Selasa 06 Oct 2020 14:22 WIB

Kesehatan Mental Bikin Ribuan Orang di 60 Negara Dibelenggu

Hari Kesehatan Mental Sedunia diperingati pada 10 Oktober.

Depresi (Ilustrasi). Praktik belenggu lintas agama, strata sosial, kelas ekonomi, budaya, dan kelompok etnis terjadi di seluruh dunia terkait masalah kesehatan mental.
Foto: Pixabay
Depresi (Ilustrasi). Praktik belenggu lintas agama, strata sosial, kelas ekonomi, budaya, dan kelompok etnis terjadi di seluruh dunia terkait masalah kesehatan mental.

REPUBLIKA.CO.ID, ABUJA -- Ratusan ribu laki-laki, perempuan, dan anak-anak di sekitar 60 negara terbelenggu masalah kesehatan mental, menurut Human Rights Watch, Selasa. Tanpa dukungan atau kesadaran kesehatan mental, keluarga atau institusi sering membelenggu orang yang bertentangan dengan keinginan mereka, meninggalkan mereka makan, tidur, buang air kecil dan buang air besar di satu tempat kecil, menurut pengawas hak asasi manusia itu dalam sebuah laporan.

Menjelang Hari Kesehatan Mental Sedunia pada 10 Oktober, laporan Human Rights Watch mendokumentasikan melalui hampir 800 wawancara tentang bagaimana penyandang disabilitas psikososial di negara-negara seperti China, Nigeria, dan Meksiko dapat hidup dalam belenggu selama bertahun-tahun. Mereka dirantai ke pohon, dikunci, atau dipenjara di kandang hewan.

Baca Juga

"Kami telah menemukan praktik belenggu lintas agama, strata sosial, kelas ekonomi, budaya, dan kelompok etnis. Ini adalah praktik yang ditemukan di seluruh dunia," kata peneliti senior hak disabilitas di Human Rights Watch Kriti Sharma dalam sebuah wawancara.

Keyakinan di banyak negara "adalah bahwa orang dengan kondisi kesehatan mental telah diguna guna, atau dirasuki setan atau telah berdosa, dan akibatnya, mereka memiliki kondisi tersebut," katanya. Kementerian Luar Negeri China dan Kementerian Kesehatan Meksiko tidak segera menanggapi surel permintaan komentar dari Reuters.

Seorang juru bicara Kementerian Kesehatan Nigeria mengatakan kementerian belum melihat laporan itu dan menolak berkomentar. Tahun lalu, penggerebekan pihak berwenang Nigeria di pusat rehabilitasi Islam untuk obat-obatan dan masalah perilaku menjadi berita utama global setelah anak laki-laki dan laki-laki dewasa mengatakan mereka dibelenggu, dibiarkan telanjang, dipukuli, dan dilecehkan secara seksual.

Namun, di seluruh dunia, di pusat-pusat yang dikelola negara dan swasta serta lembaga pengobatan tradisional dan keagamaan, para petugas yang menangani menolak makanan orang, memaksakan obat-obatan dan pengobatan herbal pada mereka, dan melakukan kekerasan fisik dan seksual, menurut Human Rights Watch. Di banyak negara, layanan ini adalah "bisnis yang sangat menguntungkan, menurut Sharma.

Lembaga pengawas itu mengatakan keluarga sering membelenggu orang yang mereka cintai karena takut mereka akan melarikan diri dan menyakiti diri sendiri atau orang lain.

"Saya telah dirantai selama lima tahun," kata seorang pria Kenya bernama Paul kepada Human Rights Watch, yang rantainya sangat berat sehingga dia hampir tidak bisa bergerak, menurut kelompok itu.

"Saya tinggal di sebuah kamar kecil dengan tujuh pria," kata dia.

"Saya tidak diperbolehkan memakai pakaian, hanya pakaian dalam. Saya makan bubur di pagi hari dan jika beruntung, saya menemukan roti di malam hari."

sumber : Antara, Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement