Rabu 30 Sep 2020 05:02 WIB

Satu Tahun Immawan Randy Tertembak, IMM Tuntut Keadilan

IMM Sultra melakukan agenda aksi mengenang peristiwa tersebut.

Rep: Fuji E Permana/ Red: Muhammad Fakhruddin
Satu Tahun Immawan Randy Tertembak, IMM Tuntut Keadilan. Sejumlah mahasiswa yang tergabung dalam Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) melakukan aksi unjuk rasa di depan Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (27/9/2019).
Foto: Antara/Hafidz Mubarak A
Satu Tahun Immawan Randy Tertembak, IMM Tuntut Keadilan. Sejumlah mahasiswa yang tergabung dalam Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) melakukan aksi unjuk rasa di depan Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (27/9/2019).

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Tahun lalu terjadi aksi demontrasi besar-besaran di Indonesia untuk menggugat dan membatalkan agenda pembahasan Draf Undang-Undang (UU) yang cenderung merugikan rakyat. Dalam aksi tersebut beberapa aparat kepolisian menggunakan senjata dan mengakibatkan nyawa peserta demonstrasi melayang. 

Korbannya adalah Immawan Randi dan Yusuf yang kehilangan nyawa setelah tertembak timah panas. Pada 26 September 2019, Immawan Randi menghembuskan nafas terakhir. Randi adalah kader Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Sulawesi Tenggara (Sultra), peristiwa ini disebut sebagai September berdarah.

"Sebagai bentuk penghormatan kepada Immawan Randi yang telah berjuang dengan ketulusan jiwa dan raganya, IMM Sultra melakukan agenda aksi mengenang peristiwa tersebut," kata Sekretaris Jenderal DPP IMM, Robby R Karman melalui pesan tertulis kepada Republika, Selasa (29/9).

Robby mengatakan, keadilan di negeri ini harus ditegakkan dengan setegak-tegaknya. Sebab jika keadilan diabaikan, kejahatan dalam bentuk apapun akan terus tumbuh subur di mana-mana. Mengenang September berdarah merupakan aksi damai mengenang perjuangan Immawan Randi dan juga kebrutalan oknum para aparat keamanan. 

"Atas nama kemanusiaan, IMM Sultra melakukan aksi mengenang peristiwa September berdarah pada 26 September 2020. Hal ini dilakukan karena perkembangan dan hukum tidak berjalan dengan maksimal," ujarnya.

Robby mengatakan, lagi-lagi IMM harus dikecewakan oleh aparat kepolisian di bawah pimpinan Kapolda Sultra. Aksi damai yang dilakukan IMM Sultra untuk mengenang korban September berdarah dibubarkan dengan tindakan yang brutal oleh aparat kepolisian. 

Ia mengungkapkan, sungguh sangat disayangkan, sipil tanpa peralatan selalu dihadapkan dengan aparat bersenjata. Kemerdekaan telah runtuh di tangan oknum aparat dan anak bangsanya sendiri. Alih-alih melakukan pengamanan, mereka malah melakukan tindak brutal.

Maka DPP IMM menyampaikan sikap sebagai berikut, pertama, meminta kepada Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) untuk mencopot Kapolda Sultra karena tidak mampu menjamin pasukan dalam melakukan pengamanan massa aksi damai memperingati September berdarah.

"Kedua, citra kepolisian sebagai pelindung masyarakat, kini menjelma menjadi militeristik, menggunakan senjata untuk menyelesaikan massa aksi. Sungguh sangat mengkhawatirkan jika demikian yang terjadi, merusak demokrasi dan HAM," ujar Robby.

Ia menegaskan, tuduhan massa aksi peringatan September berdarah sebagai gerakan makar dan melawan pemerintah adalah salah kaprah dan tidak berdasar. Sehingga sangat berlebihan jika pembubaran massa aksi menggunakan tindakan yang mengarah pada kekerasan.

Ketiga, IMM minta kepada pihak kepolisian dan pengadilan untuk mengungkap secara sungguh-sungguh kasus penembakan kepada Immawan Randi dan Yusus. Sudah satu tahun berlalu, kepastian hukum dan pelaku tidak kunjung menunjukan hasil yang memuaskan. 

Robby mengatakan, jika yang demikian terus dibiarkan, citra kepolisian semakin rusak. Hukum cenderung dimainkan, hukum tidak berjalan di atas nilai dasar keadilan dan kemanusiaan. Para penegak hukum harus bertanggung jawab atas nasib hukum di Indonesia.

"Pernyataan pernyataan ini dibuat untuk mengecam tindakan aparat kepolisian yang semakin brutal dalam membubarkan massa aksi damai. Menyangsikan penegakan hukum di Indonesia oleh para penegak hukum. Menyesalkan iklim demokrasi yang semakin rusak dan mengalami kemunduran serta HAM yang terus diabaikan," kata Robby.

Advertisement
Berita Terkait
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement