Senin 05 Oct 2020 08:57 WIB

Azerbaijan Bertekad Rebut Nagorno Karabakh dari Armenia

Azerbaijan desak Armenia mundur dari Nagorno Karabakh sebagai syarat gencatan senjata

Rep: Dwina Agustin/ Red: Teguh Firmansyah
 Sebuah gambar selebaran yang dirilis 04 Oktober 2020 oleh Kementerian Pertahanan Azerbaijan di situs resminya menunjukkan pemandangan kerusakan di kota Ganja di Azerbaijan setelah penembakan baru-baru ini. Bentrokan bersenjata meletus pada 27 September 2020 dalam konflik teritorial yang membara antara Azerbaijan dan Armenia atas wilayah Nagorno-Karabakh di sepanjang garis kontak Republik Nagorno-Karabakh yang diproklamasikan sendiri (juga dikenal sebagai Artsakh).
Foto: EPA-EFE/AZERBAIJAN DEFENCE MINISTRY
Sebuah gambar selebaran yang dirilis 04 Oktober 2020 oleh Kementerian Pertahanan Azerbaijan di situs resminya menunjukkan pemandangan kerusakan di kota Ganja di Azerbaijan setelah penembakan baru-baru ini. Bentrokan bersenjata meletus pada 27 September 2020 dalam konflik teritorial yang membara antara Azerbaijan dan Armenia atas wilayah Nagorno-Karabakh di sepanjang garis kontak Republik Nagorno-Karabakh yang diproklamasikan sendiri (juga dikenal sebagai Artsakh).

REPUBLIKA.CO.ID, BAKU -- Presiden Azerbaijan, Ilham Aliyev, menuntut agar Armenia segera mundur dari Nagorno-Karabakh dan wilayah sekitar Azeri, Ahad (4/10/. Jika negara tetangga itu tidak melakukan, maka Azerbaijan tidak akan menghentikan aksi militer sampai itu terjadi.

“Tawaran saya adalah sebagai berikut: biarkan mereka menarik pasukannya, dan konfrontasi akan dihentikan, tapi ini tidak boleh dengan kata-kata, tapi dalam perbuatan,” ujar Aliyev.

Baca Juga

Dalam pidato yang disiarkan televisi, Aliyev mengatakan, pasukan Azeri bergerak maju dalam serangan selama seminggu untuk merebut kembali tanah yang mereka kuasai dari etnis Armenia pada 1990-an. "Azerbaijan punya satu syarat, yaitu pembebasan wilayahnya. Nagorno-Karabakh adalah wilayah Azerbaijan. Kita harus kembali dan kita akan kembali," ujarnya.

Aliyev mengatakan, komunitas internasional telah gagal selama tiga dekade untuk menegakkan resolusi PBB atau menekan Armenia mengembalikan wilayah Azerbaijan. Isi dan nada pesan Aliyev menjelaskan bahwa Baku tidak akan menerima seruan untuk gencatan senjata segera seperti yang didorong oleh Rusia, Amerika Serikat, dan Uni Eropa.

Setelah pidato Aliyev, pejabat Kementerian Pertahanan Armenia, Artsrun Hovhannisyan, menyatakan tidak ada risiko untuk negaranya dari ancaman itu. "Saya tidak berpikir bahwa ada risiko untuk Yerevan (ibu kota Armenia), tetapi bagaimanapun kami sedang berperang," katanya.

Konflik terbaru ini mengancam akan menyeret kekuatan regional lainnya, karena Azerbaijan didukung oleh Turki, sedangkan Armenia memiliki pakta pertahanan dengan Rusia. Ratusan orang tewas dalam sepekan terakhir pertempuran antara Azerbaijan dan pasukan etnis Armenia, termasuk lebih dari 40 warga sipil. Lokasi wilayah pertempuran pun terancam semakin meluas.

Sebelum pidato tersebut, Azerbaijan mengatakan pasukan Armenia telah menembakkan roket ke kota kedua Ganja. Peristiwa ini menewaskan satu warga sipil dan melukai 32 lainnya.

Serangan rudal lain pun terjadi di kota industri Azeri, Mingachevir. Azerbaijan mengancam akan membalas dengan menghancurkan target militer di dalam Armenia.

"Serangan Armenia yang menargetkan warga sipil di Ganja ... adalah manifestasi baru dari sikap Armenia yang melanggar hukum. Kami mengutuk serangan ini," ujar Kementerian Luar Negeri Turki.

Kementerian Pertahanan Armenia dan wilayah yang memisahkan diri mengatakan, mereka membantah klaim Baku atas serangan Yerevan terhadap Mingachevir di Azerbaijan. Armenia membantah telah mengarahkan tembakan apapun ke Azerbaijan.

Pemimpin Nagorno-Karabakh pro Armenia Arayik Harutyunyan, mengatakan pasukannya telah menargetkan pangkalan udara militer di Ganja. Hanya saja, berhenti menembak untuk menghindari korban sipil. Namun, dia mempertimbangkan akan menargetkan unit militer yang terletak di kota-kota besar Azeri..

Menteri Luar Negeri Rusia, Sergei Lavrov, menyerukan gencatan senjata segera dalam percakapan dengan Menteri Luar Negeri Armenia. Moskow menyatakan siap membantu mencari solusi untuk konflik tersebut melalui Organisasi untuk Keamanan dan Kerja Sama di Eropa (OSCE).

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement