Sabtu 10 Oct 2020 10:38 WIB

UU Cipta Kerja Bermanfaat Banyak Bagi Sektor Pertanian

UU Cipta Kerja bisa merelaksasi regulasi impor produk hortikultura.

UU Cipta Kerja bila diterapkan dengan tepat bakal membawa banyak dampak kepada sektor pertanian.
Foto: AP/Rajesh Kumar Singh
UU Cipta Kerja bila diterapkan dengan tepat bakal membawa banyak dampak kepada sektor pertanian.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Galuh Octania menilai UU Cipta Kerja bila diterapkan dengan tepat bakal membawa banyak dampak kepada sektor pertanian. Termasuk menstabilkan harga dan ketersediaan pangan hortikultura.

"UU Cipta Kerja merelaksasi regulasi impor produk hortikultura dan hal ini diharapkan dapat membantu menstabilkan harga dan menjamin ketersediaan pasokan komoditas pangan di pasar," kata Galuh Octania, Sabtu (10/10).

Baca Juga

Ia mengatakan, relaksasi ini idealnya disikapi secara positif antara lain karena UU Cipta Kerja membebaskan impor untuk beberapa proses produksi penting di rantai pasokan subsektor hortikultura, serta berlaku untuk benih unggul dan sarana pendukung kegiatan hortikultura.

Walaupun direlaksasi, pemerintah tetap harus pula memastikan adanya proses transfer teknologi dan membagi praktik lewat mekanisme tersebut. Pemerintah juga menyederhanakan proses perizinan, dari yang tadinya berada di bawah berbagai kementerian dan lembaga teknis, kini berada di bawah pihak pemerintah pusat.

Selain itu, ujar dia, unit usaha hortikultura menengah dan besar tidak lagi membutuhkan Hak Guna Usaha (HGU) untuk menggunakan lahan negara. "Namun hal ini harus diikuti adanya pengawasan bahwa penggunaan lahan tersebut harus sesuai dengan peruntukan dan perizinan awalnya, juga memperhatikan regulasi terkait lingkungan. Kalau pengawasan tidak berjalan, dikhawatirkan akan muncul masalah baru," ucapnya.

Sebelumnya, Kepala Pusat Penelitian CIPS Felippa Ann Amanta menginginkan dapat dirumuskan kebijakan yang tepat dalam rangka mengantisipasi stok dan harga pangan menjelang akhir tahun 2020. "Walaupun harga beras cenderung stabil, antisipasi stok dan harga perlu dilakukan hingga akhir tahun. Belum lagi karena musim tanam kemarau biasanya hanya menghasilkan lebih sedikit," kata Felippa Ann Amanta.

Menurut Felippa, kebijakan antisipasi itu juga perlu mengingat ada perayaan Natal dan Tahun Baru yang akan datang, sehingga diprediksikan bahwa permintaan beras akan terus meningkat. Ia berpendapat bahwa pergerakan harga sebagai parameter ketersediaan komoditas pangan di pasar perlu terus dipantau untuk menjaga daya beli masyarakat.

Untuk solusi jangka panjang, lanjutnya, koordinasi antarpihak terkait harus dilangsungkan agar fenomena kenaikan ini tidaklah menjadi kejadian yang akan selalu berulang dari tahun ke tahun.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement