Rabu 30 Sep 2020 13:06 WIB

UU Bea Meterai Baru Disahkan, Berikut Tujuh Poin Intinya

Nilai nominal dokumen yang dikenai bea meterai dinaikkan menjadi Rp 5 juta.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Friska Yolandha
Menteri Keuangan Sri Mulyani membacakan tanggapan pemerintah atas pengesahan Undang-Undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun 2021 dalam Rapat Paripurna DPR, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (29/9/2020). Dalam Rapat Paripurna itu DPR menyetujui RUU APBN Tahun Anggaran 2021 dan RUU Bea Materai menjadi Undang-Undang serta menetapkan perpanjangan waktu pembahasan RUU Perlindungan Data Pribadi.
Foto: Akbar Nugroho Gumay/ANTARA
Menteri Keuangan Sri Mulyani membacakan tanggapan pemerintah atas pengesahan Undang-Undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun 2021 dalam Rapat Paripurna DPR, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (29/9/2020). Dalam Rapat Paripurna itu DPR menyetujui RUU APBN Tahun Anggaran 2021 dan RUU Bea Materai menjadi Undang-Undang serta menetapkan perpanjangan waktu pembahasan RUU Perlindungan Data Pribadi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah dan DPR sepakat untuk mengesahkan Undang-Undang Bea Meterai baru dalam Rapat Paripurna yang diadakan pada Selasa (29/9). Regulasi baru ini terdiri dari 12 bab dan 32 pasal yang secara garis besar memuat tujuh pengaturan dan akan diberlakukan mulai 1 Januari 2021.

Pertama, perluasan definisi dokumen yang menjadi objek bea meterai. Tidak hanya mencakup dokumen dalam bentuk kertas, objek bea meterai juga termasuk dokumen dalam bentuk elektronik.

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, perubahan ini dimaksudkan untuk memberikan kesetaraan fungsi (level playing field) antara dokumen elektronik dan dokumen kertas. "Sehingga asas keadilan dalam pengenaan bea meterai dapat ditegakan secara proporsional," ujarnya dalam pidato pada Rapat Paripurna.

Regulasi bea meterai terbaru juga melakukan penyesuaian tarif menjadi satu lapis tetap, yakni Rp 10 ribu. Sebelumnya, tarif yang dikenakan adalah dua tarif, Rp 3 ribu dan Rp 6 ribu. Sri memastikan, penyesuaian tarif tersebut dilakukan dengan tetap mempertimbangkan pendapatan per kapita, daya beli masyarakat, dan kebutuhan penerimaan negara.

 

Sebagaimana dimaklumi, Sri menuturkan, peningkatan revenue (kapasitas untuk mengumpulkan pajak) seyogianya berbanding lurus dengan pendapatan per kapita (kapasitas untuk membayar pajak). Oleh karena itu, penyesuaian besaran tarif dimaksud masih dalam rentang yang wajar dalam kerangka peningkatan penerimaan tanpa memberatkan dan membebani masyarakat.

Poin ketiga dalam RUU Bea Meterai baru adalah batas nilai nominal dokumen yang dikenai bea meterai. Semula, batas nilai nominalnya adalah Rp 250 ribu yang kini dinaikkan menjadi Rp 5 juta. "Pengaturan ini merefleksikan adanya keberpihakan pemerintah kepada masyarakat, khususnya sektor usaha mikro, kecil, dan menengah," ujar Sri.

Poin berikutnya, penggunaan meterai elektronik dan bentuk lain selain meterai tempel. Pengembangan teknologi pembayaran merupakan langkah kongkret yang harus dilakukan sebagai tindak lanjut dari pengenaan bea meterai atas dokumen elektronik. Kebijakan ini diharapkan dapat membuat bea meterai dilakukan secara lebih sederhana dan efektif.

Dalam regulasi baru ini, pemerintah memberikan fasilitas berupa pembebasan bea meterai atas dokumen tertentu. Yaitu dokumen yang diperlukan untuk kegiatan penanganan bencana alam, kegiatan yang bersifat keagamaan dan sosial, serta dalam rangka mendorong program pemerintah dan melaksanakan perjanjian internasional.

Dalam rangka penegakan hukum, RUU Bea Meterai telah memasukkan norma dan sanksi baik sanksi administratif maupun sanksi pidana. Tujuannya, untuk meningkatkan kepatuhan terhadap pemenuhan kewajiban pembayaran bea meterai. Selain itu, meminimalkan serta mencegah terjadinya tindak pidana pembuatan, pengedaran,  penjualan, dan pemakaian meterai palsu atau meterai bekas pakai.

Sri mengatakan, poin-poin terbaru mengenai bea meterai direncanakan diberlakukan mulai 1 Januari 2021. Jeda lebih dari tiga bulan ini diberikan sehingga terdapat cukup waktu untuk melakukan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat terkait kebijakan bea meterai baru.

"Sekaligus mempersiapkan sarana dan prasarana pendukung yang diperlukan untuk melaksanakan kebijakan tersebut," kata mantan direktur pelaksana Bank Dunia itu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement