Rabu 30 Sep 2020 16:22 WIB

Meterai Rp 3.000 dan Rp 6.000 Masih Berlaku Tahun Depan

Tahun depan jadi masa transisi baik bagi masyarakat, pelaku usaha, maupun pemerintah.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Fuji Pratiwi
Materai. DJP Kemenkeu memastikan, kertas meterai dengan nilai Rp 3.000 dan Rp 6.000 masih akan berlaku pada tahun depan.
Foto: ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari
Materai. DJP Kemenkeu memastikan, kertas meterai dengan nilai Rp 3.000 dan Rp 6.000 masih akan berlaku pada tahun depan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (DJP Kemenkeu) memastikan, kertas meterai dengan nilai Rp 3.000 dan Rp 6.000 masih akan berlaku pada tahun depan. Kebijakan ini dilakukan untuk memberikan waktu transisi pada masyarakat dan dunia usaha sekaligus jeda bagi pemerintah dalam mempersiapkan infrastruktur yang dibutuhkan.

Dalam Rancangan Undang-Undang Bea Meterai terbaru, pemerintah resmi menaikkan tarif bea meterai menjadi single tariff, yakni Rp 10 ribu. Kebijakan ini sudah disepakati oleh pemerintah bersama dengan DPR dalam Rapat Paripurna pada Selasa (29/9) dan ditargetkan mulai berlaku pada 1 Januari 2021.

Baca Juga

Meskipun beleid itu telah disepakati, Direktur Peraturan Perpajakan I DJP Kemenkeu Arif Yanuar mengatakan, kertas meterai Rp 3.000 dan Rp 6.000 masih dapat digunakan dalam kurun waktu satu tahun mendatang.

Artinya, meterai yang saat ini beredar di masyarakat baru akan 'kedaluwarsa' pada 2022. "Satu tahun ini (sepanjang 2021-Red) masa transisinya," ujar Arif dalam konferensi pers secara virtual, Rabu (30/9).

Hanya saja, Arif menambahkan, nilai meterai dalam satu dokumen akan ditetapkan menjadi minimal Rp 9 ribu. Masyarakat dan dunia usaha dapat mencapai nilai itu dengan memasang kombinasi meterai Rp 3.000 dengan Rp 6.000. Atau, cara lain, menggunakan dua buah meterai Rp 6.000 sekaligus.

Direktur Jenderal Pajak Kemenkeu Suryo Utomo menjelaskan, masa transisi juga diberikan untuk menghabiskan stok meterai yang kini masih beredar di pasaran. "Karena meterai sudah dicetak dan sebagian beredar, tapi belum digunakan," kata Suryo dalam kesempatan yang sama.

Suryo mengatakan, kenaikan tarif bea meterai merupakan satu hal yang mendesak. Salah satunya dikarenakan, tarif bea meterai yang kini berlaku sudah tidak mengalami kenaikan sejak tahun 2000 atau sudah berusia dua dekade. Di sisi lain, inflasi terus terjadi tiap tahun.

Meski tarif mengalami kenaikan, Suryo menyebutkan, pemerintah memberikan keringanan dengan menaikkan batas nominal nilai dokumen yang dikenakan bea meterai. Semula, batas nominalnya adalah Rp 250 ribu yang kini dinaikkan menjadi Rp 5 juta. Dokumen dengan nilai di bawah batas tersebut tidak harus menggunakan meterai.

Saat ini, Suryo menuturkan, DJP bersama pemangku kepentingan terkait sedang menyusun satu regulasi turunan dari UU Bea Meterai terbaru dan infrastrukturnya. "Karena ada transisi bahwa meterai lama masih bisa digunakan satu tahun ke depan, jadi kita harus siapkan kertas meterai baru (senilai) Rp 10 ribu," ujarnya.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement