Rabu 07 Oct 2020 01:02 WIB

Survei Sebut Mobilitas Sulit Dihindari Saat Pandemi

Faktor sosial dan ekonomi membuat mobilitas sulit dihindari.

Ilustrasi PSBB
Foto: Antara/Didik Suhartono
Ilustrasi PSBB

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Survei yang dilakukan dua lembaga di Indonesia menemukan bahwa mobilitas masyarakat di tengah pandemi COVID-19 tidak terhindarkan. Hal ini lantaran faktor sosial dan ekonomi.

Dua lembaga yang melakukan survei itu adalah Lembaga Penanggulangan Bencana dan Perubahan Iklim Nahdlatul Ulama (LPBI NU) dan Pusat Studi Pengurangan Risiko Bencana (PS PRB) Universitas Islam Raden Rahmat (Unira) Malang

Baca Juga

"Mobilitas yang terjadi adalah mobilitas antardesa, mobilitas ke pusat kota, dan mobilitas untuk wisata. Mobilitas keluar wilayah meningkat terutama setelah pemerintah mencanangkan adaptasi kebiasaan baru," kata Ketua LPBI NU M Ali Yusuf melalui siaran pers yang diterima di Jakarta, Selasa (6/10).

Survei tentang efektivitas komunikasi risiko COVID-19 oleh pemerintah yang dilaksanakan pada 21 Juli 2020 hingga 28 Juli 2020 di Jawa Timur, Bali, dan Nusa Tenggara Barat. Responden yang terlibat 978 orang tersebut bertujuan untuk mendapatkan gambaran persepsi dan keefektifan komunikasi risiko pada tokoh agama dan tokoh masyarakat lokal atau komunitas serta pemerintah desa.

Ali mengatakan mobilitas yang paling tinggi adalah mobilitas antardesa sebanyak 37,73 persen, diikuti mobilitas ke pusat kota sebanyak 23,01 persen, dan mobilitas untuk wisata sebanyak 8,38 persen.

"Mobilitas itu sangat erat dipengaruhi kebutuhan sosial dan ekonomi sehingga tidak dapat terhindarkan," kata dia.

Survei tersebut juga menemukan bahwa pesan terkait pengurangan risiko COVID-19 dapat dipahami dan diterima dengan baik oleh responden. Media sosial, televisi, dan radio lebih familiar sebagai media komunikasi dibandingkan situs web dan aplikasi khusus terkait COVID-19.

"Meskipun mayoritas responden, yaitu 87,53 persen, dapat mengakses alat komunikasi dan internet, tetapi media daring tidak terlalu familiar bagi responden untuk mendapatkan informasi tentang COVID-19. Media elektronik seperti televisi dan radio lebih banyak mendapat perhatian, yaitu 72,19 persen; sedangkan media cetak hanya 29,65 persen," tuturnya.

Berdasarkan temuan survei tersebut, LPBI NU menyarankan kepada pemerintah agar dalam penanganan COVID-19 melibatkan tokoh agama dan tokoh masyarakat. Keduanya bisa berkolaborasi dengan perangkat desa untuk memperkuat komunikasi dan pengurangan risiko COVID-19 pada masyarakat.

"Tokoh agama dan tokoh masyarakat dapat dijadikan sebagai role model didukung pemerintah desa untuk beberapa aspek seperti kepatuhan terhadap protokol kesehatan dan pemanfaatan tempat ibadah sebagai ruang edukasi penurunan risiko COVID-19," katanya.

Komunikasi dan sosialisasi menggunakan media sosial dan media alternatif lain seperti poster dan rumah ibadah perlu diperkuat agar dapat menjangkau lebih banyak elemen masyarakat.

Responden pada survei tersebut sebanyak 978 orang yang diambil melalui metode purposive multi-stage cluster sampling dengan proporsi 85 persen laki-laki dan 15 persen perempuan.

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement