Selasa 29 Sep 2020 12:52 WIB

Italia Lolos dari Ancaman Covid-19 Gelombang Kedua

Italia memasifkan tes Covid-19 untuk melacak orang tanpa gejala

Rep: Lintar Satria/ Red: Nur Aini
Sejumlah orang menikmati makanan di sebuah restoran di distrik Trastevere selama fase dua masa pemulihan pandemi Covid-19, Roma, Italia, Senin (18/5). Italia secara bertahap mencabut kebijakan lockdown yang diterapkan untuk membendung penyebaran COVID-19.
Foto: EPA-EFE / ANGELO CARCONI
Sejumlah orang menikmati makanan di sebuah restoran di distrik Trastevere selama fase dua masa pemulihan pandemi Covid-19, Roma, Italia, Senin (18/5). Italia secara bertahap mencabut kebijakan lockdown yang diterapkan untuk membendung penyebaran COVID-19.

REPUBLIKA.CO.ID, MILAN -- Pakar virus yang membantu menghilangkan virus corona di desa kecil di Italia mengatakan pendekatan unik negara itu dalam melakukan pemeriksaan dapat menjelaskan mengapa Italia tidak mengalami gelombang kedua wabah virus corona yang sedang melanda negara-negara Eropa lainnya.

Di awal tahun, Italia menjadi negara yang paling terdampak pandemi virus corona. Kini mereka berhasil membuka kembali aktivitas ekonomi selama empat bulan tanpa menimbulkan lonjakan kasus infeksi atau kematian virus corona.

Baca Juga

Rata-rata angka kasus baru terhadap 100 ribu populasi dua pekan terakhir ini hanya 36,6, jauh di bawah Spanyol yang sebanyak 319,9, Prancis 235, Belanda 170,6 dan Inggris 99,7. Pakar menilai keberhasilan itu diraih karena kepatuhan warga memakai masker dan jaga jarak. Langkah Italia untuk membuka kembali aktivitas ekonomi juga dilakukan secara perlahan-lahan.

Namun metode pelacakan dan pemeriksaan yang tidak ortodoks menjadi perhatian. Ketika pihak berwenang Italia mendeteksi kasus positif, mereka juga memeriksa semua orang di sekitar orang tersebut termasuk keluarga, teman, rekan kerja, dan tetangga tidak peduli mereka pernah melakukan kontak atau tidak.

Profesor mikrobiologi University of Padua dan pakar parasitologi molekuler Imperial College London, Andrea Crisanti mengatakan pendekatan itu berhasil mendeteksi kasus asimtomatik atau tanpa gejala. Menurutnya, cara itu realistis untuk mengatasi terbatasnya teknik pelacakan.

"Pada satu titik hal ini akan berada di luar kemampuan Anda," kata Crisanti saat membahas metode pelacakan, seperti dikutip Stuff, Selasa (29/9).

"Pelacakan penting dan memiliki peran tersendiri, tapi sangat tidak akurat, hampir mustahil bagi seseorang untuk mengingat kembali semua kontak yang pernah mereka lakukan dalam lima hari sebelumnya, terutama apakah orang itu sakit atau tidak, mereka kerap tidak ingat," tambah Crisanti.

Crisanti mengatakan ia memilih untuk menggunakan metode yang luas. Sehingga dapat mendeteksi orang tanpa gejala dan mencegah penyebaran lebih lanjut.

Ia menambahkan mengambil seluruh 'jaringan' pasien positif virus corona tidak hanya mencegah penyebaran. Tapi juga membantu menemukan pembawa awal virus tersebut.

Nama Crisanti mencuat pada awal tahun ini setelah merancang kajian awal di utara kota Vo. Proyek tersebut memeriksa lebih dari 3.000 warga. Pada putaran pertama, mereka menemukan 73 orang yang terinfeksi virus corona.

Di putaran kedua mereka hanya menemukan delapan orang dan virus berhasil dihilangkan dalam dua pekan. Pekerjaan Crisanti di Vo menjadi dasar jaringan pemeriksaan nasional di seluruh Italia.

Ia mengatakan penelitian tersebut memberikan satu pelajaran penting, memeriksa semua orang apakah memiliki gejala atau tidak dapat mengendalikan pandemi.

Namun, Crisanti dan pakar lainnya khawatir dan memperingatkan Italia dapat dilanda gelombang kedua bila masyarakat berhenti mematuhi protokol kesehatan dan pemeriksaan yang agresif mendapat tekanan.

"Saat ini kami melihat situasi yang tidak stabil, di satu sisi dengan membuka kembali industri dan sekolah kami memberikan virus kesempatan untuk menular, di sisi lain, kekuatan lain membantu virus menyebar dengan perilaku kami sendiri, jadi kami sangat berhati-hati dengan keduanya," kata Crisanti. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement