Selasa 29 Sep 2020 08:07 WIB

Jerman Usulkan Syarat Dapat Bantuan dari UE Diperketat

Uni Eropa sedang menyelidiki Polandia dan Hungaria terkait pelanggaran norma hukum.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Nidia Zuraya
Bendera Uni Eropa.
Foto: EPA/Patrick Seeger
Bendera Uni Eropa.

REPUBLIKA.CO.ID, BRUSSELS – Presiden Dewan Uni Eropa (UE) saat ini, Jerman, telah mengusulkan skema yang menghubungkan akses ke UE, termasuk bantuan pemulihan 750 miliar euro. Skema itu berkaitan dengan kepatuhan terhadap supremasi hukum, menurut dokumen yang dilihat Reuters pada Senin (28/9).

Proposal tersebut akan mendukung negosiasi antara Parlemen Eropa dengan 27 pemerintah UE. Pada Juli, secara prinsip, seluruh pihak menyetujui mekanisme seperti itu. Tapi, banyak detail terabaikan untuk menghindari hak veto dari Polandia atau Hungaria yang pemerintah nasionalisnya dituduh melanggar norma demokrasi UE.

Baca Juga

Seperti diketahui, Warsaw dan Budapest berada di bawah penyelidikan UE karena merusak independensi peradilan, media dan organisasi non-pemerintah. Dalam diskusi yang berlangsung selama empat hari pada Juli itu, kedua negara mengancam untuk menggunakan hak veto atas paket stimulus apabila UE mengadopsi kebijakan untuk menahan bantuan bagi negara-negara yang tidak memiliki beberapa prinsip demokrasi.  

Dalam dana pemulihan saja, tidak termasuk anggaran jangka panjang UE pada 2021-2027, Polandia akan berisiko kehilangan akses ke 23 miliar euro. Sedangkan, potensi kehilangan Hungaria mencapai enam miliar euro.

"Aturan hukum mensyaratkan, semua kekuatan publik bertindak dalam batasan yang ditetapkan hukum … di bawah kendali pengadilan yang independen dan tidak memihak," bunyi rancangan peraturan yang diusulkan, seperti dilansir di Reuters, Senin (28/9).

Usulan itu masih harus disepakati parlemen UE. Tapi, sebagian besar anggota parlemen UE menginginkan hubungan antara uang dengan supremasi hukum berjalan lebih kuat dibandingkan yang disepakati pada Juli.

Sedangkan, proposal Jerman masih berpegang teguh pada perjanjian para pemimpin pada Juli itu. Artinya, usulan Jerman berpotensi mengecewakan parlemen.

Anggota parlemen Liberal Jerman dari UE, Moritz Komer, mengatakan, Berlin terlalu ‘lembut’ dengan para penguasa nasionalis di Warsawa dan Budapest. "Tanpa sistem sanksi otomatis, proposal Jerman gagal untuk mempertahankan supremasi hukum dan kebenaran pengeluaran anggaran UE," katanya kepada Reuters, saat ditanya tentang skema tersebut.

Menurut dokumen usulan Jerman, hukuman untuk pelanggaran aturan hukum akan mencakup penangguhan aliran uang UE ke ibu kota yang dianggap melanggar check and balances demokratis. Ini akan diputuskan oleh suara mayoritas pemerintah UE berdasarkan rekomendasi dari eksekutif Komisi Eropa UE.

Di sisi lain, beberapa negara telah memperingatkan, solusi yang terlalu ambisius dapat menjadi bumerang bagi UE. Sebab, Warsawa atau Budapest mungkin saja menarik dukungan mereka apabila proposal diubah dari yang mereka sudah tandatangani pada Juli.

"Penting bagi semua pihak berpegang pada kompromi halus yang sudah tercapai. Apa yang tidak mendapatkan dukungan dari (pemimpin) saat itu, pasti tidak akan ditemukan sekarang," kata seorang pejabat yang menangani masalah itu.

Sementara itu, Perdana Menteri Polandia Mateusz Morawiecki mengatakan, pihaknya akan tetap berpegang teguh pada perjanjian Juli. "Tidak ada persetujuan dari Polandia untuk mengizinkan penerapan sewenang-wenang dari berbagai klausul hanya karena seseorang tidak menyukai pemerintahan kami," katanya, kepada wartawan.

Posisi serupa disampaikan Perdana Menteri Hongaria Viktor Orban. Ia mengancam, akan memveto keputusan terkait apabila kesepakatan Juli tentang mekanisme negara hukum tidak dijalankan. Kebijakan veto ini akan membuat Hungaria tidak mendapatkan anggaran UE berikutnya dan dana pemulihan, yang masing-masing bernilai sekitar 1,8 triliun euro.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement