Ahad 04 Oct 2020 06:16 WIB

Cerita Berkurangnya Jumlah Pesangon PHK di RUU Cipta Kerja

Usulan pemerintah, pesangon dari 32 jadi 25 kali gaji di RUU Ciptaker diterima DPR.

Sejumlah korban Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) mendirikan tenda dan bermalam sebagai bentuk protes di Makassar, Sulawesi Selatan, Kamis (9/7). Pandemi Covid-19 mengakibatkan banyaknya PHK. (ilustrasi)
Foto: ANTARA/ABRIAWAN ABHE
Sejumlah korban Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) mendirikan tenda dan bermalam sebagai bentuk protes di Makassar, Sulawesi Selatan, Kamis (9/7). Pandemi Covid-19 mengakibatkan banyaknya PHK. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Febrianto Adi Saputro

Dalam rapat daftar inventarisasi masalah (DIM) RUU Cipta Kerja (Ciptaker) yang digelar pada Ahad (27/9) malam pekan lalu, Badan Legislasi (Baleg) DPR RI dan pemerintah menyepakati skema pembayaran pesangon akibat pemutusan hubungan kerja (PHK). Di mana, jumlah pesangon yang dibayarkan sebanyak 32 kali gaji, yang dibayarkan oleh pihak pemberi kerja dan pemerintah.

Baca Juga

Jumlah besaran pesangon di RUU Ciptaker itu sama dengan UU existing, yakni UU Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan sebanyak 32 kali gaji. Namun, yang membedakannya adalah soal siapa yang memberikan pesangon itu.

Saat melakukan PHK, pemberi kerja wajib membayar pesangon sebesar 23 kali gaji. Sedangkan pemerintah membayar sembilan kali gaji melalui skema Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP).

Namun, pada rapat pembahasan di tingkat tim perumus/ tim sinkronisasi RUU Ciptaker yang digelar Baleg DPR, Sabtu (3/10), Pemerintah tiba-tiba kembali mengusulkan agar besaran pesangon untuk pekerja yang di-PHK kembali diubah. Pada rapat kemarin,  pemerintah mengusulkan jumlah pesangon diubah menjadi maksimal 25 kali, dengan komposisi 19 kali gaji dari pemberi kerja, dan enam kali gaji dari pemerintah melalui program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP).

"Dalam perkembangan bahwa dan memperhatikan kondisi saat ini terutama dampak pandemi Covid-19 maka beban tersebut diperhitungkan ulang," kata Staf Ahli Bidang Regulasi, Penegakan Hukum, dan Ketahanan Kemenko Perekonomian Elen Setiadi dalam rapat tersebut.

Pemerintah memaparkan bahwa, hanya sebanyak 7 persen perusahaan yang mampu merealisasikan aturan pembayaran pesangon sebesar 32 kali gaji. Oleh karena itu, pemerintah berharap dengan usulan tersebut, ada kepastian pesangon dapat diberikan kepada para buruh dari pemberi kerja.

"Oleh karena itu kami ingin betul bahwa pelaksanaan program pemberian pesangon dapat betul-betul diberikan kepada buruh melalui skema program JKP, yang dilakukan pengelolaannya oleh pemerintah," ucapnya

"Jadi seolah-olah akan ada pengurangan nilai tapi sebenarnya yang terjadi adalah kepastian dalam pemberian PHK pesangon," katanya menambahkan.

Atas usulan pemerintah ini, Baleg DPR menyepakatinya. Namun, kesepakatan Baleg DPR diwarnai penolakan dua fraksi, yakni Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Demokrat.

"Terhadap pandangan pemerintah saya ingin bertanya kepada pimpinan fraksi-fraksi apakah hal tersebut dapat kita setujui?" tanya Ketua Baleg DPR Supratman Andi Agtas, yang kemudian diikuti pernyataan "setuju" oleh sejumlah anggota baleg yang hadir dalam rapat tersebut.

Anggota Baleg dari Fraksi PDIP, Arteria Dahlan mengaku heran lantaran aturan mengenai besaran pesangon yang sebelumnya telah diketok dalam rapat panja kini dibahas lagi dalam rapat tersebut. Sementara itu anggota Anggota Baleg Fraksi Partai Nasdem Taufik Basari meminta pemerintah memberikan jaminan bahwa kebijakan tersebut tidak memunculkan PHK massal.

"Seolah-olah nanti akan berpikir ini bagian dari kemudahan untuk melakukan PHK. Jaminan apa yang bisa disampaikan pemerintah untuk meyakinkan kami semua dan buruh, bahwa usulan baru ini tidak timbulkan hal yang kita khawatirkan, karena ini kan soal nasib orang," ujarnya.

Fraksi PKS menyatakan menolak usulan pemerintah. Anggota Baleg DPR Fraksi PKS Ledia Hanifa Amaliah juga mempertanyakan rata-rata masa bekerja yang mengalami PHK di Indonesia.

"Mungkin dua sampai tiga tahun terakhir ini masa kerja berapa lama yang didahulukan di PHK. Bisa jadi misalnya, kan saya tidak tahu apakah misalnya yang sudah 10 tahun kerja itu duluan yang di PHK, pasti akan lebih besar pesangonnya tapi kalau yang baru 5 tahun, atau yang bagaimana, kami perlu data itu untuk memastikan kami kemudian mengambil keputusan," ujar Ledia.

"Fraksi PKS tetap kesepakatan panja pertama, tidak menginginkan perubahan seperti yang disampaikan pemerintah," ucap Ledia, menambahkan.

Fraksi Partai Demokrat juga menolak usulan pemerintah soal pengurangan jumlah pesangon PHK. Anggota Baleg DPR Fraksi Partai Demokrat Hinca Panjaitan mempertanyakan urgensi pemerintah menurunkan besaran pesangon bagi pekerja yang di-PHK hanya karena perusahaan yang mampu membayar pesangon sesuai aturan baru 7 persen.

"Saya khawatir sekali kalau ini turun ini akan merusak tatanan yang sudah ada. Mereka akan marah, karena pandangan kami mohon lagi dijelaskan dan Demokrat tetap kembali ke konsep lama, 23 dan 9," ujar mantan sekjen Partai Demokrat tersebut.

Disahkan 8 Oktober

Tidak hanya menyepakati usulan pemerintah soal pengurangan jumlah pesangon PHK, Baleg DPR juga menyetujui RUU Ciptker untuk disahkan menjadi undang-undang pada rapat paripurna yang rencana akan digelar 8 Oktober 2020 mendatang. Hal tersebut diputuskan dalam rapat pengambilan keputusan tingkat I, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Sabtu (3/10) malam.

"Saya meminta persetujuan kepada seluruh anggota dan pemerintah apakah Rancangan Undang-undang tentang Cipta Kerja ini bisa kita setujui untuk kita teruskan pengambilan keputusannya di tingkat selanjutnya?" tanya Ketua Badan Legislasi Supratman Andi Agtas, yang kemudian dijawab "setuju" oleh sebagian anggota DPR yang hadir.

Sebanyak tujuh dari sembilan fraksi menyetujui RUU Ciptaker untuk dibawa pada pengambilan keputusan tingkat II di Paripurna. Ketujuh fraksi tersebut antara lain PDIP, Golkar, Gerindra, Nasdem, PKB, PAN, dan PPP. Sementara Partai Demokrat dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menyatakan menolak RUU Ciptaker disahkan pada rapat paripurna mendatang.

Dalam laporannya, Wakil Panja Baleg Willy Aditya mengatakan, bahwa RUU tentang Cipta Kerja merupakan RUU yang diusulkan oleh Presiden dan merupakan RUU Prioritas Tahun 2020 dalam Program Legislasi Nasional Tahun 2020. Badan Legislasi membahas RUU tersebut dengan membentuk panja RUU Cipta Kerja.

Willy mengatakan, sejak tanggal 14 April 2020, panja tersebut telah membahas RUU Cipta Kerja dengan Pemerintah.

"Pembahasan diawali dengan mengundang berbagai narasumber terkait dan membahas pasal-demi-pasal secara detail, intensif, dan dengan mengedepankan prinsip musyawarah untuk mufakat," ucap Willy.

Politikus Partai Nasdem tersebut mengatakan ,ada sejumlah hal-hal pokok yang mengemuka dan disepakati dalam RUU Cipta Kerja dalam rapat panja, antara lain, penataan dan perbaikan sistem perizinan berusaha berdasarkan sistem pemerintahan presidensil sebagaimana dianut dalam UUD NRI Tahun 1945. Kedua, kewenangan Pemda tetap dipertahankan sesuai dengan asas otonomi daerah dalam bingkai NKRI.

"Ketiga, Konsep RBA (Risk Based Approach) menjadi dasar dan menjiwai RUU Cipta Kerja serta sistem perizinan berusaha berbasis elektronik," ucapnya.

Keempat, Willy menambahkan, RUU Ciptaker juga menyepakati adanya kebijakan kemudahan berusaha untuk semua pelaku usaha, mulai dari UMKM, Koperasi, sampai usaha besar. Kelima, RUU Ciptaker juga menyepakati kebijakan pengintegrasian 1 (satu) peta nasional, yang meliputi wilayah darat dan laut.

Keenam, RUU Ciptaker juga mengatur mengenai perlindungan dan kepastian hukum bagi tenaga kerja/buruh dalam rangka mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Ketujuh, RUU Ciptaker juga mengatur mengenai kebijakan kemudahan berusaha di Kawasan Ekonomi, pelaksanaan investasi pemerintah pusat dan proyek strategis nasional, serta pelayanan administrasi pemerintahan untuk memudahkan prosedur birokrasi dalam rangka cipta kerja.

"Berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pembentukan undang-undang, panja berpendapat bahwa RUU tentang Cipta Kerja dapat dilanjutkan pembahasannya dalam Pembicaraan Tingkat II yakni pengambilan keputusan agar RUU tentang Cipta Kerja ditetapkan sebagai Undang-Undang," tutur Willy.

Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto mengapresiasi kinerja panja RUU Ciptaler yang telah berhasil menuntaskan pembahasan RUU Ciptaker. Airlangga juga mengapresiasi sikap transparansi yang ditunjukan badan legislasi selama berlangsung.

Airlangga juga mencatat, rapat berkaitan pembahasan RUU Ciptaker total sebanyak 63 kali. Perinciannya, rapat panja digelar 55 kali, rapat timus/timsin enam kali, rapat panja satu kali dan rapat kerja satu kali.

"Ditambah lagi kerjanya tidak mengingat waktu, hari Sabtu pun kerja, Minggu kerja, bahkan sampai malam, bahkan kadang-kadang ada padam listrik," kata Airlangga disambut gelak tawa anggota dewan.

photo
Usulan Ubah Nama RUU Cipta Kerja - (Infografis Republika.co.id)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement