Ahad 04 Oct 2020 11:37 WIB

Saat Orang Jawa Tinggalkan Batik untuk Berpakaian Eropa

Orang-orang Bumiputra meninggalkan batik dan kebaya lalu mengenakan pakaian Eropa.

RM Notosuroto
Foto:

Pada 1898 orang-orang bumiputra sudah ada yang mengenakan pakaian Eropa, tetapi kepala masih mengenakan blangkon/ikat kepala. Ada orang dengan nama samaran Sportman yang menyatakan keberatannya dan menulis surat pembaca di koran Bataviaasch Nieuwsblad pada 9 November 1898.

“Saya dan pengendara sepeda lain baru-baru ini merasa kesal saat melihat beberapa orang bumiputra berpakaian Eropa duduk-duduk di sini di Batavia dengan sepedanya,” tulisnya. Hanya blangkon/ikat kepala yang menurutnya memperlihatkan mereka sebagai orang Timur. Tapi selain itu, kostumnya lengkap khas Eropa: sepatu, kaus kaki panjang, celana selutut, dan jas terkancing.

Dia mempersoalkan itu dengan mengungkap adanya larangan bumiputra mengenakan pakaian Eropa. Ia juga menyebut larangan di Surabaya bahwa orang Arab tak boleh mengenakan sepatu saat bersepeda.

Ia tak ingin pakaian Eropa dianggap sebagai pakaian bumiputra. Melalui surat pembaca itu, ia pun meminta polisi segera melakukan razia terhadap bumiputra yang mengenakan pakaian Eropa.

Meski mendapat pandangan sinis dari orang-orang Belanda, keinginan orang Jawa bisa berpakaian Eropa terus ada. Eckart, nama samaran dari pejabat pemerintah kolonial, pada 1888 menerbitkan buku Indische Brieven aan een Staatsraad dengan kata pengantar dari etnolog PJ Veth. Di dalamnya disinggung kekhawatiran mengenai penampilan para raden ayu yang mengenakan gaun Eropa dan meninggalkan kebaya mereka.

Bataviaasch Handelsblad pada 1892 juga mengeluarkan kritiknya. Pakaian Eropa hanya mengolok-olok orang Timur dari sudut pandang estetika. Tak hanya di Jawa, tetapi juga di Jepang yang meninggalkan kimono beralih ke gaun Eropa. Kata koran itu, pada dasarnya pakaian telah menjadi konsepsi keindahan yang merefleksikan karakter masing-masing bangsa.

Namun, gelombang perubahan tak bisa dibendung. Pada Februari 1914, misalnya, guru-guru bumiputra di Jawa Timur mengadakan rapat di Surabaya membahas tuntutan diperbolehkan mengenakan pakaian Eropa saat mengajar. Namun, Bupati menasihati agar tak mengadopsi pakaian Eropa, karena pakaian Eropa tak bisa digunakan di masjid.

Menyusul kemudian, pada Maret 1915 pegawai bumiputra di kantor Pegadaian di Surabaya juga menuntut diperbolehkan mengenakan pakaian Eropa. Para pegawai bumiputra di kantor Residen Surabaya juga melakukan hal yang sama.

Pada 1915, keresahan pun mulai muncul ketika banyak orang mengenakan pakaian Eropa. Di satu sisi, tukang jahit baju kebanjiran order, di sisi lain produsen batik resah karena penjualan berkurang. Kain batik biasa dipakai sebagai bawahan dalam pakaian Jawa. Mereka tak lagi membeli kain batik karena sudah menggantikannya dengan celana panjang. Selamat Hari Batik, 2 Oktober.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement