Rabu 07 Oct 2020 13:56 WIB

Kremlin Khawatir Perang Armenia Picu Milisi Masuk Rusia

Intelijen Rusia soroti milisi-milisi bayaran dalam perang Armenia versus Azerbaijan.

Rep: Dwina Agustin/ Red: Teguh Firmansyah
Tentara Armeni dalam pertempuran di Nogorno-Karabakh.
Foto: EPA-EFE/ARMENIA DEFENCE MINISTRY PRESS
Tentara Armeni dalam pertempuran di Nogorno-Karabakh.

REPUBLIKA.CO.ID, YEREVAN -- Istana Kremlin mengeluarkan seruan baru untuk diakhirinya permusuhan di dan sekitar Nagorno-Karabakh pada Selasa (6/10). Desakan ini kembali ditekankan setelah kepala intelijen luar negeri Moskow mengatakan daerah pergununung bisa menjadi akses milisi untuk memasuki Rusia.

Sebelumnya Kepala Badan Intelijen Luar Negeri SVR Rusia, Sergei Naryshkin, mengatakan konflik di Nagorno-Karabakh menarik orang-orang yang digambarkan sebagai tentara bayaran dan teroris dari Timur Tengah.

Baca Juga

"Kami berbicara tentang ratusan dan bahkan ribuan radikal yang berharap mendapatkan uang dalam perang Karabakh baru," katanya dalam sebuah pernyataan.

Naryshkin memperingatkan bahwa wilayah Kaukasus Selatan bisa menjadi landasan peluncuran baru bagi organisasi teroris internasional. Milisi dapat memanfaatkan konflik itu untuk memasuki negara-negara lain, termasuk Rusia.

Konflik antara Armenia dan Azerbaijan belum menemukan titik terang. Meski, laporan, kantor berita AFP yang dikutip dari Reuters mengatakan, Armenia telah menawarkan konsesi hanya jika Azerbaijan siap untuk melakukannya.

Sedangkan Azerbaijan mengatakan akan berhenti berperang hanya jika Armenia menetapkan jadwal untuk mundur dari Nagorno-Karabakh. Wilayah itu menurut hukum internasional adalah milik Azerbaijan tetapi dihuni dan diatur oleh etnis Armenia.

Pertempuran sejak 27 September telah meningkatkan kekhawatiran bahwa Turki dan Rusia dapat terseret ke dalam konflik Kaukasus Selatan. Iran yang berbatasan dengan Azerbaijan dan Armenia juga mengkhawatirkan konflik tersebut.

Juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov, menyatakan kekhawatirannya setelah pertempuran paling mematikan dalam lebih dari 25 tahun antara etnis Armenia dan pasukan Azerbaijan  yang memasuki hari ke-10.  Sementara itu Menteri Luar Negeri Rusia, Sergei Lavrov, menyuarakan keprihatinan serius tentang eskalasi yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam panggilan telepon dengan Menteri Luar Negeri Iran.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement