pengawasan yang dilakukan tidak efektif," kata Yeka dalam sebuah webinar yang digelar Selasa, (13/10).

Ia menjelaskan, sanski yang diberikan pun tidak tegas sehingga belum memberikan efek jera. Pengawasan yang dilakukan pemerintah juga tidak memiliki pedoman yang jelas dan tidak bisa diawasi oleh publik. "Padahal, informasi terkait pengurangan pasokan ini termasuk kategori yang perlu diketahui publik," ujarnya.

Menurut dia, jika pemerintah gagal dalam melakukan pengawasan dan publik tidak dilibatkan, maka rezim importasi bebas sama buruknya seperti rezim importasi kuota saat ini. Sebagaimana diketahui, pada 2015-2017 dilakukan importasi ayam indukan dengan sistem bebas, dan kini dilakukan dengan sistem kuota.

"Kami meminta Kementan dan Satgas Pangan membangun sistem transparan yang melibatkan partisipasi publik dan segera membentuk mekanisme pengawasan pengurangan pasokan ayam," ujarnya.

Sementara itu, Kepala Subdirektorat II Satgas Pangan, Helfi Assegaf, mengatakan, perlu kesadaran dan kepentingan bersama pemerintah dalam memperbaiki nasib para peternak. Ia menilai, kerap kali dalam sistem pengawasam pengurangan pasokan terjadi miskomunikasi.

Hal itu membuat laporan yang masuk tidak diperbarui. Karena itu, pihaknya pun meminta pemerintah untuk membuat sistem pengawasan yang jelas sehingga pengawasan yang dilakukan bisa lebih ketat.

"Masalahnya memang berputar-putar di sini walaupun kebijakan pemerintah sudah jelas," kata dia.

Kementerian Pertanian (Kementan) mengungkapkan, upaya pemangkasan produksi ayam oleh para perusahaan pembibit atau integrator yang ditugaskan tidak mencapai target. Hal itu menyulitkan upaya pemerintah dalam mengupayakan menaikkan harga ayam para peternak mandiri yang telah dua tahun menelan kerugian.

Direktur Perbibitan dan Produksi, Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian, Sugiono, mengatakan, pihaknya telah melayangkan surat teguran kepada para perusahaan terkait yang tidak komitmen atas perjanjian dengan pemerintah.

Ia mengatakan, dari evaluasi kebijakan tersebut, terlihat pihak integrator yang patuh dan tidak patuh kepada aturan pemerintah. "Kita sudah sangat serius sejak dahulu, cuma dipangkas berapapun ada saja alasannya," kata Sugiono.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement