Senin 28 Sep 2020 08:00 WIB

Presiden China Klaim Kebahagiaan Etnis Xinjiang Meningkat

China berada di bawah pengawasan global atas perlakuan terhadap Muslim di Xinjiang

Rep: Dwina Agustin/ Red: Christiyaningsih
Presiden China Xi Jinping. China berada di bawah pengawasan global atas perlakuan terhadap Muslim di Xinjiang. Ilustrasi.
Foto: REUTERS/Mariana Bazo
Presiden China Xi Jinping. China berada di bawah pengawasan global atas perlakuan terhadap Muslim di Xinjiang. Ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, SHANGHAI -- Presiden China Xi Jinping mengatakan tingkat kebahagiaan di antara semua kelompok etnis di wilayah barat Xinjiang meningkat. China berencana untuk terus mengajarkan penduduknya pandangan yang benar tentang negara tersebut.

"Rasa mendapat keuntungan, kebahagiaan, dan keamanan di antara orang-orang dari semua kelompok etnis (di Xinjiang) terus meningkat," kata Xi dalam konferensi Partai Komunis yang berkuasa di Xinjiang yang diadakan pada 25-26 September.

Baca Juga

Laporan kantor berita pemerintah China, Xinhua, melaporkan pada Sabtu (26/9) malam Xi mengatakan penting untuk mendidik penduduk Xinjiang tentang pemahaman bangsa China. Pemerintah perlu membimbing semua kelompok etnis dalam membangun perspektif yang benar tentang negara, sejarah, dan kebangsaan.

"Praktik telah menunjukkan bahwa strategi partai untuk mengatur Xinjiang di era baru sepenuhnya benar," ujar Xi menekankan cara yang sudah dilakukan harus menjadi pendekatan jangka panjang.

China berada di bawah pengawasan global atas perlakuannya terhadap Muslim Uighur dan klaim dugaan pelanggaran kerja paksa di Xinjiang. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengutip laporan yang kredibel menyatakan satu juta Muslim yang ditahan di kamp-kamp telah dipekerjakan secara paksa.

Beijing pun telah berulang kali membantah memperlakukan orang Uighur dengan buruk dan mengatakan kamp-kamp itu adalah pusat pelatihan kejuruan yang diperlukan untuk mengatasi ekstremisme. Pemerintahan Xi menuduh pasukan anti-China mencoreng kebijakan Xinjiang.

Pada Juli lalu, Amerika Serikat menjatuhkan sanksi kepada pejabat China atas dugaan pelanggaran hak asasi manusia terhadap etnis Uighur di bawah Global Magnitsky Act. Keputusan ini memungkinkan pemerintah Washington untuk menargetkan pelanggar hak asasi manusia dengan membekukan aset yang berada di AS, melarang perjalanan, dan melarang warganya berbisnis dengan Beijing.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement