Rabu 07 Oct 2020 19:56 WIB

Menaker: UU Ciptaker tak Hapus UMK, Cuti Hingga Pesangon PHK

Menaker menegaskan UU Ciptaker tak hapus UMK, Cuti hingga pesangon PHK.

Rep: Amri Amrullah/ Red: Bayu Hermawan
Menaker Ida Fauziyah
Foto: Humas Kemnaker
Menaker Ida Fauziyah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah kembali menjelaskan soal poin-poin kluster ketenagakerjaan di Undang Undang (UU) Cipta Kerja yang selama ini mengalami distorsi informasi di masyarakat, pekerja atau buruh. Diantaranya adalah soal Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK), Hak Cuti hingga pesangon saat mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).

Menaker mengakui, kluster ketenagakerjaan merupakan kluster yang banyak sekali terjadi distorsi informasi di masyarakat. Ida menjelaskan UU Cipta Kerja di kluster ketenagakerjaan dijelaskan pasal 82. "Dimana disebutkan pasal ini bertujuan untuk perlindungan kepada tenaga kerja dan meningkatkan peran dan kesejahteraan pekerja atau buruh," kata Ida dalam konferensi pers bersama UU Cipta Kerja di Kemenko Ekonomi, Rabu (7/10).

Baca Juga

Namun, Ida mengatakan tetap merujuk beberapa ketentuan dalam UU nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, UU nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional dan UU nomor 24 tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial dan UU nomor 18 tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia.

Jadi, Menaker melanjutkan UU Cipta Kerja kluster ketenagakerjaan ini dimaksudkan untuk memberikan penguatan perlindungan kepada Tenaga Kerja dan meningkatkan peran dan kesejahteraan pekerja atau buruh dalam mendukung ekosistem investasi. Kemudian yang dipatuhi dalam penyusunan kluster ketenagakerjaan.

Ida menegaskan ketentuan kluster ketenagakerjaan ini tetap memperhatikan hasil putusan Mahkamah Konstitusi (MK) atas uji materi undang-undang nomor 13 tahun 2003. Sehingga DPR dan pemerintah mematuhi apa yang sudah menjadi keputusan dari mahkamah konstitusi.

Beberapa hal yang menurut Menaker Ida perlu diluruskan karena terjadi distorsi informasi pada kluster ketenagakerjaan. Pertama tentang UU Cipta Kerja tetap mengatur syarat-syarat dan perlindungan hak bagi pekerja atau buruh PKWT (Perjanjian Kerja Waktu Tertentu), yang menjadi dasar dalam penyusunan perjanjian kerja.

Di samping itu juga, kelas Ida, UU Cipta Kerja tetap mengatur perlindungan tambahan berupa kompensasi pekerja atau buruh pada saat berakhirnya PKWT. Jadi ketentuan syarat-syarat itu tetap diatur sebagaimana UU Nomor 13 tahun 2003. "Ada tambahan baru yang tidak dikenal dalam UU 13 no. 2003 yang itu adalah justru memberikan perlindungan kepada para pekerja PKWT, yaitu adanya kompensasi kepada pekerja atau buruh pada saat berakhirnya PKWT," ujarnya.

Kemudian, Menaker juga menegaskan syarat-syarat dan perlindungan hak bagi pekerja atau buruh dalam kegiatan alih daya atau outsourcing masih tetap dipertahankan. Bahkan UU Cipta kerja memasukkan prinsip pengalihan perlindungan hak bagi pekerja atau buruh, apabila terjadi pergantian perusahaan alih daya, sepanjang objek pekerjanya masih ada. 

"Ini juga sesuai dengan putusan MK nomor 27 tahun 2011," ucapnya.

Disamping itu, lanjut dia, pengawasan juga dialamatkan ke perusahaan outsourcing UU Cipta Kerja yang akan mengatur syarat-syarat perizinan terhadap perusahaan outsourcing yang terintegrasi dalam sistem online single submission (OSS). Sehingga UU Cipta Kerja ini bisa mengontrol perusahaan outsourcing yang tidak terdaftar. 

Dengan UU ini pengawasan outsourcing bisa dilakukan dengan baik karena terdaftar harus terdaftar dalam sistem OSS. Berikutnya, ketentuan mengenai waktu kerja dan waktu istirahat. Menaker Ida menyebut di poin ini banyak sekali terjadi distorsi informasinya. Padahal ini tetap diatur sebagaimana UU no.13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, dengan menambah ketentuan baru mengenai pengaturan waktu kerja dan waktu istirahat pada sektor usaha dan pekerjaan tertentu.

"Ini kenapa diatur, jadi undang-undang yang eksis tetap ada, tetapi kita mengakomodir tuntutan perlindungan bagi pekerja atau buruh pada bentuk-bentuk hubungan kerja dan sektor tertentu, yang di era ekonomi digital saat ini berkembang sangat dinamis," jelasnya.

Kemudian UU Cipta Kerja ini, jelas Menaker, tetap mengatur hak-hak perlindungan upah bagi pekerja atau buruh. Sebagaimana peraturan perundnag-undangan existing UU no.13 tahun 2003 dan PP no. 78 tahun 2015. "Jadi banyak yang berkembang bahwa, upaha minimum dihapus. Padahal upah minimum ini tetap diatur dan ketentuannya juga tetap mengacu pada uu 13 tahun 2003 dan PP 78 tahun 2015," tegasnya.

Selain itu, kata dia, terdapat penegasan variabel dan formula dalam penetapan upah minimum berdasarkan pertumbuhan ekonomi atau inflasi. Dimana ketentuan mengenai Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) juga tetap dipertahankan. "Saya ulang untuk menegaskan bahwa Upah Minimum Kabupaten/Kota tetap dipertahankan," katanya.

Hal lain yang terjadi distorsi dalam UU Cipta Kerja pada kluster ketenagakerjaan adalah UU ini menghapus ketentuan mengenai penangguhan pembayaran upah minimum. Menaker Ida kembali membantah hal itu. Jadi tidak bisa pembayaran upah minimum itu ditangguhkan, ini jelas disebutkan di UU Cipta kerja yang baru disahkan kemarin.

Kemudian dalam rangka memperkuat perlindungan upah bagi pekerja atau buruh, Menaker Ida juga menyampaikan UU Cipta Kerja justru turut meningkatkan pertumbuhan sektor usaha mikro dan kecil (UMKM). UU Cipta Kerja ini mengatur ketentuan pengupahan bagi sektor UMKM, sehingga dengan UU ini perluasan kesempatan kerja dari UMKM juga akan diatur pengupahannya.

Kemudian dalam rangka perlindungan kepada pekerja atau buruh yang menghadapi proses pemutusan hubungan kerja (PHK). Menaker Ida menerangkan, RUU Cipta kerja tetap mengatur mengenai ketentuan persyaratan dan tata cara PHK. "Jadi tidaklah benar kalau dipangkas Ketentuan dan syarat tata cara PHK. tetap diatur sebagaimana undang-undang 13 2003," sebutnya.

Termasuk peran serikat pekerja, Menaker juga membantah bila peran serikat pekerja dihilangkan dalam UU Cipta Kerja. UU ini tetap memberikan ruang bagi Serikat Pekerja atau serikat buruh dalam memperjuangkan kepentingan anggotanya yang sedang mengalami proses PHK. "Kita sama sekali tidak meniadakan peran-peran serikat pekerja serikat buruh dalam mengadvokasi anggotanya ketika mengalami persoalan PHK dengan pengusahanya," tegas Menaker.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement