Selasa 13 Oct 2020 15:13 WIB

Facebook Larang Konten yang Sangkal Tragedi Holocaust

Facebook melarang konten yang menyangkal tragedi pembantaian Yahudi atau Holocaust

Rep: Fergi Nadira/ Red: Christiyaningsih
Salah satu destinasi turis populer di Berlin, Jerman, yakni Holocaust Memorial atau tempat mengenang korban pembantaian keji Adolf Hitler. Facebook melarang konten yang menyangkal tragedi pembantaian Yahudi atau Holocaust. Ilustrasi.
Foto: EPA
Salah satu destinasi turis populer di Berlin, Jerman, yakni Holocaust Memorial atau tempat mengenang korban pembantaian keji Adolf Hitler. Facebook melarang konten yang menyangkal tragedi pembantaian Yahudi atau Holocaust. Ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON - Facebook memutuskan untuk melarang konten yang menyangkal tragedi pembantaian Yahudi oleh Nazi Jerman selama Perang Dunia II yang dikenal sebagai Holocaust, Senin (12/10) waktu setempat. Facebook juga akan mulai mengarahkan orang ke sumber berwenang jika mereka mencari informasi soal genosida Nazi.

CEO Facebook Mark Zuckerberg mengumumkan kebijakan baru ini sebagai upaya terbaru oleh perusahaan untuk mengambil tindakan terhadap teori konspirasi dan informasi yang salah menjelang pemilihan presiden AS tiga pekan lagi. Keputusan tersebut juga diambil di tengah desakan para penyintas Holocaust di seluruh dunia kepada Zuckerberg mulai musim panas ini.

Baca Juga

Mereka mendesak Zuckerberg untuk mengambil tindakan menghapus unggahan penolakan Holocaust dari situs media sosial. Dikoordinasikan oleh Konferensi Klaim Material Yahudi Melawan Jerman, kampanye #NoDenyingIt menggunakan Facebook untuk membuat permohonan para penyintas kepada Zuckerberg didengar.

Kampanye itu mengunggah satu video per hari yang mendesaknya untuk menghapus grup, halaman, dan unggahan yang menolak Holocaust sebagai ujaran kebencian. Kesaksian tersebut juga bertepatan dengan boikot iklan oleh perusahaan yang mendorong Facebook untuk mengambil sikap yang lebih kuat terhadap berbagai bentuk ujaran kebencian dan ekstremisme di seluruh dunia.

"Kebijakan baru didukung oleh peningkatan anti-Semitisme yang terdokumentasi dengan baik secara global dan tingkat ketidaktahuan yang mengkhawatirkan tentang Holocaust, terutama di kalangan anak muda," ujar pernyataan Facebook dilansir laman Associated Press, Selasa (13/10).

Survei telah menunjukkan beberapa anak muda Amerika percaya Holocaust adalah mitos atau telah dibesar-besarkan. Perusahaan teknologi itu mulai berjanji mengambil sikap yang lebih tegas terhadap akun yang digunakan untuk mempromosikan kebencian dan kekerasan setelah unjuk rasa 2017 di Charlottesville, Virginia. Kala itu seorang supremasi kulit putih digambarkan sendiri masuk ke kerumunan kontra pengunjuk rasa.

Zuckerberg yakin kebijakan baru tersebut menyerang keseimbangan yang tepat dalam menarik garis antara pidato yang dapat diterima dan yang tidak. "Saya berjuang dengan ketegangan antara membela kebebasan berekspresi dan kerugian yang disebabkan oleh meminimalkan atau menyangkal kengerian Holocaust," tulis CEO Facebook dalam blognya.

"Pemikiran saya sendiri telah berkembang seiring saya melihat data yang menunjukkan peningkatan kekerasan anti-Semit, seperti halnya kebijakan kami yang lebih luas tentang ujaran kebencian," ujarnya menambahkan.

Zuckerberg telah menimbulkan kemarahan Konferensi Klaim, yang berbasis di New York, dan lainnya dengan komentar pada 2018 ke situs web teknologi Recode. Saat itu unggahan yang menyangkal pemusnahan Nazi terhadap enam juta orang Yahudi tidak akan serta merta dihapus.

Dia mengatakan dia tidak berpikir para penyangkal Holocaust dengan sengaja melakukan kesalahan. Selama unggahan tidak menyerukan bahaya atau kekerasan, bahkan konten yang menyinggung harus dilindungi.

Setelah protes, Zuckerberg yang juga seorang Yahudi, mengklarifikasi bahwa meskipun dia secara pribadi menganggap penolakan Holocaust sangat ofensif, dia percaya cara terbaik untuk melawan ucapan buruk yang menyinggung adalah dengan ucapan yang baik.

sumber : AP
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement