Kamis 01 Oct 2020 00:13 WIB

Pandemi Ubah Kultur Bertransportasi Publik

Kesadaran protokol kesehatan meningkat di pengguna transportasi publik.

Penumpang berada di dalam angkutan kereta Moda Raya Terpadu (MRT) di Jakarta. Pandemi Covid-19 dapat menjadi faktor pendorong perubahan kultur bertransportasi publik.
Foto: Antara/Muhammad Adimaja
Penumpang berada di dalam angkutan kereta Moda Raya Terpadu (MRT) di Jakarta. Pandemi Covid-19 dapat menjadi faktor pendorong perubahan kultur bertransportasi publik.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) Kementerian Perhubungan Polana B. Pramesti sepakat pandemi Covid-19 dapat menjadi faktor pendorong perubahan kultur bertransportasi publik. Polana mengatakan perubahan tersebut terjadi karena adanya partisipasi semua pihak, tidak terkecuali kesadaran para pengguna transportasi yang semakin meningkat dari waktu ke waktu dalam melaksanakan protokol kesehatan.

"Pemerintah berterima kasih atas partisipasi dan kesadaran yang semakin meningkat di kalangan pengguna transportasi," ujarnya, dalam keterangan pers, Rabu (30/9).

Baca Juga

Sebelumnya, pengamat transportasi, Yayat Supriatna, mengatakan kini masyarakat lebih teratur mengantre, disiplin menggunakan masker, tidak mengobrol saat berada di bus, kereta KRL atau MRT, serta jaga jarak di bus atau kereta api. Menurut dia, jika transportasi dikelola dengan baik serta mendapat arahan yang jelas, ternyata bisa mendorong perubahan. “Artinya, pandemi telah mendorong struktur yang membangun atau mengubah kultur."

Menurut Polana, kerja keras pemerintah dalam menyusun regulasi dan menerapkan protokol kesehatan bersama operator dan stakeholder lainnya, membuahkan hasil meski proses yang dilalui tidak mudah. Pemerintah akan terus menyikapi kondisi ini dengan berbagai langkah yang diharapkan mendorong perubahan positif lainnya, misalnya implementasi kebijakan transportasi ramah lingkungan dengan mendorong peningkatan penggunaan Non Motorized Transportation (NMT).

"NMT, di manapun di dunia ini, sebenarnya menjadi bagian yang tak terpisahkan dari urban transport, hanya saja di Indonesia, khususnya di Jabodetabek belum terlalu memasyarakat," kata Polana.

Kondisi saat ini memberikan peluang berjalan kaki dan bersepeda menjadi pilihan untuk jarak yang terjangkau dengan tetap mengedepankan protokol kesehatan. ”Pemanfaatan NMT juga dapat dilakukan pada tahapan first mile maupun last mile saat menggunakan angkutan umum massal,” tutur Polana.

Bahkan bagi para pengguna sepeda, saat ini BPTJ tengah menyiapkan fasilitas bagasi gratis bagi pengguna Jabodetabek Residence Connexion (JR Connexion) yang membawa sepeda lipat. "Dengan rencana tersebut, pengguna bus yang tinggal di kawasan Jabodetabek dapat membawa sepeda untuk digunakan pada tahapan first mile dan last mile setelah menggunakan angkutan umum massal,” kata Polana.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement