Senin 28 Sep 2020 09:47 WIB

Produksi Migas Nasional Masih Jadi Tantangan

Gas bumi diharapkan bisa menekan impor BBM.

Rep: Intan Pratiwi/ Red: Fuji Pratiwi
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif menyampaikan paparannya. Arifin menyatakan, produksi migas nasional jadi tantangan sebab di sisi lain konsumsi energi terus meningkat.
Foto: Republika/Abdan Syakura
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif menyampaikan paparannya. Arifin menyatakan, produksi migas nasional jadi tantangan sebab di sisi lain konsumsi energi terus meningkat.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tingkat risiko investasi minyak dan gas bumi (migas) yang tinggi menjadi tantangan tersendiri di tengah pola perubahan konsumsi energi yang lebih mengedepankan energi bersih. Di sisi lain, pemerintah punya visi dalam mewujudkan kemandirian energi.

Baca Juga

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif meyakini migas di Indonesia masih menjadi barang penting dalam beberapa tahun ke depan. Namun, hal ini semestinya diimbangi kemampuan produksi bila ingin menekan impor bahan bakar fosil tersebut.

"Memang kalau dilihat dari sejarahnya, tahun 70-an kita bisa menghasilkan satu juta barel per hari (bph) dan kita menjadi anggota OPEC. Namun, pada tahun 2000an sumber migas Indonesia sudah menurun dan sampai sekarang hanya bisa memproduksi di atas 700 ribu bph," tutur Arifin, kemarin.

Produksi migas naaional menjadi tantangan mengingat permintaan terus meningkat. Sementara BBM dan LPG sebagai subtitusi minyak tanah masih impor.

Guna mengatasi hal tersebut, jelas Arifin, pemerintah mendorong kegiatan eksplorasi migas nasional mengingat masih banyaknya potensi yang belum digarap. Dengan begitu akan terjadi peningkatan cadangan sekaligus menjadi sumber pasokan utama kebutuhan energi nasional.

"Kita punya 128 cekungan (migas) yang masih ada 68 cekungan lagi belum dieksplorasi untuk mengurangi ketergantungan impor kita ke depan," ungkap Arifin.

Selain itu, optimalisasi kilang juga menjadi jalan lain dalam mengatasi keterbatasan pengelolaan migas. Kementerian ESDM menargetkan proyek pengembangan kilang atau Refinery Development Masterplan Program (RDMP) di Dumai, Balikpapan, Balongan dan Cilacap serta kilang baru atau Grass Root Refenery (GRR) di Bontang dan Tuban akan tuntas pada 2027. "Mudah-mudahan ini bisa merespons (kebutuhan)," ujar Arifin.

Menurut Arifin, program pemanfaatan energi baru terbarukan, hilirisasi batu bara, dan jaringan gas bisa menjadi salah satu strategi pemerintah dalam menekan angka impor BBM. Kalau tidak ada eksplorasi baru, cadangan gas bumi nasional diprediksi masih bisa untuk 20 tahun lagi.

"Makanya, kita harus masif memasang jaringan gas ke masyarakat," kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement