Rabu 07 Oct 2020 11:18 WIB

Perdana Menteri dan Ketua Parlemen Kirgizstan Mundur

Perdana Menteri Kirgizstan Kubatbek Boronov mengundurkan diri dari jabatannya.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Christiyaningsih
Warga Kirgizstan yang memprotes hasil pemilihan parlemen menjebol kantor pemerintah. Ilustrasi.
Foto: EPA
Warga Kirgizstan yang memprotes hasil pemilihan parlemen menjebol kantor pemerintah. Ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, BISHKEK -- Perdana Menteri Kirgizstan Kubatbek Boronov mengundurkan diri dari jabatannya pada Selasa (6/10). Langkah serupa diambil ketua parlemen negara tersebut, Dastan Jumabekov. Keputusan mereka mundur dilakukan saat Kirgizstan dilanda demonstrasi dan kerusuhan menolak hasil pemilu parlemen.

Boronov dan Jumabekov menyerahkan surat pengunduran diri pada pertemuan darurat parlemen di ibu kota Bishkek. Untuk sementara waktu, parlemen menunjuk Sadyr Zhaparov, pendiri partai oposisi Mekenchil, yang kalah dalam pemilu, sebagai plt perdana menteri.

Baca Juga

Zhaparov baru saja dibebaskan dari penjara oleh para demonstran. Dia menjalani hukuman 11 tahun dan enam bulan karena menyandera pejabat pemerintah pada 2013.

Selain Boronov dan Jumabekov, wali kota Bishkek dan Osh serta gubernur wilayah Naryn, Talas, dan Issyk-Kul juga mengundurkan diri dari jabatannya. Sebanyak 13 partai oposisi di sana telah membentuk Dewan Koordinasi. Tugasnya adalah mengambil tanggung jawab penuh untuk mencari jalan keluar dari kebuntuan saat ini.

Hasil pemilu parlemen yang dimenangkan dua partai besar Kirgizstan telah memicu protes dan kemarahan. Kabar mengenai korupsi dan pembelian suara mewarnai proses pelaksanaannya.

Sehari setelah diumumkan, ribuan orang turun ke alun-alun Ala-Too untuk memprotes kecurangan pada Senin (5/10). Kerusuhan yang terjadi kemudian membuat dinas keamanan merespons dengan gas air mata, peluru karet, dan granat kejut terhadap para pengunjuk rasa. Hal itu menyebabkan seorang remaja berusia 19 tahun dan 590 orang lainnya luka-luka.

Para pengunjuk rasa yang mayoritas berpihak pada partai-partai oposisi itu turut menyerbu dan menggeruduk gedung parlemen serta kantor kepresidenan. Sekitar dua ribu orang menjebol gedung Komite Keamanan Nasional, kemudian membebaskan mantan presiden Almazbek Atambayev.

Adil Turdukuov, seorang aktivis dan sekutu Atambayev yang berpartisipasi dalam proses pembebasan mengatakan mantan presiden itu dibebaskan "tanpa kekuatan atau penggunaan senjata apa pun". Menurut dia, pejabat keamanan nasional tidak berusaha menghentikan pengunjuk rasa. "Mereka menyerah," ujarnya dikutip laman Aljazirah.

Rekaman yang diunggah di media sosial menunjukkan Atambayev (64 tahun) menyapa para pendukungnya setelah dia meninggalkan penjara. Atambayev menjalani hukuman 11 tahun karena perannya dalam pembebasan ilegal bos mafia.

Atambayev pernah dekat dengan presiden Kirgizstan saat ini yakni Sooronbay Jeenbekov. Namun mereka terlibat perselisihan tak lama setelah Jeenbekov memenangkan pemilihan presiden pada 2017. Kedua tokoh itu dipandang sebagai sekutu setia Rusia. Posisi strategis mereka kemungkinan besar tidak terpengaruh meski terjadi kerusuhan.

Untuk meredakan kerusuhan, komisi pemilihan Kirgizstan telah membatalkan hasil pemilu. Jeenbekov meminta para pemimpin politik terkait menenangkan pendukungnya masing-masing.

"Saya mendesak para pemimpin pemimpin partai politik untuk menenangkan pendukung mereka dan menjauhkan mereka dari tempat konsentrasi mereka. Saya menyerukan kepada semua rekan saya untuk menjaga perdamaian dan tidak menyerah pada seruan dari kekuatan provokatif," kata Jeenbekov dalam sebuah pernyataan yang dirilis di akun Facebooknya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement