Selasa 06 Oct 2020 17:30 WIB

'Banyak Sekolah tak Gunakan Kurikulum yang Disederhanakan'

Tidak ada petunjuk dari Disdik Provinsi Bengkulu terkait kebijakan kurikulum 13.

Rep: Inas Widyanuratikah/ Red: Agus Yulianto
Sekjen Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) - Heru Purnomo
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Sekjen Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) - Heru Purnomo

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) melihat, kurikulum khusus atau kurikulum yang disederhanakan oleh Kemendikbud, belum banyak dirasakan oleh siswa dan orang tua pendamping anak-anaknya belajar. Penugasan masih banyak dan isi buku teks pelajaran masih tidak dilewati dan dibahas semua.

"Sekolah tidak memiliki keberanian melaksanakan kebijakan memilih kurikulum 13 yang disederhanakan," kata Sekjen FSGI, Heru Purnomo, Selasa (6/10).

Salah satu kepala sekolah di Kabupaten Seluma, Bengkulu, Nihan, menyatakan, di wilayahnya kepala sekolah masih kebingungan dalam menggunakan kurikulum 2013 yang disederhanakan. Sebab, tidak ada petunjuk dan arahan apapun dari Dinas Pendidikan Provinsi Bengkulu.

"Sementara untuk membuat kurikulum mandiri, kami tidak mampu," kata dia.

Kurikulum khusus atau Kurikulum 2013 yang disederhanakan, seharusnya sangat membantu guru. Sebab, para guru tidak perlu lagi memilih Kompetensi Dasar (KD) mana saja yang esensial dan mana yang tidak.

Meskipun sudah ada kebijakan pembukaan sekolah di zona hijau dan kuning, saat ini mayoritas sekolah masih menjalankan pembelajaran jarak jauh dalam jaringan (PJJ daring). Berdasarkan hasil pemantauan FSGI, sekolah yang zona hijau dan kuning seluruhnya menggunakan Kurikulum 2013 meski jam belajar sudah diperpendek hanya 2-4 jam per hari. 

"Sekolah di zona orange dan merah mayoritas juga menggunakan Kurikulum 2013, bukan menggunakan Kurikulum 2013 yang disederhanakan. Padahal, pembelajaran lebih banyak searah, tanpa interaksi," kata Heru.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement