Senin 28 Sep 2020 12:13 WIB

FSPI Sebut Skema JKP di RUU Ciptaker Hanya PHP

FSPI menyatakan RUU Ciptaker tidak sesuai dengan namanya.

Rep: Febrianto Adi Saputro/ Red: Ratna Puspita
Ilustrasi Omnibus Law RUU Cipta Kerja
Foto: Republika/Kurnia Fakhrini
Ilustrasi Omnibus Law RUU Cipta Kerja

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja Indonesia (FSPI) Indra Munaswar merespons soal skema jaminan kehilangan pekerjaan (JKP) ke dalam Omnibus Rancangan Undang-undang (RUU) Cipta Kerja. Indra menganggap skema JKP tersebut hanya pemberi harapan palsu (PHP) bagi para pekerja.

"Jelas itu hanya PHP, karena begini, ketika pasal 59 tentang PKWT (Perjanjian Kerja Waktu Tertentu) itu diubah, dengan membiarkan perusahaan membiarkan menjalankan PKWT tanpa persyaratan tanpa waktu, tanpa jenis pekerjaan, sebebas-bebasnya, dan itu dapat dimungkinkan akan terjadi pelaksanaan PKWT itu membabi buta," kata Indra saat dihubungi Republika. Senin (28/9).

Baca Juga

Menurutnya, pengaturan ini akan membuat perusahaan tidak akan merekrut pekerja dalam waktu lama. Sebab, menurutnya, paling lama seseorang hanya akan dikontrak paling lama 11 bulan.

"Terus kapan pekerja bisa dapat masa kerja lebih dari satu tahun? Karena itu kan tidak terakumulasi, karena itu bukan perpanjangan, bukan istilah perpanjangan. Itu yang menjadikan akhirnya JKP itu hanya mimpi aja, nggak bisa menjadi kenyataan," ujarnya.

Indra juga menanggapi alasan pemerintah bahwa adanya skema JKP tersebut adalah untuk menyelesaikan persoalan pesangon yang dinilai selama merugikan pekerja. Indra menilai selama ini justru yang mempersoalkan pesangon adalah perusahaan. 

"Masalahnya di mana? Nggak ada masalah disitu sebetulnya. Cuma masalah utamanya perusahaan ketika menerima pekerja dia tidak mencadangkan anggaran per bulannya untuk pesangon," tuturnya.

Selain itu, Indra memandang mencuatnya pembahasan mengenai persoalan pesangon dan JKP memperlihatkan bahwa pemerintah tidak memikirkan masa depan rakyat dalam hal bekerja sebagaimana yang diatur di UUD 1945 Pasal 27 ayat 2. Seharusnya pemerintah menjamin bahwa rakyat bisa bekerja sampai pekerja tersebut pensiun.

Ia juga menganggap RUU tersebut tidak sesuai dengan judulnya yang seharusnya ada untuk menciptakan lapangan kerja. "Itu mah omong kosong, omong kosong itu nggak bener. Bilang omong kosong, tulis besar-besar, omong kosong itu," tegasnya.

Selain itu, dirinya juga mempersoalkan sikap DPR dan pemerintah yang seolah mengebut pembahasan RUU Ciptak Kerja. Dirinya mempertanyakan juga mekanisme pembahasan yang dilakukan di DPR yang tidak membahas daftar inventariasi masalah (DIM) satu persatu.

"Bagaimana mungkin dalam pembahasan ini yang kita ikutin terus menerus, tidak dibahas DIM, yang dibahas adalah gelondongan-gelondongan. PHK misalnya, terus soal upah misalnya. Tidak dibahas per DIM, buat apa ada DIM?," ungkpanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement