Rabu 30 Sep 2020 10:03 WIB

Hidayah Dewi Datang di Awal Ramadhan 2005

Rasa penasaran Dewi akan Islam sudah tumbuh sejak lama.

Hidayah Dewi Datang di Awal Ramadhan 2005. Ilustrasi Mualaf
Foto: Foto : MgRol112
Hidayah Dewi Datang di Awal Ramadhan 2005. Ilustrasi Mualaf

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- "Asyhadu anlaa ilaaha illallah wa asyhaduaanna muhammadar rasuulullaah". Dua kalimat syahadat itu terucap dengan terbata-bata dari mulut perempuan berambut panjang. Meski harus dituntun oleh seorang ustadz, perempuan itu khusyuk membaca dua kalimat syahadat tersebut.

Usai membaca dua kalimat syahadat, ratusan orang yang menyaksikan prosesi pindah agama itu mengucapkan syukur. Bahkan sebagian orang terlihat menitikkan air mata. Perempuan itu bernama Dewi (bukan nama sebenarnya). Ia sebelumnya pemeluk agama Kristen Protestan.

Baca Juga

Dengan bantuan Ustadz Badrudin saat pembacaan dua kalimat syahadat, pada 1 Ramadhan 1424 Hijriyah, di Masjid Pusat Dakwah Islam (Pusdai) Jabar, Dewi mendapat hidayah dari Allah dan menjadi seorang Muslimah. Senyum selalu menghiasi wajahnya, sejak ia membacakan syahadat sampai saat pemberian nasihat yang diberikan Ustadz Badrudin.

Wajah tirusnya tertunduk ketika doa dibacakan. Ia pun menitikkan air mata ketika mendengarkan lantunan doa sang ustadz.

"Saya merasa plong sekarang," ujar perempuan yang bekerja di salah satu perusahaan swasta di Bandung.

Rasa penasaran akan Islam sudah tumbuh sejak lama. Dewi menceritakan, sejak kecil ia sering bergaul dengan orang-orang Muslim sehingga ia pun merasakan indahnya ukhuwah Islammiyah dalam kehidupan sehari-hari. Rasa penasaran itu semakin terasa sejak satu bulan yang lalu.

Sekitar September 2005, ia bermimpi berjalan di kegelapan. Dalam kegelapan itu, tiba-tiba muncul cahaya sangat terang yang menerangi jalannya.

Dalam sorotan cahaya benderang itu, Dewi merasa tenang, aman, dan damai. Dewi menambahkan, dalam mimpinya ia terus berjalan untuk menemukan pusat cahaya tersebut.

Saat berjalan, ia mendadak berhenti karena melihat sebuah kata yang sangat terang di depannya. Kata itu terukir halus dan meneduhkan.

"Yang saya tahu itu tulisan Arab karena di agama saya tidak ada tulisan seperti itu," katanya.

Mimpi itu dibiarkan begitu saja. Namun dalam hatinya, ia mengaku merasa penasaran dengan isi mimpi itu.

Hingga pada suatu hari, ia melihat kata yang ada dimimpinya. Ia pun sangat kaget mengetahui kalimat tersebut.

Hati Dewi bergetar saat melihat tulisan itu. Ia langsung menanyakan kepada seorang temannya, Iwan (bukan nama sebenarnya) tentang arti tulisan tersebut. Saat itu, kenang dia, Iwan mengatakan tulisan itu dibaca Allah dan lafadz itu mengandung arti Tuhan umat Islam.

Setelah mendengarkan penjelasan Iwan, keingintahuannya pada Islam makin tinggi. Di dalam hatinya, ia berniat mengikuti ajaran Islam dan mendalaminya.

Namun, niat itu tidak langsung diwujudkannya. Ia mempertimbangkan kembali niat tersebut karena takut hanya sekadar nafsu.

"Tapi setelah sekian lama dipikir, keinginan saya mendalami Islam semakin kuat," katanya.

Akhirnya, Dewi meminta bantuan kedua orang temannya agar bersedia menjadi saksi dan mengantarkannya ke Pusdai. Tanpa persiapan apa pun, Dewi mengikuti perjalanan prosesi pindah agama tersebut.

Karena itulah, saat disuruh membaca syahadat, ia tidak bisa. Hal yang dialaminya memang terjadi cukup cepat. Namun, ia mengaku yakin akan pilihannya itu.

Terlebih, persoalan tersebut merupakan persoalan akidah yang tidak bisa diperlakukan seenaknya. Seusai prosesi, sejumlah akhwat (Muslimah) yang berada di masjid tersebut mengucapkan selamat dan menyalami Dewi bergiliran.

Di antara akhwat itu, terdapat mualaf yang memberikan bingkisan kerudung kepada Dewi. Selain itu, ia pun menawarkan diri untuk berbagi pengalaman serta belajar bersama mendalami Islam.

Dewi dibekali artikel dengan judul Model Pendidikan Generasi Ahli Alquran. Saat ditanya oleh petugas Pusdai mau ke mana setelah ini, ia mengatakan ingin membeli mukena.

Dewi mengatakan masih terdapat satu halangan yang mengganjal dalam pikirannya, yakni orang tuanya yang beragama Protestan belum mengetahui dirinya telah menjadi seorang Muslimah. Di keluarganya, hanya om dan tantenya yang beragama Islam.

Namun, ia bertekad membicarakan hal ini pelan-pelan. Dan ia pun siap dengan risiko terberat yang akan dihadapinya.

"Seperti kata sahabat saya, ini merupakan hidayah buat saya di bulan Ramadhan. Yang penting, sekarang saya plong, dan pertanyaan saya selama ini terjawab," ujar Dewi.

 

sumber : Arsip Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement