Selasa 29 Sep 2020 13:56 WIB

Pakar Ekonomi UNS Berikan Tip Bagi Pemerintah Hadapi Resesi

Lumrah bila pemerintah dilema antara memprioritaskan ekonomi atau kesehatan publik.

Rep: Binti Sholikah/ Red: Fuji Pratiwi
Pertumbuhan Ekonomi (ilustrasi). Ekonom UNS menyatakan, tanda resesi ekonomi Indonesia sebenarnya sudah terlihat sejak akhir 2019.
Foto: Republika/Wihdan
Pertumbuhan Ekonomi (ilustrasi). Ekonom UNS menyatakan, tanda resesi ekonomi Indonesia sebenarnya sudah terlihat sejak akhir 2019.

REPUBLIKA.CO.ID, SOLO -- Pakar ekonomi Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Lukman Hakim, memberikan tanggapan atas pernyataan Menteri Keuangan Sri Mulyani yang mengatakan ekonomi Indonesia bakal resesi pada kuartal III 2020. Ia melihat tanda-tanda resesi sudah sangat jelas. Bahkan, sebelum pandemi Covid-19 melanda, ekonomi Indonesia di akhir 2019 sudah melambat.

Baca Juga

Ia menuturkan, sejak akhir 2019 ekonomi kurang begitu menggembirakan. Karena neraca perdagangan sudah minus sehingga ketika masuk pandemi prediksi pemerintah akhir 2020 minus hampir 3-4 persen.

Kuartal kedua 2020, pemerintah mengumumkan pertumbuhan ekonomi minus 5,32 persen. "Angka ini sudah sesuai dengan prediksi pemerintah bahwa pandemi akan menyebabkan pertumbuhan merosot," kata Lukman, seperti tertulis dalam siaran pers, Selasa (29/9).

Lukman menyebut, merosotnya ekonomi Indonesia sudah diantisipasi pemerintah melalui UU Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Covid-19.

Dengan adanya UU tersebut, pemerintah menjadi lebih leluasa. Sebab, batas maksimal defisit Indonesia yang semula tiga persen diubah menjadi lima persen. Hal itu membuat presiden tidak dapat dikenakan impeachment.

Lukman menyatakan, agar Indonesia tidak mengalami resesi berkepanjangan, maka pemerintah perlu menggenjot tingkat konsumsi masyarakat. Caranya, dengan terus menggencarkan pemberian Bantuan Langsung Tunai (BLT) dan bantuan bagi pekerja bergaji di bawah Rp 5 juta.

"Dengan cara itu, masyarakat akan semakin mudah dan mau membelanjakan uangnya untuk membeli bahan kebutuhan pokok yang selama pandemi Covid-19 ada kecenderungan penurunan harga di pasaran karena daya beli rendah," kata Lukman.

Dia menambahkan, menjelang masuk ke kuartal III-2020 pada 5 Oktober mendatang, pemerintah harus mengebut dan memperbaiki skema pemberian bantuan. Tujuannya, selain untuk meningkatkan tingkat konsumsi, juga agar ekonomi tidak minus terlalu besar.

Lukman menilai, selama menangani pandemi Covid-19, pemerintah cukup dilema antara memprioritaskan penyelamatan ekonomi atau kesehatan masyarakat. Menurutnya, hal itu lumrah karena resesi akibat krisis kesehatan merupakan fenomena baru yang terjadi di zaman modern ini.

Sebelumya, resesi yang dialami Indonesia pada 2008 disebabkan oleh krisis sektor keuangan di Amerika Serikat.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement