Senin 28 Sep 2020 19:05 WIB

SPS: Kehadiran Pemerintah untuk Pers Suatu Keharusan

Tanpa pers, penyebaran hoaks, disinformasi akan merajalela di tengah masyarakat.

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Friska Yolandha
Pedagang menyusun tumpukan koran di kawasan Kampung Melayu, Jakarta Timur, Senin (27/7/2020). Kebijakan afirmatif bagi keberlangsungan industri media mutlak dilakukan pada masa pandemi Covid-19. Ketua Harian Serikat Perusahaan Pers (SPS) Pusat Januar P Ruswita pun menilai wajar jika pemerintah didorong untuk hadir menyelamatkan keberlanjutan industri pers.
Foto: ANTARA/Dhemas Reviyanto
Pedagang menyusun tumpukan koran di kawasan Kampung Melayu, Jakarta Timur, Senin (27/7/2020). Kebijakan afirmatif bagi keberlangsungan industri media mutlak dilakukan pada masa pandemi Covid-19. Ketua Harian Serikat Perusahaan Pers (SPS) Pusat Januar P Ruswita pun menilai wajar jika pemerintah didorong untuk hadir menyelamatkan keberlanjutan industri pers.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kebijakan afirmatif bagi keberlangsungan industri media mutlak dilakukan pada masa pandemi Covid-19. Ketua Harian Serikat Perusahaan Pers (SPS) Pusat Januar P Ruswita pun menilai wajar jika pemerintah didorong untuk hadir menyelamatkan keberlanjutan industri pers.

"Adanya permintaan beberapa anggota DPR kepada pemerintah agar lembaga-lembaga negara dan instansi-instansi pemerintah hadir menyelematkan keberlanjutan industri pers, menurut saya sangat wajar bahkan suatu keharusan," ujar Januar melalui pesan singkatnya, Senin (28/9).

Baca Juga

Ia mengatakan, kondisi industri pers saat ini, di satu sisi terdampak oleh pandemi covid-19 yang berakibat pendapatannya terjun bebas. Sementara di sisi lain industri pers harus tetap menjalankan fungsinya yakni menghasilkan produk-produk jurnalistik informatif dan mencerdaskan.

Selain itu, industri pers berperan mengakselerasi perubahan perilaku masyarakat dalam masa adaptasi kebiasaan baru hidup berdampingan dengan virus covid 19. Salah satunya, kekhawatiran maraknya informasi-informasi hoaks dan palsu di media-media sosial dan media-media online abal-abal. 

 

"Kalau sampai industri pers menghentikan produk-produk jurnalistiknya, masyarakat akan terpengaruh dan melangkah salah akibat benaknya dijejali informasi-informasi tidak benar," katanya.

Karena itu, sejauh prioritas untuk kepentingan publik, tentunya kebijakan-kebijakan afirmatif sangat diperlukan. "Jika diberlakukan segera akan sangat berarti bagi penyelamatan keberlanjutan industri-industri pers," ungkapnya.

Sebelumnya, Anggota Komisi IV DPR Ahmad M Ali mendorong pemerintah memberi perhatian lebih terhadap keberlangsungan media di masa pandemi Covid-19. Ia berharap pemerintah baik lembaga-lembaga pemerintah maupun kementerian mempunyai kebijakan afirmatif belanja media.

Sebab, adanya pandemi Covid-19 membuat pendapatan perusahaan menurun dan berpengaruh dalam anggaran belanja media. Hal ini juga mengancam keberlangsungan industri media dan produk media tersebut.

"Bisa dibayangkan kalau teman-teman jurnalis tidak bisa lagi dipekerjakan oleh industri media. Hoaks, disinformasi, dan lainnya akan merajalela. Kerja jurnalis itu harus di dukung pemerintah, lembaga-lembaga pemerintah, kementerian dan lainnya harus punya kebijakan afirmatif belanja media,” katanya.

Lebih jauh, tokoh dari Sulawesi Tengah ini menegaskan, kebijakan afirmatif bagi keberlangsungan industri media mutlak diperlukan disaat ini. Dimasa gempuran informasi yang bertubi-tubi menurutnya hanya kerja jurnalistik yang bisa menjadi harapan dari masyarakat informasi yang sehat.

“Industri pers itu dalam pengeluarannya sama dengan industri lain. Dia butuh belanja mulai dari energi yang dipakai, kertas, biaya kantor dan Gudang, sampai biaya riset dan inovasi. Sialnya, industri media tidak bisa bekerja serta merta hanya untuk mencari untung seperti industri komersil lainnya. Dari situlah panggilan tanggung jawab pemerintah karena pers merupakan bagian dari pilar demokrasi,” ungkapnya.

Menurut Ali, beban biaya yang dikeluarkan perusahaan media untuk menghasilkan produk jurnalistik yang baik semestinya dapat diringankan oleh pemerintah. Hal ini semata-mata demi menyokong produk informasi yang kredibel bagi publik.

“Keringanan pajak, biaya listrik, menghilangkan PPn kertas, dan keringanan lainnya pada level korporasi perlu diberikan. Selain itu, perlu juga diberikan insentif bagi pekerja pers yang menjadi kewajiban perusahaan seperti iuran BPJS Ketenagakerjaan, BPJS Kesehatan, dan pajak penghasilan pribadi. Itu semua penting diberikan agar kerja pers berkualitas  yang diharapkan bisa juga dicapai,” jelasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement