Rabu 07 Oct 2020 20:35 WIB

Tiap Manusia akan Hadapi Ujian dalam Hidup, Ini Alasannya

Allah SWT memberikan ujian bagi tiap umat manusia dalam hidup mereka.

Allah SWT memberikan ujian bagi tiap umat manusia dalam hidup mereka. Ilustrasi sabar hadapi ujian hidup
Foto: REPUBLIKA
Allah SWT memberikan ujian bagi tiap umat manusia dalam hidup mereka. Ilustrasi sabar hadapi ujian hidup

REPUBLIKA.CO.ID, Orang beriman pasti akan diuji dengan keburukan dan kebaikan selama ia masih hidup. Hal itu tidak lain untuk meningkatkan derajatnya di sisi Allah serta membuatnya menjadi pribadi yang tangguh dan penuh empati terhadap sesama manusia. 

Ketika manusia lahir ke dunia, bahkan ketika masih di dalam kandungan, ia sudah mengalami banyak ujian. Ia diuji, misalnya, dengan ibu yang mengandungnya. Apakah sang ibu dengan tulus menjaganya, memberinya asupan yang baik agar tumbuh sehat hingga waktu melahirkan tiba, atau sebaliknya, tak peduli, bahkan dengan tega menggugurkannya karena tak menginginkannya

Baca Juga

Bagi orang beriman, hidup sejatinya adalah panggung ujian. Ujian itu tak mesti melulu berbentuk sesuatu yang buruk. Ujian bisa juga sesuatu yang baik. Allah SWT berfirman:

كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ ۗ وَنَبْلُوكُمْ بِالشَّرِّ وَالْخَيْرِ فِتْنَةً ۖ وَإِلَيْنَا تُرْجَعُونَ "Setiap jiwa pasti akan mati. Dan, Kami uji kalian dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan; kepada Kamilah kalian kembali." (QS al- Anbiya' [21]: 35).

 

Setelah lahir, manusia makin bertambah ujiannya. Apakah orang tua akan merawatnya atau menelantarkannya, mendidiknya dengan baik atau menyianyiakannya, mensyukurinya atau malah menyesal telah melahirkannya. Semakin dewasa, ujian makin bertambah ketika berinteraksi dengan lingkungan dan orang lain. Ternyata, tidak semua orang bersikap baik, bahkan ada yang menyakitinya atau berbuat jahat terhadapnya.

Seperti pada ayat di atas, ujian tak mesti berbentuk sesuatu yang buruk. Lahir dalam lingkungan yang berada, dengan asupan makanan dan gizi yang baik, dirawat dengan baik, itu juga ujian.

Apakah kelak dari semua kebaikan dan keberuntungan itu ia akan menjadi pribadi yang bersyukur, mengenal Allah, baik terhadap orang lain, tertanam rasa empati dan simpati terhadap orang lain yang tak seberuntung dirinya atau tidak. Apakah akan menjadi pribadi yang saleh atau sebaliknya, menjadi pribadi yang individualis, egois, angkuh, dan tak peduli dengan sesama.

Orang beriman yang menyadari posisi dirinya dalam hidup akan melihat keburukan dan kebaikan sebagai kesempatan emas untuk tetap istiqamah dalam kebaikan. Ketika didera keburukan, ia akan tetap ingat Allah, tetap baik dalam hubungan sosial dan bersabar dengan apa yang dialami.

Pun ketika merasa berada dalam kebaikan, kehidupan yang nikmat, tak kekurangan, serbacukup, ia akan menyadari ada orang-orang yang tidak sebaik dirinya. Dari situ lahir empati dan kepedulian terhadap orang-orang yang tak mampu, lalu ia menjadi orang yang ringan tangan memberi tanpa pamrih serta berbuat semampunya untuk membantu.

Orang seperti itulah yang dimaksud oleh Rasulullah sebagai mukmin sejati yang beruntung di dunia dan di akhirat: 

عَنْ أَبِي يَحْيَى صُهَيْبِ بْنِ سِنَانٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: عَجَبًا لِأَمْرِ الْمُؤمنِ إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ لَهُ خَيْرٌ، وَلَيْسَ ذَلِكَ لِأَحَدٍ إِلَّا لِلْمُؤْمِنِ: إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ، فَكَانَ خَيْرًا لَهُ، وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ، صَبَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ

"Sungguh mengagumkan perihal orang mukmin; semua hal yang menimpa mereka membuahkan kebaikan yang itu tidak didapatkan oleh selainnya: jika ia mengalami kelapangan atau kebaikan ia bersyukur, maka itu baik buatnya. Dan, jika ia mengalami kesempitan atau keburukan ia bersabar, maka itu juga baik buatnya." (HR Muslim dari Abu Yahya Shuhaib bin Sinan RA).    

sumber : Harian Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement