Jumat 02 Oct 2020 14:34 WIB

Kuasa Hukum: Pinangki tak Pernah Sebut Jaksa Agung

Pinangki merasa bingung ketika nama Jaksa Agung keluar dalam kasus yang melilitnya.

Terdakwa kasus dugaan suap dan gratifikasi pengurusan fatwa Mahkamah Agung (MA) Djoko Tjandra, Pinangki Sirna Malasari (tengah) memasuki ruang sidang di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (30/9/2020). Sidang itu beragenda mendengarkan eksepsi atau nota pembelaan terdakwa atas dakwaan jaksa penuntut umum.
Foto: ANTARA/Akbar Nugroho Gumay
Terdakwa kasus dugaan suap dan gratifikasi pengurusan fatwa Mahkamah Agung (MA) Djoko Tjandra, Pinangki Sirna Malasari (tengah) memasuki ruang sidang di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (30/9/2020). Sidang itu beragenda mendengarkan eksepsi atau nota pembelaan terdakwa atas dakwaan jaksa penuntut umum.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kuasa hukum Jaksa Pinangki Sirna Malasari, Jefri Moses Kam, mengatakan tidak ada peran Jaksa Agung ST Burhanuddin dalam kasus dugaan suap pengurusan fatwa Mahkamah Agung (MA) untuk terpidana Djoko Tjandra. "Kalau menurut kami sih selama penyidikan ini tidak ada itu (peran Jaksa Agung ST Burhanuddin)," kata Jefri dalam keterangannya di Jakarta, Jumat (2/10).

Jefri juga memastikan kliennya tidak pernah menyebut nama Burhanuddin dalam kasus dugaan suap tersebut saat proses penyidikan. Jefri mengatakan, Pinangki merasa bingung ketika nama Jaksa Agung dan mantan Ketua Mahkamah Agung (MA) Hatta Ali santer diberitakan dalam kasus dugaan suap yang juga menjerat kliennya tersebut.

Baca Juga

Pinangki, kata dia, tidak suka ketika dalam pemberitaan seolah-olah nama Burhanuddin dan Hatta Ali muncul karena keluar dari mulutnya. "Padahal kan mbak (Pinangki) tidak pernah sebut nama tersebut sebelumnya dan mbak tidak mau ini jadi fitnah," ujar Jefri.

Dalam perkara ini jaksa Pinangki didakwa dengan tiga dakwaan, yaitu pertama dakwaan penerimaan suap sebesar 500.000 dolar AS (sekitar Rp 7,4 miliar) dari terpidana kasus cessie Bank Bali Joko Soegiarto Tjandra. Kedua, dakwaan pencucian uang yang berasal dari penerimaan suap sebesar 444.900 dolar atau sekitar Rp 6,21 miliar sebagai uang pemberian Joko Tjandra untuk pengurusan fatwa ke MA.

Ketiga, dakwaan pemufakatan jahat bersama dengan Andi Irfan Jaya dan Joko Tjandra untuk menyuap pejabat di Kejagung dan MA senilai 10 juta dolar AS.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement