Kamis 08 Oct 2020 03:05 WIB

Hipmi Nilai UU Ciptaker akan Tingkatkan Daya Saing Indonesia

Hipmi optimistis daya saing Indonesia akan naik dengan adanya UU Ciptaker.

Rep: Rizkyan Adiyudha/ Red: Bayu Hermawan
Anggawira
Foto: dokumentasi pribadi
Anggawira

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) Anggawira menilai pengesahan UU Cipta Kerja akan menyederhanakan peraturan yang ada. Menurutnya, produk hukum tersebut juga akan menghapus aturan yang selama ini membebani dunia usaha.

Dia menilai, aturan baru tersebut akan memberikan banyak insentif bagi investor. Dia mengatakan, penyederhanaan sejumlah kebijakan juga akan meningkatkan daya saing Indonesia di dunia internasional.

Baca Juga

"Ini merupakan salah satu langkah terobosan dalam meningkatkan competitiveness index kita," kata Anggawira, dalam keterangan, Rabu (7/10).

Meski demikian, dia menggarisbawahi bahwa saat ini perlu aturan yang lebih teknis untuk pelaksanaan UU Cipta Kerja. Anggawira berpendapat, sebab hal yang diatur dalam beleid tersebut masih bersifat makro.

"Perlu diatur lebih detail bagaimana soal importasi, tenaga kerja, hal itu perlu diatur sehingga memberi kepastian usaha," katanya.

Dia melanjutkan, selain memerlukan aturan teknis, saat ini pemerintah juga perlu berkomunikasi dengan seluruh pemangku kepentingan seperti buruh, pengusaha dan investor. Dia mengatakan, hal tersebut agar implementasi UU Cipta Kerja dapat berjalan dengan baik.

Seperti diketahui, DPR RI resmi mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja menjadi undang-undang. Persetujuan diambil dalam Rapat Paripurna Masa Sidang IV tahun sidang 2020-2021 yang digelar di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (5/10) sore.

Ada sejumlah poin yang telah disetujui selama pembahasan RUU Cipta Kerja. Beberapa di antaranya terkait pesangon, upah minimum, dan jaminan kehilangan pekerjaan.

Terkait Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK), pemerintah dan DPR juga sepakat untuk tetap dijalankan dengan syarat atau kriteria tertentu. UMK juga tetap ada menyesuaikan inflasi dan tidak dikelompokan secara sektoral.

Poin lain yang juga disetujui adalah soal Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP), Jaminan Hari Tua, dan Jaminan Kecelakaan Kerja. Semua jaminan kehilangan pekerjaan ini, pada intinya disetujui untuk tetap disubsidi melalui upah dengan menggunakan data BPJS Ketenagakerjaan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement