Sabtu 10 Oct 2020 08:52 WIB

'Hentikan Libatkan Pelajar dalam Unjuk Rasa'

Jika menolak, pelajar mendapat ancaman pemukulan bahkan pembunuhan.

Aparat Polda Banten mendata puluhan pelajar yang terjaring saat akan menuju Jakarta untuk mengikuti aksi unjuk rasa menolak UU Cipta Kerja di halaman Mapolda Banten di Serang, Kamis (8/10/2020). Polisi mengamankan 59 pelajar asal Serang di Terminal Pakupatan saat mereka akan menumpang bus tujuan Jakarta untuk mengikuti aksi demo di Gedung DPR setelah mendapat ajakan melalui media sosial.
Foto: Antara/Asep Fathulrahman
Aparat Polda Banten mendata puluhan pelajar yang terjaring saat akan menuju Jakarta untuk mengikuti aksi unjuk rasa menolak UU Cipta Kerja di halaman Mapolda Banten di Serang, Kamis (8/10/2020). Polisi mengamankan 59 pelajar asal Serang di Terminal Pakupatan saat mereka akan menumpang bus tujuan Jakarta untuk mengikuti aksi demo di Gedung DPR setelah mendapat ajakan melalui media sosial.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- "Pulanglah nak, karena itu bukanlah kepentinganmu dan itu tidak akan pernah berguna untukmu, kepentinganmu adalah mendapatkan perlindungan, apalagi saat ini menghadapi Covid-19,".

Pernyataan itu disampaikan oleh Ketua Komisi Nasional (Komnas) Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait saat mengkritisi keterlibatan pelajar dalam aksi kericuhan di Jakarta Pusat serta sejumlah daerah di Indonesia pada Kamis (8/10).

Saat itu, demonstran yang berstatus pelajar bergerak dari berbagai penjuru di Jabodetabek menuju konsentrasi massa yang sedang menolak Undang-Undang Cipta Kerja di depan Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat.

Pergerakan mereka dilakukan secara bergelombang sejak pagi hingga sore hari melintasi wilayah perbatasan menggunakan truk, mobil bak, hingga kendaraan sepeda motor. Penyekatan di seluruh wilayah perbatasan Jakarta berhasil menghalau sebagian demonstran pelajar untuk bergabung dengan berbagai elemen buruh dan mahasiswa di sekitar Senayan, Palmerah, Slipi, dan Pejompongan.

Sedikitnya 1.192 demonstran digelandang polisi ke Mapolda Metro Jaya atas tuduhan sebagai perusuh, separuh di antaranya dilaporkan berstatus pelajar SMA. Polisi di wilayah hukum Jakarta Timur menemukan barang bukti berupa batu, raket, bahkan narkoba jenis sabu-sabu dari dalam tas pelajar yang ditangkap saat melintasi Jalan Raya Bogor, Ciracas.

"Mereka sudah dipersenjatai dengan batu dan raket sebagai alat pelontar kalau terjadi bentrok dengan aparat. Sabu-sabu dia pakai untuk stimulus agar lebih berani menghadapi aparat," kata Wakapolrestro Jakarta Timur AKBP Steven Tamuntuan.

Dari wilayah hukum Jakarta Selatan, sebanyak lima dari 161 demonstran remaja yang ditangkap oleh polisi dilaporkan reaktif COVID-19 saat dilakukan tes cepat.

296 pelajar lainnya juga dihadang aparat yang berjaga di perbatasan utara Jakarta. Mereka berasal berbagai sekolah di Jakarta dan luar Ibu Kota.

Jumlah pelajar yang berhasil diantisipasi aparat gabungan TNI-Polri di perbatasan itu boleh jadi sedikit jumlahnya, sebab upaya penghadangan demonstran pelajar yang hendak Jakarta juga dilakukan di seluruh wilayah penyangga Ibu Kota seperti Bekasi, Bogor, Depok dan Tangerang.

Polda Metro Jaya berhasil mendeteksi pesan berantai berisi ajakan aksi kepada para pelajar dan remaja untuk menolak Undang-Undang Cipta Kerja di Jakarta. Remaja itu berkumpul di sekitar Pancoran, Palmerah, Jalan Asia Afrika Senayan, dan Portal Senayan dengan menggunakan atribut hitam.

Direktur Lalu Lintas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Polisi Sambodo Purnomo Yogo mengungkapkan dari hasil pemeriksaan telepon seluler milik para pelajar muncul ajakan kepada mereka untuk bergabung dalam aksi di Jakarta.

"Dikhawatirkan ini kelompok anarko yang memang di beberapa kota selalu berbuat kerusuhan," ujar Sambodo.

Kelompok anarko dikenal sebagai perusuh yang bertujuan merusak sarana prasarana dan berbuat ricuh. Salah satu pelajar berinisial DI (16) membenarkan adanya ajakan dari orang yang tidak dikenal melalui pesan WhatsApp untuk ikut aksi di Jakarta.

"Pesannya saya disuruh ke Jakarta. Isinya 'Jakarta Memanggil'. Saya tidak kenal siapa yang kirim (pesannya). Tiba-tiba masuk di inbox saya. Terus teman-teman juga dapet (pesan)," katanya.

Pesan 'Jakarta Memanggil' juga beredar di sejumlah laman Facebook milik rekan DI. Dia mengaku tidak memahami tentang permasalahan Undang-Undang Cipta Kerja yang akan dia perjuangkan. Solidaritas adalah motivasinya untuk ikut dalam aksi.

Pelajar SMP di Kota Serang berinisial H mengaku dipaksa oleh rekannya untuk ikut aksi ke Jakarta. Jika menolak, maka dia akan dipukuli, dijauhi, bahkan diancam akan dihabisi nyawanya.

"Tadi pagi ada teman ke rumah menjemput, dia ngajak demo. Kalau enggak ikut, katanya diincar, digebukin, mau dibunuh," kata dia.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement